30 [end]

6K 163 12
                                    

Raline udah berhasil ketemu sama ayah Jason, begitu pun gue. Sesuai harapan, laki-laki yang ternyata memiliki darah Indonesia itu memiliki sifat yang baik dan sangat menerima anaknya.

Gue seneng sekaligus semakin lega, karena nggak perlu khawatirin Jason karena dia udah ada di sisi orang yang tepat. Jason juga terlihat nyaman-nyaman aja bersama ayahnya. Tinggal Raline sama ayah Jason aja maunya gimana sama hubungan mereka.

Gue juga udah pulang, udah tiga hari ada di rumah. Gue nggak kasih kabar ke Jessi saat mau pulang, niatnya mau kasih kejutan ke dia, tapi begitu gue sampai, malah gue yang terkejut karena Jessi nggak ada di rumah.

Lebih terkejut lagi saat mendengar kalau Jessi udah berangkat ke Bandung. Tega banget dia nggak kasih kabar dulu, orang rumah lainnya pun nggak ada kasih tahu gue.

Gue nggak langsung nyusul karena masih mengalami mabuk pascaterbang. Rencananya besok, pagi-pagi sekali gue mau nyamperin Jessi, mau kasih dia kejutan yang tertunda bermodal alamat yang mama mertua kasih dan pengetahuan mengenai di mana sekolah tempat istri gue itu mengajar.

Pokoknya gue mau kasih dia kejutan yang pasti bakal bikin dia terkejut, seterkejut-terkejutnya. Gue akan kasih Jessi hal yang paling berkesan, siapa tahu kan dia langsung kelepek-kelepek sama gue, persis ikan yang ada di kolam kering kemudian membutuhkan air, hahaha.

Semua yang gue butuhkan udah dipersiapkan, jadi besok tinggal berangkat aja dan langsung eksekusi. Ampun, bahasa gue. Padahal cuma mempersiapkan diri aja, bukan mempersiapkan apa-apa. Oke, intinya gue exsayted banget mau ketemu orang yang paling gue cinta.

***

Mau marah nggak bisa. Diem aja malah bikin kepala pening. Begini kalau detik-detik mau jam istirahat, peserta didik yang gue ajar fokusnya udah mulai berkurang. Padahal cuma lima belas menit lagi loh, sebentar lagi bel pasti berbunyi, gua juga tinggal ngasih ulasan mengenai materi yang udah diajar hari ini aja, sedikit lagi.

Namun, mereka justru malah ada yang asyik mengobrol, memainkan ponsel, bahkan yang paling parah ada yang bersolek.

"Tolong perhatikan dulu ya, ini sedikit lagi udahan kok," ucap gue pada akhirnya karena kelas semakin tidak kondusif. Berisik.

"Bu!" sahut salah seorang di antara 25 murid yang ada di kelas. Gue kemudian menatap siswa laki-laki itu, ia menunjuk ke arah jendela di mana beberapa murid sudah berlalu-lalang.

"Kelas sebelah kayaknya udah istirahat tuh," lanjutnya.

Gue mengerti kalimat penuh kode itu, yang mana menyuruh gue untuk langsung membubarkan kelas saja walau belum pada waktunya.

"Nanti, ya, sabar," balas gue selembut mungkin. "Jam istirahatnya 15 menit lagi buny-"

"Cek-cek!"

Suara speaker kelas memotong apa yang ingin gue katakan, menjadikan suasana kelas yang tadinya ribut menjadi hening seketika, para peserta didik kini terdiam fokus.

Biasanya jika benda itu berbunyi, maka pasti akan ada pengumuman yang sangat penting.

"Perhatian semua, mohon maaf apabila mengganggu aktivitas belajar mengajarnya."

Gue mengerutkan kening mendengar suara yang keluar dari benda yang terpasang di pojok atas kelas tersebut. Suara laki-laki, dan sepertinya gue mengenal suara itu.

Namun mustahil kalau suara itu benar dikeluarkan oleh orang yang gue kenal, dia kan lagi di luar negeri. Apa gue lagi berhalusinasi?

"Pengumuman, panggilan kepada istri tercinta saya ....

Suasana kelas kembali gaduh setelah kalimat yang kembali keluar dari alat pengeras suara terdengar, anak-anak tertawa, sementara kening gue sepertinya sudah semakin dalam berkerut.

Love Scenario [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang