25

2.9K 159 10
                                    

Mama masih senyum-senyum sendiri saat gue perhatikan. Tidak ada wajah cemberut, marah, kesel, seperti tempo hari setelah hari kemarin. Gue jadi curiga kalau ternyata mama punya gebetan alias jatuh cinta lagi.

Gue nggak masalah, sih, sebenernya. Cuma, ya, penasaran aja liat muka semringah mama. Apa iya seperti yang ada di pikiran gue?

"Mama punya pacar, ya?" tanya gue langsung dibalas pelototan olehnya.

"Sembarangan!!"

"Ya terus kenapa, kok mukanya kayak orang seneng gitu?"

"Emang lagi seneng beneran!!" seru wanita itu. "Mama seneng ternyata Mario nggak mengkhianati kamu!"

Gue menaikan sebelah alis menatap mama setelah mendengar pernyataannya. Gue agak ... terkejut gitu, nggak bisa berkata-kata, bingung harus ngapain saat ini selain menatap wanita itu.

Fungsi otak gue mendadak berhenti.

"Kemarin Mama abis ke rumah Mario nemuin Akbar sama Ajeng," ucap mama. "Minta penjelasan apakah bener anak yang kemarin itu bukan anak kandung Mario."

"Ternyata mereka juga baru tahu setelah ribut besar ini kalau ternyata anak yang disangka anak Mario itu ternyata bukan anaknya, tapi nggak apa-apa yang penting sekarang udah clear," lanjut wanita itu. "Mama juga udah minta maaf loh sama Ajeng atas perbuatan Mama tempo hari."

Mendengar nama mama Mario disebut, otak gue kembali berjalan. Karena jujur, gue bener-bener kepikiran sama perseteruan antara mama dengan mama Mario itu, gak biasa aja liat dua orang yang biasanya lengket banget malah kayak mau saling bunuh.

"Gimana, Tante Ajeng mau maafin Mama?"

Mama mengangguk. "Tapi ya gitu, dia masih sakit hati katanya."

"Ya pasti!!" ucap gue. "Terus Mama gimana, kenapa Mama putusin buat maafin Mario gitu aja?" Gue masih penasaran dan belum mendengar alasan mengapa mama maafin Mario.

"Jessi belum denger loh alasan Mama!"

"Karena Mama masih mau Mario jadi menantu Mama. Selain itu juga, karena bersatunya kamu sama Mario adalah keinginan terakhir mendiang papa." Mama menatap gue. "Jadi ya mau gak mau Mama harus maafin dia."

"Mama labil banget!" seru gue, mengutarakan apa yang gue rasain, gak peduli kalau mama bakal marah karena nada bicara gue yang nggak sopan.

"Bukan labil!" kilah wanita itu. Kalau bukan labil apa dong? Jelas-jelas sikap mama labil banget. Kemarin marah, masa sekarang udah baik lagi. Semudah itu.

"Mama cuma emosi aja, namanya emosi ya gimana?" Lagi-lagi, wanita itu menatap gue dengan bola mata yang nyaris keluar. "Emang kenapa, sih, kok kayaknya kamu nggak suka?!"

Gue sedikit terkejut mendengar pertanyaan mama yang tiba-tiba, terlebih dengan isinya. Gue bukan nggak suka mama maafin Mario, tapi ... apa reaksi gue keliatan banget kayak yang mama bilang?

"Bukan kayak gitu, Ma ...."

"Terus kayak gimana, apa Mama harus marah-marah terus sama Mario?"

"Nggak juga ...."

"Ya udah, jangan jadi orang yang suka liat orang lain ribut."

Ish, apa gue keliatan kayak gitu?

***

Tahu-tahu, mama nyuruh gue pakai pakaian bagus dan beberapa jam kemudian, tiba-tiba saja Om Akbar, Tante Ajeng, tentunya sama Mario bertandang ke rumah.

Kenapa mereka ke sini tanpa sepengetahuan gue? Jelas gue kaget, menatap mama yang kini berdiri di sebelah gue menyambut ketiga orang itu dengan bola mata yang rasanya nyaris keluar, lagi.

Love Scenario [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang