XXVI

7.3K 1K 26
                                    

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

Tas yang dipanggulnya di bahu kiri pun diletakkan di mejanya. Walaupun sekarang tangan kanannya tidak bisa digerakkan, Aludra masih memaksakan diri untuk bersekolah.

Sepulang sekolah nanti, ia akan kembali ke rumah sakit untuk transfusi darah yang sebenarnya belum selesai dari kemarin. Bukan karena alasannya bersekolah, itu karena persediaan darahnya habis dan baru ada hari ini.

"Aludra!"

Gadis yang menaruh kepalanya di atas tas ke arah kiri itu pun menutup telinga satunya. Teman yang belum datang – Aludra sengaja datang pagi hari – akhirnya datang juga dengan suaranya itu.

"Bisa gak sih, gak usah teriak-teriak?" omel Aludra.

Dara terkekeh. "Maaf. Tumben seragam lo bener? Oh...berarti masalah lo sama kepala sekolah beneran tentang seragam lo ya?" terkanya.

Mana sempat ia pulang ke kosan hanya sekedar berganti baju. Ini saja ia mendapatkan bajunya dari Pak Carlos yang belum sempat ia apa-apa kan. Satu lagi, ditambah jaket Ace yang sengaja dipinjamnya untuk menutupi perban yang membalut lengannya. Satu keluarga yang benar-benar komplit kebaikannya.

Aludra membenarkan saja ucapannya, masih tidak kuat untuk membalas ucapannya itu.

"Eh iya ... lo udah denger belum?" tanya Dara.

"Denger apa?"

"Kayaknya udah banyak deh beritanya. Masa lo gak tahu?" Gelengan Aludra membuat Dara gemas dengannya. "Itu lho yang lukisan Andromeda yang hilang," ucapnya.

"Oh yang itu." Mana Aludra tahu berita mana yang dimaksud Dara.

"Kemarin lukisan itu ditemukan. Dan gue baca artikelnya, yang nangkap pelakunya itu anak sekolah kita. Gila keren banget gak sih mereka?" Dara bersemangat saat bercerita.

"Tapi gue lihat di artikel lain, yang nangkap itu polisi," sangkal Aludra. Ia juga tahu artikel yang bocor itu dari Keenan kemarin.

"Itu masih jadi perdebatan sih. Soalnya udah banyak yang lihat artikel tersebut dan sekarang di apus. Tapi kalau memang benar anak sekolah kita, gue salut sama mereka," ucap Dara bangga.

"Kenapa?"

"Gue salut karena bisa menaruhkan nyawa mereka demi lukisan itu."

Aludra mengulum senyumannya. Ia merasa seperti dapat pujian kembali dari sahabatnya. Memang benar yang dikatakan oleh Dara, mereka sampai mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencegah mereka berhenti.

"Tapi gue lebih penasaran ini sih."

"Apa?"

"Kemarin lo gak masuk kenapa? Gue pikir lo sakit. Mau nyamperin, tapi gue gak tau lo tinggal dimana. Ponsel lo mati terus. Frustasi gue tiba-tiba temen gue ilang." Dara bahkan sambil mengacak-ngacak rambutnya.

Aludra terkekeh canggung. "Ada sesuatu yang gue urus." Entah mau sampai kapan ia berbohong seperti ini terus kepada Dara.



***



"Al, ke kantin yuk," ajak Dara.

Sejak tadi posisi Aludra benar-benar tidak berubah, selalu menaruh kepalanya di atas tas. Hanya sesekali mendongak ketika guru sedang mengajar.

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang