"Keputusanku berisiko tinggi. Tapi, itu sepadan agar aku tetap bersamamu."
Pintu kaca Arunika tertutup rapat. Di balik pintu hanya terlihat tirai berwarna putih dan lampu berwarna kekuningan di depan pintu. Bas berdiri di pintu tersebut dengan sesekali mengetuk pintunya. Tentu saja, tidak ada jawaban dari dalam Arunika.
"Mereka tutup, Bas," ucap Azura yang berdiri tidak jauh dari Bas. Sejak tadi, dia melihat ke arah lelaki yang berdiri di Arunika.
Bas menoleh. "Ya, aku tahu."
"Lalu?"
"Kali saja mereka ada di dalam," balas Bas. Azura mendesah.
Bas sama sekali tidak tahu akan mengajak Azura ke mana. Dalam benaknya, dia hanya ingin menyelamatkan perempuan itu dari pesta. Lebih tepatnya, menculik perempuan itu. Lalu, tiba-tiba saja motor Bas sudah di depan Arunika. Bas tahu, Arunika tidak buka di malam hari, dia tetap membawa Azura ke sini.
"Menurutmu, mereka sedang apa kalau tidak memanggang roti?" tanya Azura tiba-tiba.
"Tama dan Tari?" tanya Bas. Azura mengangguk.
"Berdua duduk di sofa sambil menonton televisi?"
"Menurutku, mereka tidur."
Azura mengecek jam pada pergelangan tangannya. "Jam tidur mereka cukup sore."
"Ya, karena paginya mereka membuka Arunika."
"Sepertinya begitu."
Azura menyandarkan punggungnya ke dinding Arunika. Tidak jauh darinya, Bas memperhatikan perempuan itu. Lalu, Azura melihat ke arah Bas, mengulas senyum. Bas melakukan hal yang sama.
"Kamu merasa lebih baik?" tanya Bas. Azura mengangguk. Perempuan itu menegakkan punggungnya, kemudian mendekati Bas.
"Kurasa, aku harus kembali ke pesta," ucap Azura. Tanpa bantahan apa pun, Bas mengangguk, menyetujui keputusan Azura.
Azura menaruh kedua tangannya di pinggang Bas. Motor itu dikendarai Bas dengan kecepatan sedang. Keduanya memilih untuk diam, menikmati kehangatan dari sentuhan kedua tubuh mereka. Baik Bas maupun Azura tidak membahas mengenai Adrian yang merupakan atasan Bas di kantor. Keduanya mengerti bahwa pembahasan itu tidak perlu.
Sesampainya di hotel tempat pesta ulang tahun Adrian, Azura melepaskan helmnya, turun dari motor, dan menyerahkan kepada Bas. "Terima kasih."
Bas mengangguk. "Masuklah."
"Kamu nggak masuk?" tanya Azura. Bas menggeleng. Azura menunduk, kemudian menggigit bibir bawahnya. "Bas, yang kamu lihat dan dengar di toilet ..."
"Aku nggak akan cerita ke siapa-siapa," sahut Bas. Azura menyunggingkan senyumnya. Lalu, ponsel perempuan itu berbunyi, dia mengeceknya. "Masuklah."
"Oke," sahut Azura. Sebelum Azura menjauh, Bas memanggilnya.
"Kamu ke Arunika?"
"Aku belum ke sana lagi."
"Oh."
"Selamat malam, Bas."
"Selamat malam, Zura."
***
"Selamat datang di Arunika!"
Suara Tama terdengar begitu Bas membuka pintu Arunika. Tak hanya Tama, suara lonceng pada pintu pun ikut memeriahkan suasana pagi itu. Setelah dua minggu lebih Bas tidak ke Arunika, pagi ini dia datang.
"Wah, Baskoro!" teriak Tama, begitu melihat Bas. Tama berdiri di balik kasir. Pagi itu, Bas hanya melihat lima pelanggan yang menikmati roti panggang dan secangkir kopi. Di antara mereka menyantap sarapan sambil membaca koran maupun novel. Beberapa orang lagi sibuk mengunyah rotinya dengan cepat. Terkadang, ada orang yang dikejar waktu, ada pula orang yang memiliki banyak waktu di waktu yang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
General FictionAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...