XXXIII [NISN (5)]

6.6K 1K 3
                                    

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

Tuk ... tuk ....

Ace menghantukkan kepalanya beberapa kali setelah melihat papan pengumuman mengenai peringkatnya. Dari lima ... menjadi tujuh belas? Masih tidak bisa ia percaya. Walaupun ia sudah menganggap ini simulasi, tapi tetap saja ia merasa gagal.

Hantukkannya terhenti ketika ada sebuah tangan yang menghalangi keningnya untuk bersetuhan dengan dinding.

"Lepasin Kai," pinta Ace yang sedang tidak ingin diajak bercanda.

"Bisa luka kalo lo gitu terus," peringati Kai. "Gue gak bisa kasih kata-kata, tapi cuma mau bilang. Gapapa. Itu doang," ujarnya.

Walaupun hanya satu kata itu, Ace berpikir jika dirinya terlalu mementingkan nilai dibandingkan apapun. "Maaf tadi gue emosi," ucapnya membalikkan badan untuk disenderkan ke dinding.

"Gak usah minta maap. Mending lo liat itu," suruh Kai.

Ace melihat apa yang Kai lihat. Raihan dan Kenzo yang baru datang ke majalah dinding. Melihat keduanya saling bersorak karena peringkatnya naik.

Tetapi bukan itu yang mereka perhatikan, melainkan telinganya. Kenzo tidak memiliki tindik. Beda dengan Raihan, terpasang satu tindik di telinga kanannya dan dua tindik di telinga kirinya.

"Raihan," gumam Ace.

"Kita singkirkan Kenzo jadi tersangka," ucap Kai.

Ace mengangguk setuju. Kini mereka perlu memperhatikan Vano, Axel, dan Bryan. Tidak terlihat tanda-tanda keberadaan mereka disana. Entah mereka sudah melihat atau menghindar untuk melihatnya.



***



Aludra menoleh ke arah Dara yang sejak tadi menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan atas meja. Ia sudah menduga hal itu akan terjadi karena pasti Dara sudah membaca surat yang ditulis olehnya. Entah Dara akan menyadari bahwa itu tulisannya atau bukan, ia sudah menyampaikan pesan Vano kepada Dara.

Aludra menggoyangkan bahunya. "Ra, lo kenapa?" tanyanya berpura-pura tidak tahu.

Dara mendongakkan wajahnya. Terpampang jelas lingkaran hitam yang menghiasi matanya dan matanya terlihat sembab. Aludra yakin bahwa Dara habis menangis.

"Al."

"Ya?"

"Gue batal jalan sama kak Vano," rengek Dara.

Aludra melihat Dara akan menangis kembali. Ia segera membawanya ke dalam pelukan sambil mengelus pelan punggungnya. Memang tidak terdengar suara tangisnya, hanya saja ia merasa bahwa bajunya basah karena air mata.

"Gue gak tahu alasan kak Vano ngejauh sampai batal buat jalan," senguk Dara sambil menarik ingusnya kembali.

Aludra ragu untuk mengatakannya kepada Dara. Akankah baik-baik saja jika Dara tahu bahwa dirinya kemarin bertemu dengan Vano? Atau mungkin hubungan mereka akan regang karena Aludra ikut campur dengan masalah percintaannya?

"Kasih tahu aja. Gue yakin teman lo bakal paham."

Tubuh Aludra sedikit menegang saat mendengar suara tersebut. Jawaban yang benar-benar ia butuh kan saat itu. Ia lupa jika sedang melakukan komunikasi dengan Rio. Ia berpikir untuk menuruti perkataannya.

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang