Waktu terus berjalan, kini sudah menempati haru terakhir bagi Kezia untuk ujian. Ia merasa satu persatu bebannya hilang dan sangat lega.
"Hari ini hari terakhir kamu ujian, ya?", tanya Gavin yang masih fokus menatap kedepan memerhatikan jalan.
Kezia menoleh sekejap lalu kembali beralih pada objek tatapnya yang semula, "Iya", jawabnya singkat.
"The last heart is also for us", Gavin tersenyum kecut melirik perempuan yang mengenakan seragam sekolah yang duduk disebelahnya.
Kezia teringat akan sesuatu, benar. Hari ini hari terakhir baginya dan Gavin menjalankan 'pacaran' sementara yang artinya mereka harus memberi penjelasan tentang perjodohan kepada orangtuanya.
"Oh iya, gue baru inget", ujar Kezia melirik Gavin.
"Then how?", Gavin memutar stir kekanan, tersisa beberapa meter lagi mereka sampai disekolah Kezia.
Kezia menghelas nafas, "Tunggu sampe gue pulang sekolah ya?, kita omongin bareng-bareng abis itu besoknya kita bilang ke ortu", ujar Kezia yang dibalas anggukan oleh Gavin.
"Cheers for today", ujar Gavin kepada Kezia yang sudah turun dari mobil.
"Thanks ya, cheers for you too", Kezia berdadah kecil sebelum masuk kedalam area sekolahnya.
Gavin menatap Kezia yang semakin lama semakin menjauh dari pandangan, menatap kedepan dan menyandarkan kepalanya pada kursi pengemudi.
Ia sangat berharap Kezia berbicara seperti apa yang ada didalam ekspetasi Gavin, namun ia tidak boleh terlalu berharap.
Gavin menarik rem tangan, mobilnya mulai melenggang dari gerbang utama sekolah Kezia dan kini ia berjalan menuju kantornya.
•÷•
"Nasib lo sama tuh cewe gimana?", tanya Bima yang menyelipkan pulpen pada daun telinganya.
Gavin tampak sangat lesu, entah lelah oleh pekerjaan atau hal lain, "Ga gimana-gimana, hari ini hari terakhir run a fake relationship".
"Hah, lo ngelakuin itu?", Gavin mengangguk, "Hm, okeh. Anyway, berarti sekarang lo sama dia ngasih penjelasan tentang perjodohan dong?", tanya Bima dengan serius.
"Ya, i'm afraid his words won't match what I expected", ucap Gavin dengan lesu, otaknya kini sangat ramai.
Bima berdecak, "Kebiasaan lo mah, suka gegabah. Sekarang gue mau nanya sama lo, selama lo ngelakuin fake relationship sama dia. Dia ada bersikap atau apapun itu yang dimata lo kaya "wah dia nyaman nih sama gue, dia suka nih sama gue", gitu?".
Gavin tampak berfikir, "Ada, tapi saya ga yakin", setelah ucapab Gavin keluar, Bima menggebrak meja dengan pelan namun terdengar.
"Bisa ga sekali aja lo percaya diri?!", tanyanya geram.
Gavin terkekeh, "Tatapan dia saat saya bicara tuh seperti tertanam sesuatu didalamnya, grain of love maybe", bahu kekar Gavin mengidik.
"Love language nya tuh cewe apasi?", alis Bima menyatu.
"Ya mana saya tau", ujar Gavin dengan wajah yang tidak santai membuat Bima ingin mengeluarkan hasratnya untuk menggaruk wajah Gavin dengan garukan buldozer, "Bodo amat, Vin", Bima menaut pulpen yang ada didaun telinganya, mengambil map biru yang ada diatas meja kerja Gavin lalu ia melenggang keluar dari ruangan Gavin.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN STORY (Completed)
Teen Fiction⛔DON'T FORGET TO VOTE⛔ ⚠️the story contains adult elements, please be wise in reading⚠️