"Waktu itu berharga. Segala yang terjadi hanya terjadi sekali, tidak akan terjadi berulang."~ Akash Abiyan ~
PLAKK!!!PLAKK!!!
"KALIAN BERDUA BODOH! RAFKA, KAMU SUDAH MENINGGALKAN AKASH SEKARANG BIKIN PUTRAKU SEKARAT?! KAU RANDY, BELUM PUAS SELAMA INI DIA MENGALAMI PENYIKSAAN DARIMU, HAH?!" marah Ghisella kepada dua pria itu. Mereka hanya menundukkan kepala.
"A-akash menyelamatkan saya, Ella," lirih Randy.
"Kalian berdua gila! Harusnya kalian celaka aja! Nggak usah bikin putraku celaka! Sialan kalian jadi bapak! Dasar nggak becus!" maki Ella. Wanita itu meloloskan buliran bening, menatap sendu ruangan ICU di mana putranya sedang berjuang melawan maut di dalam.
"Selamatkan Akash ...."
"Papa! Semua ini salah Papa! Andai Papa nggak ngajakin Om Rafka berantem di gedung itu, Akash nggak akan ngalamin ini!" marah Clemira pada Randy. Gadis itu memukul dada bidang papanya dengan keras. Randy hanya terdiam.
Teman-teman Akash tiba di depan ruangan ICU. Mereka panik setelah dikabari oleh Clemira bahwa Akash dilarikan ke rumah sakit karena kecelakaan.
Tak lama kemudian, seorang pria mengenakan jas berwarna putih keluar dari ruangan ICU.
"Pasien butuh lima kantung darah. Stok di rumah sakit hanya dua. Kami membutuhkan tiga kantung darah untuk menyelamatkan Akash," jelas dokter.
"Ambil darah saya, Dok!" seru Rafka.
"Saya juga!" teriak Narendra.
"Saya, Dok!" seru Ghisella.
"Kalian semua pergi ke ruangan transfusi untuk pengambilan darah," pinta dokter. Rafka, Ghisella, dan Narendra pergi ke ruangan transfusi. Setelah mengambil darah mereka, tiga kantung darah itu dibawa masuk ke ruangan ICU.
Sementara di dalam ruangan ICU, seorang pemuda terbaring lemah di ranjang pesakitan. Kepalanya di perban, kedua tangan dan kakinya di perban. Mulutnya terpasang selang ventilator sebagai alat bantu pernapasannya. Jarum infus, selang penyalur darah terpasang di lengannya. Beberapa alat medis banyak ditempelkan di tubuh pemuda itu.
"Jantungnya melemah, Dok!"
"Siapkan defiblator!" serunya.
Dokter membuka kancing pakaian pasien pada tubuh Akash. Pria itu menekan alat itu dada bidang Akash, membuat tubuhnya menaik, kemudian meluruh. Dokter terus mengulangnya, berusaha mengembalikan detak jantung Akash.
"Kita coba lagi!" seru dokter, kemudian kembali menekan dada Akash. Hasilnya masih sama. Garis monitor masih lurus.
"Lagi!" Hasilnya masih sama. Suara monitor itu terdengar sangat nyaring.
"Sekali lagi!"
Akhirnya monitor itu kembali membentuk garis tak beraturan. Pria mengenakan jas putih menghela napas.
"Syukurlah detak jantungnya kembali."
Pria itu keluar dari ruangan ICU. "Kami sempat kehilangan detak jantung pasien, tetapi pasien masih bisa terselamatkan, tetapi kondisi pasien saya nyatakan koma dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun," jelas dokter, membuat mereka semua membulatkan mata.
Mendengar Akash dinyatakan koma, Ghisella langsung tidak sadarkan diri karena syok berat. Rafka yang memiliki riwayat jantung juga ikut pingsan karena mengetahui kondisi putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Pelarian [SELESAI]
Teen Fiction(Fiksi Remaja - Angst) "Aku akan mencoba lebih baik lagi, aku bisa," ucap lelaki tersebut dalam heningnya malam yang dingin. Akash Abiyan memposisikan dirinya sebagai anak lelaki yang terkuat, lelaki remaja tersebut membantah agar diriny...