"Seburuk apa pun keadaan hidupmu, jangan pernah membaginya dengan orang lain tanpa kesiapan. Karena kita tidak tahu bagaimana tanggapan mereka nanti karena tidak semua manusia itu sama. Mereka berbeda karakter."~ Akash Abiyan ~
Seorang pemuda baru saja tiba di rumah besar tingkat tiga. Baru membuka pintu, sudah ada dua orang dewasa yang menunggunya, melayangkan tatapan tajam ke arah wajahnya. Jantungnya berdebar sangat kencang. Keringat mulai bercucuran, membasahi wajah putih tampannya.
Randy menyilangkan kedua tangannya di dada. "Dari mana saja kamu, Akash?" tanya pria paruh baya itu sangat dingin. Suasana terasa mencekamkan.
"Berani-beraninya pulang selarut ini, hah? Rumah berantakan, makanan nggak ada, mau ngelawan kamu?" timpal Ella.
Akash berusaha menetralkan jantungnya. Ia harus bersiap menerima konsekuensi dari kedua orang tuanya.
"Maaf ... saya habis ngerjain tugas dan bermain sama teman-teman saya," lirih Akash. Pemuda itu menundukkan kepalanya. Randy meraih pergelangan tangan Akash, kemudian mencengkeramnya dengan kuat.
"Mulai berani macam-macam kamu sama kita! Dasar anak sialan!" umpat Randy pada Akash. Pria itu menarik tangan Akash, kemudian membawanya naik ke atas.
Sesampai di kamar, tubuh Akash tersungkur karena Randy mendorong tubuhnya.
Randy meletakkan satu kakinya di dada Akash. Ia menatap tajam wajah tampan putranya.
"Anak kurang ajar!"
Randy menghentakkan kakinya pada Akash, membuat dada Akash kesakitan. Ia berusaha menahan rasa sakit itu.
"Kita kasih pelajaran aja, Mas," usul Ella. Randy mengangguk. Randy membuka pakaian atas milik Akash dengan paksa. Akash hanya berpasrah, orang tuanya ingin melakukan apa.
"Ambilin tali cambuk di gudang, Ella," pinta Randy pada istrinya. Wanita berambut gelombang itu bergegas pergi ke gudang, mengambil tali cambuk. Ia kembali ke kamar, menyerahkan tali tersebut kepada suaminya. Randy menarik salah satu ujung bibirnya, menatap Akash.
"Rasakan pembelajaran dari saya, Akash. Karena kamu sudah berani pulang malam dan membiarkan kami kelaparan saat pulang ...."
CETAR!
CETAR!
CETAR!
CETAR!
CETAR!
Randy melayangkan tali cambuk ke arah bagian dada Akash. Pemuda itu menggigit bibirnya, berusaha menahan diri agar tidak berteriak karena sakit yang diciptakan oleh papanya.
Lo harus bisa tahan. Jangan teriak, jangan nangis. Lo laki-laki yang kuat, Kash.
Randy membalikkan tubuhnya, kemudian mencambuk bagian punggung Akash.
CETAR!
CETAR!
CETAR!
CETAR!
Randy melempar tali cambuk, kemudian menghampiri putranya yang lemas.
"Kamu itu bukan anak saya, tapi pembantu! Jangan seenaknya kamu di sini, ya!" Randy menarik kasar tubuh Akash, kemudian mendorongnya ke dinding kamar. Membuat wajah Akash terbentur dinding.
Randy membenturkan wajah Akash berkali-kali pada dinding. Akash hanya bisa menahan rasa sakit yang dirasanya. Kening dan sudut bibirnya sudah berdarah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Pelarian [SELESAI]
Ficțiune adolescenți(Fiksi Remaja - Angst) "Aku akan mencoba lebih baik lagi, aku bisa," ucap lelaki tersebut dalam heningnya malam yang dingin. Akash Abiyan memposisikan dirinya sebagai anak lelaki yang terkuat, lelaki remaja tersebut membantah agar diriny...