Incident

737 103 12
                                    

Arka menarik nafas panjang, dia siap dengan hidangan utama dari rencana awalnya kali ini. "Tapi, ada hal lain yang lebih penting yang mau Arka sampein pa."

Reaksi dari tiga orang disana berbeda, Senja yang kembali menatap Arka penuh tanya, Fajar yang berusaha menahan untuk tidak berbicara pada Daniar, dan Daniar yang menatap tajam Arka.

"Selama ini, ibu sering berusaha celakain Senja."

"Arka!" Daniar berteriak, membanting sendok di tangannya dan hampir berdiri namun Fajar tahan.

Sementara Senja terbelalak kaget, memang ini rencananya sih. Tapi gara-gara tadi, dia pikir Arka membatalkannya.

"Tolong tahan ibu." Pinta Arka pada Fajar yang segera Fajar lakukan.

"Lepasin aku mas!"

"Diam Daniar!" Fajar membentak, cukup untuk membuat kaget siapapun yang mendengarnya. Bahkan Daniar tidak berani untuk menoleh lagi.

Arka menarik nafas, neredakan detak jantungnya yang menggila juga kepeningan di kepalanya. "Ibu berusaha bikin Senja keluar dari sekolah dengan nyuruh orang gembesin ban mobil kepala sekolah, juga yang nyoret loker. Ibu juga bikin ART di rumah Senja keluar. Yang terakhir, ibu berusaha nyogok bos Senja biar Senja dipecat."

Fajar menatap tajam Daniar di sebelahnya. "Perjanjian kita tidak seperti ini kan Daniar? Saya sejak awal minta kamu jangan libatin anak dan istri saya. Maksud saya mantan istri saya. Apa yang kamu lakuin hah?!"

Perjanjian?

Senja dan Arka saling menatap, sebelum dikagetkan kembali dengan Daniar yang menendang meja tempat mereka makan hingga mengenai Senja juga Arka yang berteriak karena perut mereka terbentur meja juga piring dan gelas yang terjatuh dan mereka yang akhirnya ikut terjatuh ke belakang.

"GILA KAMU?! ADA ANAK KAMU JUGA DISANA DANIAR!"

Arka yang sudah lebih dulu tersadar, membantu Senja berdiri, mengusap noda di kemeja Senja dengan tisu yang tergelat di bawahnya.

Fajar berdiri, memijit keningnya yang berdenyut hebat. "Setelah anak kita lahir, saya ceraikan kamu. Hutang ayah saya, saya lunasi setengah dulu, sisanya secepatnya saya bayar. Jangan ganggu milik saya lagi, baik Senja ataupun ayah dan ibu saya. Stop donasi kamu untuk yayasan ayah saya juga, kami tidak butuh."

Daniar berteriak kencang, memandang penuh amarah dua pemuda yang menatapnya. Satu dengan tatapan sendu, satu masih terlihat kaget.

"INI SEMUA KARENA KALIAN BERDUA!"

Daniar berlari ke arah tangga yang membuat semua orang terkesiap.

Wanita itu sedang hamil muda, itu terlalu bahaya.

Mengandalkan empatinya, Senja yang pertama kali berlari di susul Arka. Benar saja, Daniar hampir tersandung gaunnya sendiri yang berhasil Senja tarik ke belakang dan tepat mengenai dada Arka.

Semuanya terjadi begitu cepat saat Senja justru terpeleset karena beban tubuh Daniar yang baru saja bertukar posisi dengannya.

Senja terjatuh tanpa sempat Fajar bisa untuk menggapai tangannya.

Bunyi keras tubuh Senja beriringan dengan suara teriakan Fajar dan Arka, juga Daniar yang hanya berdiri mematung setelah Arka melepaskan pelukannya dan berlari menuruni anak tangga mengejar Fajar.

"Arka ambil kunci mobil!"

Arka berlari secepat kilat menaiki tangga dan bergegas ke kamarnya. Tangisnya tidak bisa dia tahan melihat Senja meringis kesakitan dengan darah di kepalanya.

Fajar membantu Arka menggendong Senja dan memasuki mobil, setelahnya Arka masuk di belakang kemudi. "Papa ayo masuk!" Teriaknya tidak sabaran.

"Papa pake mobil sendiri sama ibu kamu, ibu kamu harus bertanggung jawab untuk ini. Dia harus nemenin Senja. Cepat kalian berangkat."

Arka mengangguk mengerti dan bergegas menjalankan mobilnya. Dia tidak bisa menunggu lagi, Senjanya dalam bahaya.

"Senja, please. Jangan bikin gue takut."

■ S E N J A ■

"Senja, dinyatakan koma."

Arka menangis keras di pelukan ayahnya. Iya, Januar Winarta datang entah dapat kabar dari mana. Sementara Davin mundur dan jatuh terduduk yang segera Afkar papah untuk duduk di kursi belakang mereka. Pras tidak kalah terpukulnya, anak itu memeluk Rama yang berdiri di sebelahnya.

Sementara Geo, hanya bisa menahan air matanya yang hampir turun.

Apa lagi ini?

Daniar bergetar hebat di sudut tempat duduk yang lain, membiarkan Fajar menumpahkan kekesalan padanya. Yang berusaha Winarta tengahi dengan menepuk bahu Fajar dan membisikkan beberapa kata.

Arka ditarik Rama untuk mundur, membiarkan tiga orang dewasa itu saling bicara.

Setelah melihat keadaan Senja sebentar, mereka kembali keluar dan duduk di taman. Daniar, Winarta, dan Fajar entah ada dimana.

Davin masih sepenuhnya diam, anak itu benar-benar kaget dengan apa yang terjadi. Padahal dia baru saja menghubungi Senja petang tadi.

"Senja bakal gapapa kan?"

Tangisnya pecah lagi, Pras yang hendak memeluk Davin mengurungkan niatnya saat Arka sudah lebih dulu memeluk sahabatnya.

"Maafin gue Dav, maafin gue."

Davin semakin menangis, membalas pelukan Arka dan menumpahkan semua keresahannya.

Ini bukan salah Arka, dia mengerti.

Davin hanya terlalu takut akan kehilangan seseorang yang sangat disayanginya. Seseorang yang sudah seperti adiknya sendiri. Seseorang yang selalu ingin ia jaga. Seseorang yang tidak akan pernah ada lagi yang seperti dia.

Davin tidak ingin Senjanya pergi.

"Senja pasti baik-baik aja. Kita ke ruangan dia lagi yuk? Biar lo yakin dia masih ada disini. Dia ngga akan pergi."

Ajakan Arka, ia angguki dengan lesu.

Arka benar, Senja pasti tidak akan pergi meninggalkannya kan?

■ S E N J A ■

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang