Untuk bisa menjadi bagian penting untuk hidup seseorang, kita harus berbuat sesuatu untuk orang tersebut
Pagi itu, Bas sudah mengambil keputusan. Dia membawa sebuah surat berbentuk persegi panjang berwarna putih. Dia mengetuk pintu kantor Adrian dua kali, kemudian dipersilakan masuk. Adrian menengadahkan kepalanya, begitu Bas masuk.
"Apa ini?" tanya Adrian begitu Bas menyerahkan surat pengunduran diri itu.
"Surat pengunduran diri, Pak," jawab Bas.
Adrian menghela napas. Dia melepaskan kaca mata bacanya, kemudian menaruh benda itu ke atas meja. "Alasannya?"
"Saya ingin mencoba mencari pekerjaan di tempat lain."
"Hanya itu? Bukan karena masalah pribadi?" sindir Adrian.
Bas menatap Adrian. "Itu salah satu alasannya," jawabnya tanpa rasa takut.
Adrian mencondongkan tubuhnya. "Kau pekerja yang kompeten," katanya. "Sayang sekali kalau kau memutuskan untuk berhenti. Sebagai atasan, aku kecewa. Tapi, aku nggak akan menahan keputusanmu."
Bas mengangguk, menarik sudut-sudut bibirnya. "Terima kasih, Pak."
Tentu, reaksi Adrian di luar dugaan Bas. Memang, sejak awal Adrian bukan tipe orang yang mencampuradukkan urusan pekerjaan dan pribadi. Justru Bas yang melakukan itu. Namun, ini sudah keputusan Bas yang dipikirkannya selama dua minggu. Dia tidak akan bertahan lebih lama di agensi ini dan terus menerus bertemu dengan Adrian, padahal dialah yang mengencani mantan kekasih atasannya.
Mungkin, Bas akan disebut pecundang, tetapi keputusannya sudah bulat.
"Kau tahu, aturan di sini, 'kan? Kau baru bisa resign satu bulan lagi."
"Saya tahu, Pak."
"Oke."
"Terima kasih," kata Bas. Lalu, dia pamit meninggalkan ruangan Adrian. Seiring dengan langkah kakinya, hatinya terasa begitu lapang.
***
Hal yang harus dihadapi Bas selanjutnya adalah Azura.
Bas belum menceritakan apa-apa mengenai keputusannya untuk berhenti bekerja di agensi Adrian. Dia merasa hal itu tidak perlu karena Bas tahu, Azura akan merasa bersalah dan itu akan mempengaruhi keputusan Bas. Maka, dia memilih untuk diam dan memberitahu Azura ketika surat pengunduran diri sudah diserahkannya pada Adrian.
Seperti dugaan Bas, Azura marah, kecewa, dan sedih. Ekspresi itu tercetak jelas di wajahnya.
"Apa karena aku?" tanya Azura.
Sekarang ini mereka berada di Arunika. Bas berkata memutuskan berhenti bekerja dan akan mencari pekerjaan lain, ketika Azura baru saja akan menggigit american sub sandwich. Roti lapis itu gagal digigit oleh Azura, karena perempuan itu meletakan kembali rotinya. Melihat itu, Bas merasa bersalah, karena pasti selera makan Azura hilang.
"Bukan," jawab Bas. Lalu, dia meralatnya, "salah satu alasannya itu."
Azura mendesah. "Kenapa nggak bilang ke aku?"
"Ini lagi bilang, 'kan?"
Azura menoleh ke arah lain. Dia kecewa dengan sikap Bas. Azura menggigit bibirnya dengan keras, agar air matanya tidak turun. Dia tidak tahu kenapa dia begitu sensitif dengan keputusan Bas. Rasanya, campur aduk.
"Azura, aku sudah nggak nyaman kerja di sana," jelas Bas. "Mau nggak mau, ini risiko yang aku ambil."
Azura menelan ludah. Lalu, dia menarik napas dalam-dalam, kemudian mengeluarkannya. Dia melihat ke arah Bas, tepat pada kedua mata laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
Ficción GeneralAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...