LUNCH

1.2K 56 0
                                    

Sebelum mobil Gavin melenggang dari gerbang sekolah, keduanya menyepakati untuk pergi ke tempat makan karena perut keduanya sudah sangat lapar akibat belum diisi dengan makan siang.

"Gimana tadi ujiannya?", tanya Gavin memecah keheningan yang ada didalam mobil.

Kezia menoleh, "Fluent", jawabnya.

"Teman kamu yang tadi unik ya", ucap Gavin sedikit terkekeh mengingat kelakuan Michaela kepadanya saat didepan gerbang tadi.

Kening Kezia mengerut, "Hahaha, unik kenapa?".

"Ya unik aja gitu, i've never met someone like her", Gavin menoleh seperkian detik lalu kembali fokus pada jalan.

Kezia terkekeh, "Pasti lo aneh ya ngeliat Micahela kaya tadi, orangnya emang gitu. Terlalu friendly jadi keliatan freak".

"Ga aneh, cuma belum terbiasa aja. Tapi menurut saya, dia orangnya asik, cuma karena terlalu aktif jadi gitu", Gavin membelokan stir ke kanan untuk masuk kewilayahan basemen restoran.

Menarik rem tangan dan membuka safety belt, ia keluar terlebih dahulu untuk membukakan pintu Kezia, "Lo ga perlu bukain pintu buat gue kaya gini", cicit Kezia.

"Does not matter, Bunda bilang kita sebagai laki-laki harus menghargai dan menjaga wanita dari hal sekecil apapun", ujar Gavin yang sambil melangkah keluar dari basement diikuti Kezia yang berada disebelah kirinya.

Kezia tersenyum mendengar perkataan Gavin, orang tua Gavin benar-benar mendidiknya dengan sangat baik. 60% Gavin masuk kedalam kriteria cowo Kezia yang artinya butuh 40% lagi untuk menjadi pasangan Kezia seutuhnya.

Kini keduanya sudah duduk pada salah satu kursi yang ada, tangan Gavin terangkat memanggil pelayan yang membawa buku menu dan mencatat pesanan.

Kezia dan Gavin membaca buku menu, "Saya mau steak sandwich dan minumnya manggo sparklien, and then", Gavin melirik Kezia.

"Mac and cheese sama minumannya mix berry sparklien", ucapnya yang langsung dicatat oleh pelayan.

"Baik, pesanan kalian akan segera diproses. Mohon ditunggu", ujar sang pelayan dengan ramah lalu melenggang dari kursi Kezia dan Gavin.

"Vin", panggil Kezia yang menatap lurus kearah Gavin.

Gavin yang sedang terfokus pada bebda pipihnya beralih manatap balik Kezia, "Ya?", alisnya mengerut.

"Lo pernah insecure ga si?",pertanyaan Kezia membuat kerutab dikening Gavin semakin dalam.

"Serius?", tanya Kezia tak percaya.

"Yes i am serious, saat saya melihat seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak saya kuasai. Saya merasa insecure because, he can but why can't i. Terlebih rasa untuk mendekati orang yang 'hebat' itu sulit bagi saya", jawab Gavin.

Kezia menghela nafas, "Yang gue maksud insecure tentang fisik lo, tapi. Kenapa lo ngerasa insecure kaya gitu?, menurut gue, lo udah mencapai sesuatu yang sangat sulit digapai orang".

"Diatas langit masih ada langit, bukan?. Jika soal fisik, Bunda saya pernah berkata bahwa anaknya ini yang paling tampan, paling sempurna dan yang paling ia sayang. So, I never feel insecure about it", ujar Gavin dengan senyuman khasnya.

Oh god, saat ini Kezia sedang berhadapan dengan manusia atau malaikat. Kini yang dibuat insecure malah dirinya, "Ga abis fikir gue sama lo", Kezia menggelengkan kepalanya.

Disela-sela itu, pelayan kembali datang dengan membawa makanan dan minuman yang tadi sudah dipesan, "Terimakasih, Mba", ucap Gavin yang dibalas anggukan serta senyuman oleh pelayan, "Ga abis fikir kenapa?", Gavin menatap Kezia dengan penasaran.

"Dari awal gue ketemu lo, dari awal gue ngobrol sama lo. Gue ngerasa ga bisa ngimbangin lo tau", ucap Kezia setelah itu ia melahap makanan yang ada dihadapannya.

Gavin terkekeh pelan, "Tapi saya merasa beda, saya merasa kamu bisa menjadi teman ngobrol yang asik. Jadi teman ngobrol aja asik apa lagi teman hidup", mendengar ucapan Gavin, seketika Kezia tersedak dan terbatuk.

Gavin mengulurkan minuman yang berada disamping Kezia, "Pelan-pelan makannya", omelnya.

Kezia meneguk setengah minumannya, "S-sorry, sorry", Kezia mengelap sisa minuman yang ada disekitar mulutnya.

Gavin menyembunyikan senyumnya, ia tahu Kezia sangat terkejut mendengar ucapannya.

•÷•

Gavin dan Kezia sudah merasa lelah berkeliling kota hingga petang hari, kini keduanya memutuskan untuk pulang dan Gavin mengantarkan Kezia kerumahnya dengan selamat.

Sampai didepan gerbang, Gavin disambut dengan baik oleh Nita, "Nak, Gavin. Mampir dulu", ujar Nita.

"Maaf, Tante. Saya harus segera pulang karena sudah ditunggu Bunda dirumah", tolaknya dengan sopan, "Gavin pamit ya  Tante. Assalamualaikum", Gavin mencium punggung tangan Nita

"Waalaikumsalam", ucap serentak Nita dan Kezia, "Thank you for today", ucap Kezia tersenyum.

"You're welcome", Gavin melenggang setelah menjawab ucapan Kezia.

Nita dan Kezia melangkah masuk kedalam rumah, "Gimana Gavin, Nak?", tanya Nita.

"Gavin orangnya baik, Ma. Pinter, terus juga ngehargain perempuan banget, aku diperlakukan kaya putri sama dia", jawab Kezia sedikit terkekeh.

"Wahh, Mama jadi iri", Nita pun terkekeh, "So, did you accept the match?", Nita tersenyum melirik anak perempuannya.

"I think..", Kezia menggantung perkataannya membuat Nita mengerutkan keningnya penasaran.

Nita menghela nafasnya, "Apa?, jangan ditunda-tunda gitu dong", geramnya.

Kezia terkekeh melihat wajah sang ibu yang penasaran dan terlihat geram dengannya, "I think, ya", bisik Kezia.

Mata Nita membulat sempurna mendengar bisikan dari anak perempuannya, "You're serious?", ucapnya memastikan, Kezia mengangguk sebagai responnya, "All right, Mama akan beritahu Papa saat dia pulang dari kantor nanti. Pasti Papa seneng bukan kepalang".

"I already guessed it", Kezia dan Nita terkekeh membayangkan raut wajah Pram.

GAVIN STORY (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang