Notes:
Hai-hai, teman-teman jangan berharap cerita ini penuh drama, ya. Sebab, ini merupakan cerita "penyembuhan" yang sederhana. Terima kasih.
---------------------------------------------------
"Sebagian orang menganggap hubungan telah lama berakhir, sebagian lain, tidak. Aku adalah segelintir orang-orang terakhir."
Adrian tidak pernah menganggap hubungannya dengan Azura selesai. Dia mencintai perempuan itu dan tidak akan pernah menganggap mereka berpisah. Adrian sudah bertekad bahwa perempuan yang akan menikah dengannya adalah Azura, bukan perempuan lain dan dia akan mewujudkan itu. Apa pun yang terjadi.
Meskipun, Azura sudah tidak menginginkannya.
Adrian menyandarkan badannya ke sandaran kursi, lalu menengadahkan kepalanya menatap langit-langit. Dia mendesah sebentar, kemudian meraih ponsel yang ada di atas meja. Dia kembali memeriksa benda pipih itu, berharap akan ada pesan dari Azura. Tapi, nihil.
Maka, Adrian yang mengirim pesan pada perempuan itu.
Kau tahu, kita belum benar-benar berakhir, bukan?
Tentu saja, pesan itu tidak terbalas. Bagi sebagian orang, mendapatkan perlakuan semacam itu, mereka akan menyerah. Tapi, Adrian tidak. Seperti laki-laki pada umumnya, apabila dia sudah menentukan target, maka dia akan berusaha untuk mendapatkannya. Dalam kasus Adrian, dia hanya sempat kehilangan dan dia akan mendapatkan Azura kembali.
Namun, perpisahannya dengan Azura mau tidak mau mengusik pikiran Adrian. Dia merindukan perempuan itu dengan sangat. Adrian tahu, perempuan itu sudah lelah dengan hubungan mereka. Bukan karena sudah tidak mencintai Adrian. Adrian sangat yakin akan hal itu.
Azura perempuan yang berkali-kali memaafkannya, mengerti keadaannya, walaupun dia sendiri terluka berkali-kali.
Pada saat seperti ini, Adrian menyesali perbuatannya yang egois dan melakukan segala hal tanpa melibatkan Azura. Seandainya saja waktu bisa kembali, dia tidak akan melukai Azura sedikitpun.
Sayangnya, waktu tidak akan pernah bisa kembali. Sekarang, dia harus fokus dengan apa yang terjadi dan mencari solusi terbaik.
***
"Kita resmi jadian, ya?"
Sebuah pesan masuk dari Bas, ketika Azura melepas headphone dan meletakkannya di sisi meja. Dia tersenyum tipis ketika mendapatkan pesan dari Bas.
"Ada apa, nih, senyum-senyum?" Tuke, teman satu kantor dan satu shift dengan Azura menyahut. Perempuan bertubuh kecil itu sudah berdiri di sisi Azura.
"Rahasia," sahut Azura dengan tenang.
"Hmm ..." Tuke memberengut. Melihat hal itu, Azura tertawa kecil.
"Masih pagi sekali, ya?" lirih Azura. Jam pada dinding menunjukkan pukul tiga pagi. Teman Azura yang menggantikannya pun sudah datang. Hari ini dia tidak lembur, itu berarti pulang lebih awal. Azura mendesah. Ketika Azura sampai di Arunika nanti, tentunya tempat itu sudah buka. Tapi, dia akan menunggu Bas lebih lama karena lelaki itu biasa datang di atas jam enam pagi. Apa dia menyuruh lelaki itu datang lebih pagi, ya? Tapi, Azura merasa kasihan.
"Sepertinya, enggak apa-apa," gumamnya.
"Apa?" sahut Tuke.
"Bukan apa-apa, kok," balas Azura. Dia segera membalas pesan Bas.
Kita bertemu di Arunika?
Tak lama kemudian, Bas membalas setuju. Azura masih menimbang-nimbang, apakah dia akan meminta Bas datang lebih pagi. Maka, Azura memutuskan untuk tetap ke Arunika pagi itu, tanpa meminta Bas datang lebih awal.
Di sisi lain, Tama baru saja menyalakan lampu Arunika. Awalnya, kedai itu gelap gulita, hanya pada dapur saja yang menyala terang. Perlahan, lampu-lampu di Arunika menyala satu per satu sesuai pergerakan jemari Tama. Lampu-lampu di Arunika disambung menjadi satu pada satu titik di sisi pintu dapur.
Setelah menyalakan lampu, Tama mengambil papan tulis yang disimpannya di bagian kasir, kemudian menghapus menu kemarin dari papan tersebut. Dengan cekatan, Tama menulis menu hari ini.
Cheese Steak Sandwich
Grilled Cheese Sandwich
Kopi Tubruk
Tama menulis tiga menu di papan tulis berdasar warna hitam itu. Lalu, dia berjalan keluar kedai, membuka pintu, dan meletakkan papan itu di sisi pintu masuk. Tama mengambil foto papan tulis, kemudian mengunggahnya ke media sosial.
Hari ini begitu indah untuk melewatkan makanan gurih di Arunika. Spesial menu, kopi tubruk.
Begitu keterangan yang disematkan Tama ke unggahannya hari itu. Setelah puas, Tama kembali masuk ke kedai. Dia mengambil sapu, lalu membersihkan Arunika. Tak lama kemudian, Tama mengelap setiap kursi dan meja. Sudah menjadi kebiasaan, dia akan membersihkan Arunika dan hal lainnya, sedangkan Tari menyiapkan bahan-bahan untuk berjualan hari itu di dapur. Tama juga memiliki tugas memegang kendali media sosial mereka. Terkadang, Tama pergi berbelanja untuk kekurangan bahan yang bersifat urgent.
Setelah membersihkan kedai, Tama berjalan ke arah pintu dan membalikkan tulisan "Tutup", menjadi "Buka". Di saat itu, beberapa kendaraan di depan Arunika mulai ramai. Kehidupan telah dimulai.
Kembali pada sisi Azura. Perempuan itu membuka media sosial Arunika dan menekan tombol love pada unggahan terbaru Arunika. Dia tersenyum dengan puas, mengantongi ponselnya, dan mengendarai motornya.
Azura senang, sebab kisah cintanya dengan Bas dimulai dengan setangkup roti gurih dari Arunika.
***
Tiga puluh menit kemudian, Azura memarkirkan motornya di depan Arunika. Dia tersenyum sumringah ketika melihat bangunan itu. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan daripada menyarap setangkup roti Arunika dengan secangkir kopi. Ditambah lagi, hari ini merupakan hari pertama dia resmi bersama Bas.
Iya, Baskoro, lelaki yang lebih muda dua tahun daripada Azura. Azura tidak pernah membayangkan dia akan mengencani lelaki yang usianya di bawahnya. Selama ini, dia sudah terbiasa dengan lelaki jauh lebih tua daripada dia. Azura berharap, dia bisa mengimbangi tingkah laku Bas, walaupun usianya lebih tua.
Azura dengan semangat membuka pintu Arunika. Lalu, disusul suara lonceng dan suara Tama yang menyambut kedatangannya. Azura mengedarkan kepala ke sekeliling dan hanya menemukan satu pelanggan, yang kini sedang berdiri di depan kasir menghalangi Tama.
"Hai, Azura!" seru Tama sambil memiringkan tubuhnya untuk melihat ke arah Azura. Lalu, pelanggan di depan Tama menoleh. Pada saat itu, langkah kaki Azura terhenti begitu juga dengan senyumnya.
Pelanggan itu seorang laki-laki. Laki-laki yang dikenal Azura dengan baik. Laki-laki yang dulu selalu menolak bila diajak Azura ke Arunika, kini berdiri di depannya dengan senyum lebar.
"Adrian?" lirih Azura. "Kenapa kamu di sini?" Azura tidak berusaha menutupi perasaan terkejutnya. Dia tidak menyangka Adrian akan berada di Arunika, sepagi ini. Hal ini di luar kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan Azura.
Sudah berkali-kali Azura bercerita mengenai Arunika dan mengajak Adrian mengunjungi kedai itu berkali-kali. Tapi, Adrian tidak tertarik dan beralasan itu terlalu pagi untuknya. Dia pasti belum bangun. Lagi pula, kalaupun Adrian sudah bangun, dia tidak ingin menyusahkan dirinya untuk ke Arunika hanya untuk setangkup roti.
"Mbak-mbak di rumah juga bisa bikin roti isi, Azura," begitu komentar Adrian. Maka, melihat Adrian di hadapannya saat ini seperti sebuah keajaiban. Sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi.
Adrian melipat jarak. Dia berdiri di depan Azura. "Karena aku penasaran dengan roti tangkup yang kamu bangga-banggakan selama ini. Maaf, baru bisa datang."
Dalam kalimat Adrian tergambar jelas, bagaimana dia menyesal telah mengabaikan Azura selama ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
General FictionAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...