28

2.9K 167 2
                                        

Mungkin, seharusnya gue menjauh dari Raline saat pertama kali melihat dia datang. Bukan malah berdiri memperhatikan interaksinya dengan Jason, dan kini justru wanita itu sudah ada di hadapan gue.

"Raline?"

Suara seseorang membuat si pemilik nama berhenti menatap gue. Pun dengan gue yang langsung membalikan tubuh karena sumber suara itu berasal dari belakang punggung.

"Mario?!" pekik Raline dan langsung berjalan ke arah cowok itu.

Gue sedikit meringis saat wanita itu entah sengaja atau enggak menabrak bahu gue. Gue nggak tahu mata Raline ditaruh di mana sampe gue yang segede ini bisa ketabrak. Dan selanjutnya, apa yang dia lakukan jujur membuat gue terkejut. Dengan kepala dan mata gue sendiri, gue menatap bagaimana Raline memeluk Mario.

Mario yang memang berdiri di hadapan gue, menatap gue dengan sebelah alisnya yang terangkat, seakan bertanya apa yang sudah terjadi. Gue mengangkat kedua bahu sebagai jawaban, kemudian menoleh ke samping bawah saat gumaman dari seseorang berhasil tertangkap indra pendengaran. Ternyata Jason, dia menatap mommynya, mungkin masih merindukan mommynya itu, tetapi mommynya malah menghampiri Mario.

Gue segera menggenggam lengan lengan mungilnya.

"Lo ke mana aja Raline?" pertanyaan dengan nada penuh penekanan itu membuat gue langsung kembali menatap ke depan, di mana Raline dan Mario kini sudah tidak berpelukan. "Lo tahu nggak kalau Jason itu sampai sakit gara-gara lo nggak ada, dia nyariin lo!"

Raline langsung membalikan tubuh setelah Mario menyelesaikan ucapannya. Wanita itu berlari kecil menghampiri Jason kembali, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh bocah itu.

"Jason sakit?" ucap Raline yang sangat jelas tertangkap indra pendengaran gue. Dari nadanya, wanita itu jelas khawatir.

"Iya Mommy, Jason sakit, badan Jason panas, tapi sekarang Jason udah sembuh."

"Jason yakin?"

"Iya Mommy."

Raline kembali membawa Jason ke dalam pelukannya. Samar, gue mendengar Raline mengucapkan kata maaf. Sepertinya Raline benar-benar merasa bersalah karena sudah meninggalkan anaknya begitu saja.

"Ayo masuk, kita perlu bicara!" ucap Mario memotong interaksi antara Raline dan Jason. Ibu dan anak itu kemudian menuruti ucapan Mario, berjalan bersisian masuk ke rumah. Gue sama Mario mengekor di belakang.

Di ruang keluarga, ada Mama Ajeng yang tengah duduk. Beliau terlihat sangat terkejut begitu melihat kehadiran Raline, dan dengan segera menyambutnya dengan pelukan.

Gue hanya bisa menontoni keakraban mereka.

"Kamu dari mana aja, Raline?"

"Raline ...." Wanita itu tidak menjeda ucapannya, dia menatap gue. "Raline bakal jelasin, tapi Jason ...." lanjutnya kembali menjeda, kali ini menunduk menatap seseorang yang digenggamnya.

Gue mengerti. Raline secara nggak langsung minta tolong sama gue untuk membawa Jason. Gue lantas menggenggam jemari Jason dan mengsejajarkan tubuh dengannya.

"Jason, kita main bola lagi yuk sama Aunty," ajak gue seraya tersenyum. Bocah itu tampak ingin menolak, tetapi gue tarik lengannya dengan lembut. "Yuk!"

Jason akhirnya menerima. Gue sama dia akhirnya kembali ke luar, sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu, gue mendengar suara isak tangis seseorang yang juga membuat Jason menatap gue. Sepertinya bocah itu tahu kalau suara tangis itu dihasilkan oleh ibunya.

"Mommy kenapa nangis Aunty?" tanya Jason.

"Mungkin terharu," jawab gue asal yang membuat Jason semakin menatap gue dengan kening yang berkerut.

"Terharu itu apa?"

"Terharu itu nangis karena bahagia." Gue mengelus kening Jason hingga kerutannya berangsur menghilang. "Mungkin Mommy terharu karena bisa ketemu Jason lagi."

Bocah itu mengangguk, entah karena mengerti atau hal lainnya. Kami kemudian kembali bermain dengan benda berbentuk bulat itu.

***

Gue sangat lega juga bahagia karena hubungan gue sama Jessi dan Mama Arum sudah membaik. Jessi bahkan mau membuka hatinya untuk gue. Gue sangat menyesal atas kejadian kemarin, tapi balik lagi, gue bisa mengambil pelajaran dari kejadian ini semua. Contohnya, jangan ngambil keputusan secara gegabah dan terburu-buru, pikirkan baik burunya dan dampak seperti apa yang akan terjadi bila gue mengambil suatu keputusan itu.

Semuanya sangat penting untuk dipikirkan karena gue bukan anak kecil lagi. Gue udah gede dan tentunya udah berkeluarga. Tinggal punya anak aja sama Jessi.

Kini gue lagi menatap Raline, menuntut penjelasan bersama mama, tentang ke mana perginya wanita itu selama beberapa hari ini sampai bikin Jason sakit dan kita semua khawatir.

Raline menundukkan pandangannya, bahunya terlihat sedikit bergetar. Gue tebak Raline nangis, entah karena apa, dari awal dia muncul gue udah liat kalau mukanya sangat kusut. Bikin gue semakin penasaran aja.

"Raline abis pulang dari rumah mama-papa, Tante," ujar Raline setelah mama pindah duduk ke sebelah wanita itu. Mama mengusap bahunya, seperti tidak tega melihat Raline seperti ini. "Tapi pas Raline mau balik lagi ke sini, mereka larang."

"Mereka larang Raline buat nemuin Jason."

Bahu Wanita itu kembali bergetar. Gue kontan mengernyitkan kening mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Raline, gue cukup heran mengapa kedua orang tua Raline melarangnya bertemu Jason.

Ya, gue ngerti kalau Jason itu anak yang nggak diinginkan, tetapi senggaknya mereka harus ingat bahwa di dalam tubuh bocah itu mengalir darah anak mereka. Lagipula bukan keinginan Jason untuk lahir ke dunia ini.

"Kenapa mereka larang lo ketemu Jason?" tanya gue sedikit gemas. "Lo kan ibunya!"

"Andai pemikiran mereka kayak gitu, Mario" Nada putus asa terdengar ucapan wanita itu. "Nyatanya nggak sama sekali."

Raline menatap gue beberapa saat, kemudian tatapannya beralih kepada mama. "Mereka justru minta Raline buat cari ayah Jason, kalau ngggak, selamanya mereka nggak mau ngakuin Jason dan pastinya kejadian kayak gini bakal terulang, sementara Raline nggak tahu dia ada di mana."

"Tante masih restuin Raline buat nikah sama Mario kan?"

Ucapan Raline tentu saja membuat gue melebarkan mata, gue menatap mama yang juga melakukan hal yang sama, kita berdua sama-sama terkejut.

Dehaman mama terdengar, ekspresinya juga kembali terkontrol. Gue penasaran apa yang akan mama katakan sampai kini secara otomatis gue menahan napas.

"Maaf Raline, Tante udah nggak bisa," ujar mama dan gue mengembuskan napas begitu saja.

Bukan nggak mau bantu, tapi kalau bantunya sampai harus nikahin Raline segala, gue nggak bisa. Gue nggak berniat punya dua istri dan juga nggak mau nyakitin Jessi untuk yang kesekian kalinya.

Raline kembali menunduk, kini bahunya bergetar hebat. Sejujurnya gue nggak tega. "Gue juga nggak mungkin nikahin lo, gue udah punya istri!"

"Tapi cuma lo yang bisa bantu gue."

"Nggak cuma gue, pasti banyak, dan banyak cara juga supaya orang tua lo bisa terima Jason, gue jamin." Gue mengembuskan napas secara perlahan, sedikit bingung harus menyampaikan apa lagi.

"Gimana kalau kita cari ayah Jason sama-sama, gimana pun dia harus tanggung jawab atas lo sama Jason, gue yakin pasti ketemu!"

Love Scenario [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang