"Berkali-kali, kita berusaha menyambung kembali. Berkali-kali, kita mempercayai bahwa kita baik-baik saja. Berkali-kali, kita terluka dan mungkin ini untuk terakhir kalinya."
Sialnya, Adrian tidak bisa menyalahkan Bas akan keretakan hubungannya dengan Azura. Jauh sebelum Bas hadir, hubungan Adrian dan Azura sudah merenggang. Hanya saja, baik Adrian maupun Azura selalu kembali mencoba untuk mempertahankan.
Adrian mencintai Azura, begitu juga sebaliknya. Namun, banyak perkara yang menumpuk di antara keduanya dan masing-masing merasa lelah. Tapi, Adrian sama sekali tidak berpikir untuk menyerah. Dia mencintai Azura dan dia berusaha keras untuk mempertahankannya.
Lelaki itu sudah mengenal Azura sejak lama. Dia tahu, Azura juga mencintainya sebesar Adrian mencintainya. Adrian tahu, Azura tidak akan meninggalkan Adrian hanya karena bertemu laki-laki lain. Dia tidak serendah itu. Tapi, ketika Adrian tahu lelaki itu adalah Bas, ada keraguan di hatinya. Apakah Azura akan tetap di sisinya, walaupun Bas adalah lelaki terbaik untuk Azura?
"Nggak," lirih Adrian. Adrian sedang duduk di tepi ranjang. Rambut serta wajahnya kusut, begitu pula dengan kaus yang dikenakannya untuk tidur. Dia berusaha untuk bangkit, kemudian mendesah.
Baru beberapa langkah, Adrian berhenti. Dia menoleh ke arah nakas di sisi tempat tidur, kemudian meraih ponselnya. Seperti biasa, tidak ada pesan dari Azura sepagi ini. Mereka sudah lama meninggalkan kebiasaan saling menyapa ketika pagi seperti pasangan pada umumnya. Namun, kali ini, Adrian ingin melakukan itu.
Selamat pagi, Sayang. Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Aku mencintaimu.
Pesan itu terkirim, tidak lama kemudian terbaca oleh Azura. Namun, tidak terbalas.
***
Hari ini langit Bandung terlihat lebih terang daripada biasanya. Bas membuka pintu Arunika, bersamaan dengan itu lonceng pada pintu tersebut berbunyi.
"Selamat datang di Arunika!" seru Tari dari balik kasir. "Hai, Bas!" sapanya.
Bas melambaikan tangan dengan canggung. Dia menghampiri kasir, kemudian melihat ke sekeliling. "Sepi," ujarnya. Bas melirik ke pergelangan tangannya, pukul setengah sepuluh pagi. "Apa Arunika selalu sepi menjelang siang?"
"Begitulah," kata Tari. "Tumben datang jam segini?"
"Aku libur," jawab Bas. "Jadi ke sini siang."
"Ah, begitu."
"Ada menu apa?"
"Tinggal satu menu. Cheese Steak Sandwich," ucap Tari.
Terdengar suara pintu Arunika terbuka, Bas dan Tari melihat ke arah pintu. "Oh, hai, Bas!" seru Tama, seseorang yang baru saja membuka pintu Arunika.
"Hai, Tam," balas Bas. "Kau dari mana?"
Tama mengangkat kantong plastik berwarna hitam ke atas. "Membeli makan siang," katanya sambil berjalan ke arah kasir.
"Jadi, mau pesan apa?" tanya Tari.
Bas mendesah. Selalu saja, batinnya. "Cheese Steak Sandwich," jawab Bas.
Kedua suami istri di depan Bas tersenyum. "Hanya untuk memastikan, Bas," jelas Tari. "Kopi?"
"Ya," sahut Bas.
"Baik," sahut Tari ceria. Dia menghitung pembelian Bas, kemudian menyerahkan struk kepada pemuda itu. Setelah membayar, Bas berjalan ke tempat biasanya dia duduk dengan Azura.
Bas menyandarkan tubuhnya. Dia masih mengingat percakapannya dengan Azura tempo hari. Alih-alih sedih, Bas tertawa ketika mengingatnya. Dia juga merasa bingung. Seumur hidupnya, dia baru bertemu perempuan seperti Azura. Menyatakan perasaannya, sekaligus berkata tidak ingin berhubungan lagi dengan Bas. Umumnya, ketika seseorang menyatakan perasaannya, dia ingin dibalas dengan perasaan yang sama, kemudian keduanya akan menjalin kasih. Tapi, Azura berbeda. Dia tidak peduli pernyataannya berbalas atau tidak, dia hanya ingin menyatakan perasaannya kepada Bas. Itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [TERBIT]
General FictionAda sebuah kafe yang memilih buka di waktu usai subuh, ketika orang-orang masih mendekap selimut mereka, Tari - pemilik kafe - memilih menggiling kopi dan menyiapkan roti isi untuk sarapan. Arunika, sebuah kafe yang mempertemukan pekerja malam dan p...