"Apa yang membuat kamu senang, Zura?" tanya Bas ketika keduanya sudah menghabiskan setangkup roti american sub di hari lain. Hari Sabtu di mana Arunika sedang ramai dan ada promo gratis untuk pasangan. Baik Azura maupun Bas sama-sama berjanji bertemu di hari Sabtu.
Pada lain kesempatan, Azura menceritakan hal yang tidak disukainya. Dia berkata tidak suka kalau harus bekerja melebihi waktu. Sayangnya, rekan kerjanya, seringkali terlambat datang ke kantor. Sehingga, mau tidak mau, Azura harus lembur.
Hari ini, Bas bertanya kepadanya apa yang membuat Azura senang. Mungkin, Bas satu-satunya orang yang pernah bertanya seperti itu padanya. Lucunya, Azura sendiri tidak tahu apa yang membuatnya senang.
Berbeda ketika menceritakan hal yang tidak disukainya, Azura akan bercerita dengan lancar dan menggebu-gebu. Dia bisa membuat daftar hal yang tidak disukainya hingga seratus poin. Tapi, ketika mendapatkan pertanyaan mengenai hal yang disukainya, Azura diam.
Bas mengangkat kedua alisnya. Lalu, dia tertawa kecil. "Kamu nggak tahu hal yang kamu senangi? Kehidupan macam apa yang kamu jalani, Azura?"
"Oke, karena kamu masih kebingungan dengan hal yang kamu senangi, aku akan menceritakan hal yang kusenangi terlebih dahulu." Bas menatap Azura, begitu juga sebaliknya. Tanpa sadar, kedua orang itu sering bersitatap tanpa canggung. "Aku menyukai roti buatan Arunika, memakannya di sini, di sisi jendela besar ini, melihat orang-orang berangkat kerja."
Bas tidak meneruskan kalimatnya. Azura mengerjapkan matanya. Bas menarik senyumnya, kemudian mengulurkan tangannya ke arah Azura. Lelaki itu menggunakan jempol kanannya untuk menyentuh tepi bibir Azura yang terkena saus.
Azura terkesiap, kedua matanya membulat.
"Dan aku menyukai perbincangan kita hari ini. Hem. Nggak. Aku suka bersamamu di Arunika."
Azura menelan ludah.
***
Azura sempat diam ketika Bas mengucapkan permintaannya. Pasalnya, ketika mereka selesai sarapan di Arunika, Bas mengatakan sesuatu yang membuat Azura bimbang.
"Bagaimana kalau kita bertemu di hari libur?"
Azura menghentikan langkah. "Hari libur?" tanya Azura. Bas menaikkan kedua alisnya, lalu mengangguk.
"Bukan di Arunika. Di tempat lain, ketika matahari sedang terik atau dalam perjalanan pulang."
Sebuah kencan.
Azura mengerti. Bas mengajaknya menghabiskan waktu bersama. Jalan-jalan. Bukan sekadar teman sarapan di Arunika. Tentu saja, hal itu sangat jelas. Bas tertarik dengan Azura, begitu juga sebaliknya. Tapi, ada perasaan aneh dalam hati Azura yang membuatnya mundur selangkah.
"Aku ..." Azura menelan ludah. Dia menunduk, kemudian melihat kedua mata Bas. "Nggak bisa."
Beruntung, Bas tidak bertanya alasan Azura. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk.
***
Semua hal yang dialami Azura di Arunika dan mengenai Bas seakan sebuah cerita di negeri dongeng. Terlalu ajaib untuk disebut menjadi sebuah kenyataan. Tapi, Azura benar-benar merasakan perasaan itu; bersemangat ketika ke Arunika.
Selama ini kehidupan Azura begitu monoton. Hidupnya hanya diisi dengan bekerja dan bekerja. Dia jarang sekali keluar berjalan-jalan. Liburan pun tak pernah. Waktunya habis untuk bekerja dan membantu ibunya. Azura lebih memilih uangnya habis untuk keperluan sehari-hari dan uang makan daripada liburan.
Mengunjungi Arunika hampir setiap hari adalah hal di luar kebiasaan Azura. Sejujurnya, Azura tidak suka makan di luar karena itu membuatnya boros. Tapi, ketika menemukan Arunika, dia tidak peduli mengenai uang jajannya yang membengkak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
Ficção GeralAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...