XIII [Fleuve (3)]

8.4K 1.2K 1
                                    

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

"Dingin ... bau anyir hewan ... mungkinkah gunung?" gumam Aludra.

Gadis itu masih bercengkerama di atas sofa dalam markas. Memikirkan suatu tempat yang bisa dijadikan sebagai tempat penyekapan. Tapi semakin ia pikirkan, semakin mendapatkan jalan buntu. Pasalnya ia tidak terlalu tahu seluruh tempat yang memiliki ciri-ciri seperti itu.

Keberadaannya di markas ditemani oleh Keenan. Salah. Justru dia yang menemani Keenan yang sedari mengeram di tempat duduknya. Sebenarnya ada Rio juga, tetapi entahlah lelaki itu tiba-tiba menghilang. Aludra pun membiarkannya karena bukan urusannya. 

Tugas yang diberikan kepadanya adalah mencari tempat disekapnya Aruna. Ia pikir ini akan lebih mudah, ternyata mudah-mudahan tidak membuatnya gila. Tapi setidaknya ini lebih baik dibandingkan ia harus berhadapan dengan seseorang untuk wawancara.

Kepalanya saat ini sudah tidak pusing lagi, tapi masih terasa sakit jika dipegang dengan sengaja. Meskipun begitu, ia masih perlu menunjukkan performanya untuk membuktikan bahwa ia sedikit berguna berada di sini.

Aludra sudah mencarinya di internet, hanya saja tidak ada yang sesuai dengan yang disebutkan oleh Aruna. Di dalam pikirannya hanya gunung yang mendekati.

Karena sedikit sulit untuk berpikir, ia ingin bertukar pikiran dengan Keenan. Sebulan berada disini, mereka berdua hanya berbicara sedikit dan sesuai kepentingan. Sedikit merasa tidak nyaman juga jika terlalu lama tidak bisa dekat dengannya.

"Lo lagi ngapain?" Pasalnya Aludra tidak mengerti apa yang dilakukan Keenan sampai serius begitu di depan komputernya.

Keenan menyingkirkan wajah Aludra yang mulai mendekat dengannya. "Urus tugas lo sendiri. Tugas lo belum selesai 'kan?" tanyanya.

Aludra menggeleng. "Gue mau bertukar pendapat sama lo," ucapnya.

"Soal apaan?"

"Kemungkinan gak dia disekap di area pegunungan?" tanya Aludra.

Keenan tidak bisa lagi menahan untuk tidak tertawa di depannya. Tapi kali ini ia melepas semua tawanya mendengar pertanyaan dari Aludra. Terlalu lucu untuk dilontarkan sebagai pertanyaan. 

"Jangan diketawain. 'Kan gue nanya," ucap Aludra.

Adik kelasnya itu menyeka air mata yang sempat keluar. "Lo yang aneh nanyanya. Kalo lo bisa mikir pake otak, seharusnya lo udah tau tempatnya ada dimana."

Ucapannya yang meremehkan itu membuat Aludra tidak lagi bertanya dengan Keenan. Lebih memilih untuk di sofanya kembali sambil berpikir, tanpa sadar muncullah semburat senyuman yang begitu tipis dari Keenan.

Mikir dengan otak? Dipikir ia memakai dengkulnya untuk berpikir. Berulang kali ia berpikir sampai ....

Ia menutup mulutnya sendiri, terkejut dengan apa yang baru ia pikirkan barusan. Ucapan Keenan benar-benar berfungsi di otaknya.

Kesalahannya hanya di waktu. Ia hanya berpikir ciri-cirinya tanpa mengurutkan kejadian waktu dari Aruna hampir tenggelam di sungai. Tempatnya berada di hutan.

"Lo mau kemana?"

Aludra menoleh saat ingin keluar dari markas. "Makasih," ucapnya semangat sebelum melanjutkan perjalanannya.

Sesudahnya ia berada di hutan, ia butuh penanda agar bisa menandakan bahwa ia sudah melewati tempat itu sebelumnya. Mencoba merogoh sesuatu di kantung baju dan roknya, berharap ada sesuatu yang bisa menandai. Korektor. Agak sedikit tidak ramah lingkungan, tapi masih bisa dipakai. 

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang