24

2.7K 158 2
                                    

Gue enggak tahu, apakah kini gue masih ada di alam mimpi atau udah ada di dunia nyata. Seinget gue, sih, gue udah bangun beberapa menit yang lalu walau belum cuci muka sama sekali.

Apa mungkin yang gue liat saat ini bukan manusia, melainkan kotoran yang ada tepat di mata? Gak mungkin juga, masa iya belek bisa bersuara.

Jelas-jelas yang gue liat saat ini adalah Mario. Mario lagi ngobrol sama mama.

Astaga, apa selama gue masih tidur, perang dunia ke tiga telah terjadi?

Gue berlari menghampiri mereka dengan jantung berdebar beberapa kali lebih cepat. Gue hendak mencegah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya kepada mama mau pun Mario. Kali aja mereka berniat saling tampol.

Kedua orang itu menatap ke arah gue begitu beberapa langkah lagi gue sampai ke tempat mereka mengobrol. Derap langkah gue sepertinya berhasil membuat kedua orang itu berhenti melakukan kegiatan sebelum gue datang.

Sekitar sepuluh langkah lagi gue sampai di dekat mereka. Gue lantas memelankan langkah seraya menatap Mario dan mama secara bergantian. Tidak ada hal aneh apa pun, mungkin perang dunia ke tiga itu tidak terjadi, mereka hanya mengobrol?

Namun, tetap aja gue curiga.

"Mama diapain sama Mario?!" teriak gue saking takutnya kalau sampai terjadi apa-apa sama beliau.

Kedua orang itu hanya terbengong menatap gue. Mungkin heran kenapa gue tiba-tiba bertanya seperti itu kepada mama.

Jelas, sih, kenapa gue nanya kayak gitu. Orang mama itu benci banget sama Mario, kok bisa sekarang tiba-tiba ngobrol berdua, padahal kemarin-kemarin sampai diusir segala.

Kali aja kan Mario jampi-jampi mama?

"Mama gak dikasih mantra sama Mario kan?" tanya gue sekali lagi, kemudian erangan protes sontak terdengar.

"Jangan mengada-ngada, hal kayak gitu enggak mempan buat Mama!"

"Terus kenapa dong Mama mau nemuin dia?" Gue menunjuk Mario seraya menatapnya. "Ngapain juga lo ke rumah gue?!"

Cowok itu kini tersenyum seraya menatap gue. "Gue mau temuin Mama Arum, buat minta maaf sama jelasin kesalah pahaman yang gue timbulin."

Gue langsung menatap mama setelah mendengar ucapan Mario. "Dan Mama maafin dia dan percaya gitu aja sama penjelasannya?"

Mama mengangkat kedua bahunya tak acuh dan gue enggak perlu menuntut lebih lanjut untuk mengetahui jawabannya.

Gue tertawa, mengekspresikan rasa ketidak percayaan atas apa yang gue alami saat ini.

Semudah itu? Lantas aksi mama kemarin-kemarin itu untuk apa, mulai dari marah-marah, mengusir-usir Mario, sampai melabrak Tante Ajeng?

Sepertinya Mario memiliki mulut yang manis sehingga mama memaafkannya dengan mudah.

Gue masih enggak percaya, tapi paling enggak dengan mama memaafkan Mario hubungan keluarga dia sama keluarga gue pasti bakal membaik. Gue enggak enak aja, keluarga kita udah sahabatan sejak lama, masa harus hancur gara-gara hal yang sedikit sepele. Mediang papa di sana juga pasti gak akan suka kalau keluarga ini terus musuhan.

"Tapi Mama masih kecewa sama kamu, ya, Mario!" seru wanita itu seraya menunjuk seseorang yang diajaknya bicara. Senyum lebar yang tadinya berkembang di bibir cowok itu, kini langsung memudar setelah mama berbicara seperti itu.

Dia langsung menunduk dan mengangguk. "Sekali lagi maafin Mario, Ma," balasnya kemudian kembali mengkat kepala dan menatap mama. "Mama masih restuin hubungan Mario sama Jessi kan?"

Love Scenario [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang