LIX

6.8K 972 3
                                        

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

Tidak pernah tersirat di benaknya Gery bahwa anaknya akan berkata sepedih itu. Tidak, ia tidak menyalahkan Aludra yang telah membencinya. Justru ia menyalahkan dirinya karena pernah meninggalkan Aludra dengan wanita kejam itu.

"Sekarang kamu mau apa? Mau kembali dengan Nola? Dia sudah berada di tempat yang seharusnya." Gery tidak bisa mengatakan bahwa mantan istrinya ada di rumah sakit jiwa.

"Gak usah muncul lagi di hidupku. Mudah 'kan?"

Tidak mudah sama sekali bagi Gery. Walaupun sudah terpisah lama, ia sama sekali tidak ingin melepaskan Aludra begitu saja. Tujuannya kemari pun untuk mengambil hak asuhnya.

"Jangan pernah minta hal itu ke Papa." Gery menggeleng sambil tersenyum, terlihat matanya menahan air matanya turun. "Papa tidak bisa melakukan itu," ucapnya getar.

"Sama." Aludra menggantungkan kalimatnya. "Aku juga gak mudah nerima Papa balik," balasnya lirih. "Setelah kalian biarin aku jalanin hidup sendirian, aku berpikir kembali. Yakin Papa mau ambil hak asuh aku? Yakin keluarga Papa bakal terima aku? Dan yakin apa bisa aku lewatin semuanya sendirian? Semuanya ada di pikiran aku sekarang."

"Papa bukan mama kamu. Maafkan Papa jika pernah membiarkanmu seperti itu. Tapi sekarang Papa bakal jagain kamu, Vie juga bakal sayang sama kamu. Memang kamu butuh waktu untuk terima semuanya, tapi Papa yakin bisa diterima di keluarga Papa. Kamu juga yakin itu 'kan?"

Gadis itu menundukkan wajahnya, menyembunyikan tangisnya. Jarang sekali ia menangis jika tidak benar-benar bersedih. Hatinya getar, tidak tahu harus menjawab apa.

"Papa tidak pernah meminta kamu untuk cepat berbaur dengan keluarga Papa, tapi Papa mohon ..." Gery terdiam sejenak. "Kamu jangan minta hal seperti itu lagi. Papa tidak sanggup jika harus menuruti permintaan itu," larangnya.

"Kasih waktu aku buat pikirin semuanya." Aludra masih belum bisa mengambil keputusannya, ini menyangkut kehidupannya ke depan.

"Bisa Papa berharap tentang keputusanmu nanti?"

Aludra menggeleng. "Jangan terlalu berharap dengan keputusanku, Pah. Apa pun keputusanku nanti, Papa harus terima." Satu tangannya terus menggenggam tangan Rio. "Selama ini aku udah nanggung semua penderitaan. Sepertinya aku terdengar jahat sebagai anak." Ia tertawa canggung. "Aku mau Papa juga menderita, sama seperti apa yang aku alami. Bukan cuma Papa, tapi Kak Leoni juga," tuntutnya.

"Kamu pikir Papa bahagia selama ini?"

"Of course. Tujuan Papa menikah pasti ingin mencari kebahagiaan. Gak mungkin–"

"Selama tidak ada kamu, Papa masih belum merasakan kebahagiaan yang kamu maksud. Anak Papa itu dua, Leoni dan Aludra. Dan sekarang anak Papa jadi tiga, mereka akan selalu menjadi tanggung jawab sampai Papa sudah tidak ada lagi nanti." Gery terus berusaha membujuknya. "Tapi kalau kamu mau Papa tidak bahagia, Papa akan lakukan itu jika kamu merasa lega."

"Oni juga bakalan lakuin apa yang kamu mau kalo itu yang buat kamu lega." Sedikit berat untuk menurutinya, tapi Leoni juga merasa bersalah dengannya.

"Jangan berpikir terlalu lama ya. Papa selalu menunggu jawaban kamu."

Itulah senyuman terakhir yang Aludra lihat sebelum papanya dan Leoni memutuskan untuk keluar dari kamar.

Ketika menutup pintu itu, Leoni langsung menjatuhkan tubuhnya di lantai. Menyembunyikan wajahnya di pelukan lututnya. Terdengar jelas dari dalam sana jika Aludra menangis, membuat Leoni tidak bisa menahan tangisnya lagi.

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang