LVIII

6.2K 926 2
                                    

ఇ ◝‿◜ ఇ

Happy Reading

ఇ ◝‿◜ ఇ

"Al, gak mau bangun?"

Rio menepuk pipinya berulang kali dengan lembut. Ia sudah tahu jika Aludra sudah tersadar dari pengaruh obatnya, hanya saja ia berpura-pura belum terbangun. Mungkin masih tidak ingin bertemu dengan kakaknya.

Ia juga sudah tahu apa yang terjadi kemarin sampai Aludra seperti ini. Padahal belum genap dalam sebulan Aludra mengamuk, timbul lagi masalah ini. Ternyata cukup sulit menjaganya, tapi justru itu tantangannya. Tantangan baginya untuk terus menjaga Aludra.

"Al, udah yuk pura-puranya. Gue tau lo udah bangun," timpal Rio yang masih menepuk pipinya. "Bangun dulu sebentar, cuma ada gue disini. Kak Leoni lagi keluar."

Akhirnya yang ditunggu pun tiba, Aludra perlahan membuka matanya. Mengizinkan cahaya masuk ke dalam retinanya.

"Lo gak bohong 'kan?" Aludra menyipitkan matanya, mencari kebenaran dari raut wajah Rio.

"Ngapain gue bohong ama lo. Bangun aja. Emang lo gak laper?" Melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul 9 pagi.

"Laper lah. Gue belum makan malem kemarin." Mengingat mereka langsung terburu-bur menyelesaikan kasusnya.

"Tuh makan." Rio menunjuk nampan yang berisikan beberapa makanan dengan dagunya.

Aludra mendengkus. "Ketauan dong kalo gue udah bangun."

"Terus mau gue beliin? Ogah. Motor gue masih ditinggalin disana, belum gue ambil."

"Lo tinggal ambil sekarang. Beres."

"Lo mau ditinggal sendirian? Beneran? Nanti Kak Leoni dateng, gimana lo hadapinnya? Ya gapapa kalo lo mau sendirian. Gue tinggal pulang." Rio beranjak dari duduknya. Meregangkan sedikit otot tubuhnya yang terasa kaku. "Gue pulang nih," pancingnya berjalan menjauh darinya.

Aludra menarik ujung bajunya. "Gak usah. Disini aja. Jangan tinggalin gue sendiri dulu," pintanya dengan nada kecil.

"Lo tau gak sih, Al?" Kepala Aludra mendonggak. "Lo tuh kemakan gengsi. Lo gak bener-bener benci sama mereka, sama kayak lo perlakuin Mama lo waktu kita mau kemah dulu. Tadi malem lo cuma kaget aja dengernya, hati lo masih berpegang teguh kalo lo gak punya kakak," papar Rio.

"Gue masih takut berhadapan sama keluarga gue. Keluarga gue sejak kecil ya Mama, bukan mereka berdua. Kalo pun–"

"Itu karena lo belum denger penjelasan dari sisi mereka. Kalo mau semuanya jelas, lo denger semuanya walaupun gak masuk akal. Gue tau lo penasaran, makanya jangan terlalu kemakan gengsi. Tanyain semuanya apa yang buat janggal di hati lo, biar lo lega juga." Rio kembali duduk di bawah, menepuk pucuk kepalanya. "Gue tetep disini kalo lo gak mau sendirian," ucapnya.

Aludra mengangguk. Sedikit lega karena ucapannya dan juga ia mulai memberanikan diri jika bertemu dengan kakaknya nanti.

"Yaudah makan. Katanya laper. Gue gak bisa keluar, dilarang sama anak TK," sindir Rio.

Aludra menggeleng. "Mau denger suara Kai." Entah mengapa ia tiba-tiba ingin mendengar suaranya.

Rio mengerutkan keningnya. "Lo ngidam atau gimana? Gak gue apa-apain beneran tadi malem." Bisa-bisa ia langsung kena pasung oleh Leoni. "Suara Kai emang bisa bikin kenyang?" tanyanya penasaran.

"Telepon aja." Aludra bahkan sudah tidak tahu lagi letak ponselnya dimana.

Dengan penuh tanda tanya, Rio langsung meneleponnya. Daripada Aludra meminta macam-macam lagi, sekalian saja dua anak itu ia teleponnya. Mungkin hanya Keenan yang tidak mengangkatnya karena sibuk tidur.

Cassiopeia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang