BAB 10: Air Mata yang Jatuh Pada Pipimu

890 234 14
                                    

"Pada akhirnya, air mata itu menjelaskan segalanya. Kamu tidak bahagia."

Tama menyemprotkan desinfektan pada meja, kemudian mengelapnya hingga bersih. Jam pada dinding menunjukkan pukul empat pagi. Di luar matahari masih bersembunyi dengan sempurna. Sesekali, terdengar suara kendaraan bermotor di luar, lalu sunyi kembali mengambil alih. Dari arah dapur, Tari keluar membawa papan menu yang sudah ditulisnya dengan chalkboard. Lalu, perempuan itu kembali ke ruangan dan berhenti di sisi Tama.

"Kira-kira, apakah mereka akan datang hari ini?" tanyanya dengan kedua tangan bersedekap. Suaminya yang sibuk mengelap meja menghentikan kegiatannya. "Kamu sadar, kan, sudah sekitar dua minggu mereka tidak datang? Ada apa, ya?"

"Maksudmu, Bas dan Azura?"

"Ya," sahut Tari. "Memang, siapa lagi?"

"Banyak pasangan yang datang ke Arunika, tetapi kenapa kamu lebih perhatian pada mereka?"

"Bukankah, kamu juga begitu?"

"Hem. Kamu benar."

Tari mendesah. "Aku berharap mereka datang hari ini."

"Ya. Aku juga berharap begitu."

***

Semua terjadi begitu cepat. Pesta ulang tahun Adrian yang berujung memperkenalkan Azura pada rekan terdekat Adrian sebagai tunangan, lalu dia menemukan Bas di antara para tamu undangan. Sebelumnya, Adrian tidak memberitahu Azura mengenai pengumuman mendadak itu. Tidak ada perbincangan antara keduanya mengenai pertunangan, yang entah kapan akan mereka laksanakan. Pengumuman Adrian sekadar pemberitahuan. Sekadar perkenalan dan itu membuat Azura terkejut.

Ya. Azura juga terkejut Bas ada di antara orang-orang itu, menatapnya dengan tatapan yang sama.

Azura memaksakan senyum di hadapan para undangan. Di sisinya, Adrian memegang tangannya dengan erat. Di wajah laki-laki itu, senyuman tak henti menghiasi. Lalu, Adrian menutup pidatonya dan mereka turun dari panggung.

"Kita ke rekan kerjaku dulu, ya, sama teman-teman yang lain," ucap Adrian. Kaki Azura membeku. Adrian melihat ke arahnya. Dia menyadari sesuatu. Wajah perempuan itu pucat. "Kamu baik-baik saja?" Adrian menyentuh dagu Azura, mengangkat wajah perempuan itu.

Azura menggeleng. "Aku mau ke kamar mandi dulu. Sepertinya terlalu lama berdiri," ucap Azura. "Maaf, ya."

"Aku antar," kata Adrian. Azura menahan kekasihnya itu.

"Aku sendiri saja. Kamu temui tamu-tamu saja."

Adrian mendesah, kemudian mengangguk. "Segera hubungi aku kalau ada apa-apa." Azura mengangguk dan berbalik.

Setelah jauh dari suasana pesta, Azura berjalan ke arah kamar mandi. Dia menenangkan dirinya di depan kaca dan mengatur napasnya. Hal yang tak terduga terjadi bertubi-tubi dan itu membuat Azura sedikit kelelahan. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu keluar kamar mandi. Sebelum keluar, Azura mendengar suara dari luar dan kakinya berhenti ketika nama Adrian disebut.

"Serius, Bu, Adrian akan menikah dengan perempuan itu?" tanya salah satu perempuan.

"Itu terserah Adrian sebenarnya, saya tidak bisa apa-apa," timpal perempuan lain. Mendengar dari percakapan itu, Azura sudah tahu siapa mereka. Calon ibu mertuanya dan teman-temannya. "Saya sudah mencoba melarang, tetapi Adrian belum bicara apa-apa. Mungkin, dia hanya bercanda. Biasalah, anak muda."

"Hem, kalau belum ada perbincangan apa-apa, berarti memang belum serius itu, Bu. Bagaimana, ya, Bu, Adrian itu ganteng dan punya usaha sendiri, kan, Bu?"

Lalu, terdengar suara langkah kaki semakin dekat, Azura buru-buru membalikan badan dan masuk ke bilik toilet. Dia berdiam diri di dalam toilet dan berusaha tidak mengeluarkan suara sampai calon ibu mertua dan teman-temannya itu keluar. Setelah Azura yakin tidak ada orang lagi di dalam toilet, air mata perempuan itu turun. Setelah puas menangis, Azura keluar dari bilik toilet dan membetulkan riasan wajahnya. Matanya sembab dan berharap Adrian tidak akan menyadari itu. Tapi, itu hal yang mustahil. Biarlah, Azura akan mencari alasan.

Azura berjalan keluar toilet, berharap dia tidak bertemu ibu Adrian dan teman-temannya. Namun, tidak lama dia berjalan, dia berpapasan dengan Bas. Tidak. Azura menyadari detik berikutnya kalau Bas sengaja menunggunya, lelaki itu berdiri tidak jauh dari toilet, bersandar pada dinding.

***

Setelah mengetahui Azura yang berada di atas panggung adalah Azura yang sama dengan perempuan yang ditemuinya di Arunika, Bas tidak bisa mengalihkan pandangannya dari perempuan itu. Seperti dugaan, Bas, Azura juga terlihat terkejut dengan keberadaan mereka berdua di pesta ulang tahun ini. Tidak hanya Azura, Bas juga terkejut dengan kenyataan bahwa atasannya adalah kekasih Azura.

Bas tidak terlalu dekat dengan Adrian, atasannya. Hubungan keduanya sekadar hubungan atasan dan bawahan, terlebih lagi Adrian yang seringkali keluar kota membuat Bas juga jarang melihat Adrian di kantor.

Bas melihat Azura meninggalkan pesta. Dia segera bergerak untuk mengikuti perempuan itu. Sebelum Bas pergi, Ndari menyentuh lengannya. "Mau ke mana?"

"Mau keluar sebentar," ucap Bas, kemudian berjalan menjauhi Ndari. Dia mengikuti Azura dari jauh dan kakinya berhenti di depan toilet perempuan. Bas menyandarkan tubuhnya di dinding seberang toilet, menunggu Azura keluar.

Tak lama kemudian, muncul tiga perempuan paruh baya yang menuju toilet. Sebelum mereka masuk, salah seorang membuka perbincangan dan Bas pun terdiam. Ketiga perempuan itu membicarakan Azura.

Bas dilanda kebingungan. Dia takut Azura mendengar percakapan yang dilakukan tiga ibu-ibu itu. Dia meraih ponselnya dan hendak menghubungi Azura. Tapi, dia mengurungkannya. Bas, lagi-lagi kebingungan, bagaimana dia bisa mencegah Azura keluar agar tidak mendengarkan perbincangan mereka?

Maka, tidak ada yang bisa Bas lakukan sampai akhirnya ketiga wanita itu masuk ke toilet dan keluar beberapa saat kemudian. Tak lama sepeninggal ketiga orang itu, Azura keluar dari toilet dengan mata sembab. Mata mereka saling bertemu, lalu Bas mendekati Azura.

"Kenapa kamu di sini?" tanya Azura. Perempuan itu tidak menatap Bas dengan benar, matanya bergerak ke sana kemari dengan sesekali menghapus sisa air di wajahnya dengan tisu.

"Aku mau ke toilet," jawab Bas asal.

"Lalu?"

"Oke, aku berbohong. Aku mengikutimu."

"Oh."

"Kamu habis menangis?" tanya Bas terang-terangan. Dia tahu, dia salah menanyakan hal itu, tetapi Bas tidak menyesal.

"Bagaimana menurutmu?"

"Mata kamu sembab."

"Kamu sudah tahu jawabannya dan tetap bertanya?" tanya Azura kesal. Dia mendesah.

"Maaf."

"Aku maafkan."

Lalu, hening. Bas memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dia melihat ke arah ujung sepatunya, kemudian kembali melihat ke arah Azura. Sebelum sempat Bas berbicara, Azura membuka suara terlebih dahulu. "Aku duluan."

Bas menelan ludah ketika melihat Azura mulai melangkahkan kakinya, lalu Bas memanggil Azura.

"Ya?"

"Mau mencari udara segar?" ajak Bas. Dia sudah siap apabila Azura menolak ajakannya itu. Dia sendiri juga tidak sadar mengajak Azura keluar dari pesta ulang tahun kekasihnya sendiri. Bas tahu, ini tindakan yang ceroboh dan bisa berakibat fatal nantinya. Tapi, Bas tidak peduli. "Kamu terlihat sangat kacau. Lebih baik tidak kembali ke pesta, bukan?"

Azura diam. Dia terlihat ragu. Apa yang dikatakan Bas benar. Keadaannya sedang kacau dan apabila Adrian melihatnya seperti sekarang, lelaki itu akan bertanya macam-macam dan Azura enggan untuk cerita.

Maka, Azura mengiyakan ajakan Bas.

***

Arunika [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang