hai-hai,
saya update bab ini dengan mata mengantuk karena belum tidur. semoga kalian terhibur. selamat berakhir pekan, saya mau tidur dulu.
Tabik,
Wulan K.
-----------------------------------------------------------------
Pada waktu yang lain, Adrian kembali menemui Azura.
Pertemuan itu begitu singkat, Adrian hanya menghampiri Azura ketika dia berangkat kerja. Di rumah perempuan itu. Tentu saja, Azura terkejut dengan kehadiran Adrian. Lelaki itu tersenyum dengan satu tangan di saku celananya dan satu tangannya membawa kantong yang berisi dua gelas kopi.
Azura mendesah begitu melihat Adrian di depan rumahnya. Saat itu, ibunya masih di dalam rumah.
"Ada apa?" tanya Azura.
"Mau kasih ini," Adrian mengangkat kantong yang dibawanya. Kantong itu diulurkan ke arah Azura.
Azura memutar kedua bola matanya. Dia merasa kesal dengan kehadiran Adrian. Seperti perkataannya, Adrian belum mau menyerah.
"Aku harus apa biar kamu menyerah?" tanya Azura dengan frustrasi. Dia merasa kasihan dengan Adrian, tidak lebih.
Adrian tersenyum. "Aku tidak sedang memaksamu kembali padaku. Aku bilang, aku menyesal dan aku sedang menebus penyesalan itu. Itu saja." Tangan Adrian masih terulur menyerahkan kantong berisi dua kopi itu. "Buat kamu."
Azura mengambil kantong itu. Lalu, Adrian bertanya, "Ibu mana?"
"Nggak perlu ketemu," kata Azura.
Adrian mengangguk. "Ibu belum tahu, ya, kalau kita putus?" tebaknya. Adrian sangat tahu bagaimana Azura dan bagaimana perempuan itu terhadap ibunya. Perpisahan Azura dan Adrian pasti tidak diketahui oleh ibunya.
"Aku belum cerita."
Adrian mengangguk, lalu dia pamit. "Aku berangkat kerja dulu."
"Rian, sebaiknya kamu menyerah."
"Ya, aku tahu."
***
"Pagi, Bas," sapa Ndari.
Perempuan itu muncul di meja Bas. Dia tersenyum lebar dan terlihat ceria. Seperti biasa, Ndari mengenakan rok berwarna cerah dengan atasan kemeja warna hitam.
"Pagi," balas Bas.
"Sudah sarapan?"
"Sudah."
Pagi tadi, dia sudah bertemu Azura. Keduanya sarapan roti di Arunika. Beruntung, Bas dan Azura mengenal Tama dan Tari dengan baik, mereka dapat potongan harga. Bas tersenyum lebar ketika Tama mengatakan hal itu. Mungkin, dia tahu, sekarang akhir bulan.
Azura dan Bas hampir setiap hari ke Arunika. Keduanya, sama-sama tergila-gila dengan kafe itu. Terkadang, keduanya hanya memesan kopi, ketika ingin mencoba sarapan di tempat lain.
Setelah Bas menjawab pertanyaan Ndari, Adrian berjalan dari arah pintu masuk. Baik Bas maupun Ndari menyapa atasannya itu. Adrian membawa sesuatu di tangan kanannya, selain ransel yang menempel pada punggung.
"Kopi," katanya, sambil menyerahkan pada Ndari.
Kantong plastik itu berukuran sedang, berisi tumpukan kopi. Sejenak, Ndari tertegun, kemudian dia tersenyum lebar, "Terima kasih, Pak Rian!"
"Sama-sama," balasnya. Sekilas, dia melihat ke arah Bas, kemudian berjalan ke arah ruangannya.
"Wah, asik!" seru Ndari. Sontak Ndari menjadi pusat perhatian dan rekannya segera mendekat dan mengambil jatah kopi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
General FictionAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...