"Apa pun yang terjadi pada hidupmu, tetaplah menjadi manusia yang bersyukur. Jangan menjadi manusia yang sombong atau manusia yang selalu mengeluh."
~ Akash Abiyan ~
Pemuda berkulit putih itu menatap wajahnya di depan cermin. Bibirnya melengkung dengan sempurna. Bintik merahnya telah menghilang. Kondisi tubuhnya sudah bugar kembali walau kemarin sempat mendapatkan tiga pukulan keras dari papanya.
"Udah ganteng, kan gue. Mantap!" ujarnya begitu antusias. Pemuda itu mengambil sebuah tas ransel berwarna hitam, kemudian bergegas turun ke bawah. Ia menghampiri kedua orang tuanya yang tengah sarapan di meja makan.
"Nyonya, Tuan, saya berangkat dulu," ujar pemuda itu, dihadiahi tatapan tajam dari Ella dan Randy.
Wanita paruh baya mengenakan blazer berwarna merah berdiri. "Jangan pergi dulu, Akash! Kamu harus makan bekas kami, setelah itu cuci piring!" ujar Ella, membuat Akash mengerutkan keningnya.
"Makan bekas?" tanya Akash ulang.
Randy berdiri, ia mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa memangnya? Kamu mau menolak?" tanya Randy dengan tajam. Akash menggeleng.
"Tidak ada penolakan atas perintah kalian. Karena saya sayang kalian," jawab Akash.
"Bagus." Ella dan Randy bergegas meninggalkan ruang makan, keluar dari rumah. Akash duduk di meja makan. Ia terpaksa menghabiskan bekas makan orang tuanya.
Usai menghabiskan makanan bekas orang tuanya, Akash membersihkan meja, dan mencuci peralatan makan.
Setelah selesai bersih-bersih, Akash bergegas berangkat ke sekolah.
*****
Wajah kulit putih yang terbanjiri oleh keringat akibat terik matahari di atas langit. Geraknya ke sana dan kemari dengan begitu lincah dan cekatan melakukan smash dari arah bola lawan.
"Ganti posisi! Rendra, lo servis!" titah Akash. Narendra dan Rizal berpindah posisi. Kini Narendra tengah melambungkan bola, kemudian memukulnya dengan keras. Tim lawan berhasil melakukan smash, kemudian memasuki wilayah tim Akash. Akash berusaha melakukan passing, kemudian bola tersebut masuk ke daerah lawan dan mencetak angka.
"Perfect, banget Kash!" puji Narendra.
Semua tim Akash bertepuk tangan. Meski hanya berlatih, Akash dan timnya sangat bersemangat dan berantusias. Apalagi Akash nampak serius dan ambisius.
Pemuda itu duduk di tepi lapangan, kemudian mengibaskan tangannya sebagai kipas angin. Tiba-tiba beberapa siswi datang, menghampiri Akash. Mereka membawa kipas baterai.
"Ayang Akash gerah, ya? Sini aku kipasin aja," ujar siswi berambut ikat dua.
"Ayang, aku kipasin aja. Jangan sama dia!" ujar siswi berambut lurus sebahu.
"Ayang Akash mending aku aja yang kipasin! Kalian pergi sana! usir siswi berambut ikat satu mengenakan bando. Akash memijit pelipisnya. Sungguh ia tidak pernah menginginkan hal itu terjadi. Netranya mencari seseorang untuk membantunya keluar dari kerumunan siswi-siswi centil.
Tiba-tiba gadis bersurai lurus datang, membelah kerumunan para siswi centil. "Awas-awas ada air panas!" teriak gadis itu dengan keras. Ia menarik tangan Akash, kemudian mereka berlari dari kerumunan. Mereka berlari sangat kencang.
"Hey! Cewek ganjen itu bawa Akash kita! Ayo kejar!" seru para siswi-siswi centil.
Akash dan gadis itu terus berlari. Hingga akhirnya mereka bersembunyi di balik dinding sekolah belakang. Akash mencoba mengatur napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Pelarian [SELESAI]
Fiksi Remaja(Fiksi Remaja - Angst) "Aku akan mencoba lebih baik lagi, aku bisa," ucap lelaki tersebut dalam heningnya malam yang dingin. Akash Abiyan memposisikan dirinya sebagai anak lelaki yang terkuat, lelaki remaja tersebut membantah agar diriny...