Istirahat lumayan lengang saat ini, meski ramai tapi tidak sesesak biasanya. Pras duduk di meja kantin paling ujung bersama Gemma sedang mengerjakan tugas. Davin datang dengan baju casualnya, memegang kiko di tangan. Persis seperti bocah SD, menurut Gemma.
"Widih, yang mau ke Bali seger bener bos."
Davin tertawa, "ikut ga bos." Ledeknya pada Gemma.
"Bah, diem lo. Minggu depan gue ke jogja dong."
Pras menggebrak meja lalu mengacak rambutnya frustasi. "Ga usah pamer lo berdua." Pandangannya beralih pada buku, ia menggerutu sebal. "Ini kenapa ga balance balance anying."
Davin mengintip sekilas, angka-angka berjejer di kolom-kolom yang Pras buat. Jurusan IPA di sekolahnya tidak mendapat pelajaran Ekonomi peminatan, jadi Davin tidak pernah tau rasanya tidak balance.
"Ga liat punya Gemma?"
"Asal lo tau, dia lebih bego dari gue." Jawab Pras santai.
"Setan lo." Gemma menggeplak kepala Pras, meski dia ikut tertawa bersama Davin. Ucapan Pras tidak sepenuhnya salah.
Suara sorakan bergemuruh dari arah lapangan, ketiganya menoleh reflek. Di depan ring basket sana, Senja tengah berhigh five dengan Remmi dan yang lain, bahkan ada Julian disana.
"Si Julian anying, bukannya ngerjain tugas."
Pras menggelengkan kepala heran. "Ga usah dikasih contekan ntar, emang kupluk tu anak."
Davin masih asik memperhatikan setiap pergerakan Senja, terlihat bebas dan lepas. Tapi, tidak lebih baik dari Senja yang dulu.
"Gue liat Senja kaya kosong gitu ya, dia emang lebih kerasa friendly dua hari ini. Tapi, dia kaya hilang arah atau mungkin lagi nyari arah?" Gemma mengedikkan bahu, bingung menjelaskan apa yang ia rasakan dalam perubahan Senja.
"Lo liat jawaban kita." Pras mengetukkan pulpennya di atas lembar buku.
"Ga balance kan? Nah gampangannya ini yang lagi Senja rasain. Dia lagi nyari bahagianya biar hidupnya balance lagi kaya yang dia rasain dulu, tapi nyarinya sambil lari-lari." Pras terkekeh pelan tapi Gemma tetap mengerti.
"Kalian diem aja?"
Davin melempar bungkus kikonya yang sudah kosong, ia mendekat pada Gemma. "Menurut lo?"
Dan itu cukup untuk menutup pembicaraan mereka siang itu. Mengembalikan Pras dan Gemma pada soal-soal yang belum terpecahlan, juga Davin yang berangkat ke bandara bersama anggota ekskulnya.
Di samping lapangan sana, Senja mengipasi dirinya dengan tangan. Remmi masih bermain, sedangkan Julian berhenti setelah Pras meneriakinya untuk mengerjakan tugas.
Pipi Senja mendingin, sekotak susu pisang dingin Davin tempelkan disana. "Buat lo."
Tersenyum, Senja menerimanya dengan senang hati. "Thanks." Ucapnya pelan.
"Gue berangkat dulu, lo baik-baik disini."
Senja mengacungkan ibu jarinya, memberikan senyum lebar pada si sahabat yang masih terlihat 'cemas'. "Gue pasti baik-baik, safe flight ya!"
Davin tertawa, "belum juga naik pesawat." Ia ingin mengusak rambut Senja, tapi malas melihat keringat anak itu.
"Jir, keringet lo. Tar keramas lo. Gue pergi dulu."
"Daaaah Davin."
Bahkan sesulit ini untuknya hanya menjadi seorang pengamat, tidak melakukan apapun. Untuk apa keceriaan itu kalau Senja tidak benar-benar merasakannya.
Davin mendesah, mengusap wajah lelahnya. Dia harus fokus pada tournya.
Ponselnya bergetar, ada satu pesan masuk dari Pras.
Pras stress
Fokus, Senja gue yang jagain.
Ga jagain juga sih, pantau😎 mau jadi Pras holmes nih.
Bodoamat. Tapi lo juga mulai padet kan jadwal latian dancenya?
....iya
Mereka hampir lupa, kalau mereka memiliki dunia sendiri yang harus dijalani.
Davin tau ia kalah, perkataan Senja ada benarnya.
■ S E N J A ■
"Gila, lo berdua mandi di sekolah?"Senja tidak memperdulikan suara cempreng Cherry, membiarkan Remmi menjawab untuknya. Ia memilih bermain game di ponselnya.
"Ya mengapa si? Udah biasa juga. Apalagi anak basket, anak voli, futsal. Gue mau kumpul sama anak basket dulu, dipanggil pembina club."
"Ga bolos kan?" Cherry menatap curiga, menahan Remmi yang sudah berdiri.
Menggeram jengkel, Remmi mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan roomchat pada Cherry. "Nih nih liat sendiri. Udah elah lagian jamkos."
"Ya ngga usah marah dong."
Remmi mendumal, meski akhirnya tetap pergi juga. Kalau sedang tidak buru-buru, ia ingin menarik ujung rambut gadis bawel itu.
Kini giliran Senja, Cherry memperhatikan temannya lamat-lamat membuat Senja tidak lagi fokus pada gamenya. "Apa?" Tanyanya datar.
Cherry hanya menggeleng dan menghembuskan nafas panjang. Kalau ini Senja yang lama, pasti akan bertanya dengan rajukan yang khas. belum lagi matanya suka sekali memberi death glare gagal yang malah jadi gemas.
'Yah, namanya orang pasti ada berubahnya kan.'
"Cherry Akirra Melvan?"
Cherry berdiri, "saya bu!" Teriaknya kemudian.
"Ikut saya sebentar."
Cherry bergegas keluar kelas meninggalkan Senja yang terkesiap saat mengingat sesuatu. Dia mengambil botol soda dari dalam laci. Masih ada notes di depannya. Minuman yang dia dapat lagi dari seseorang tidak dikenal dengan inisial A yang kini bertambah dengan M.
Hello, dear.
Aku kasih kamu coca cola kali ini. Kamu jangan makin ganteng, makin banyak yang suka kamu tau?
-A.M
"Ngga mungkin Cherry kan? Dia suka kak Geo."
Senja menipiskan bibirnya, mengingat pembicaraan Cherry dan Pras kemarin siang.
"Cher, kak Geo posting foto cakep banget dah." Goda Prass.
"Apa sih, jangan bikin gue gamon. Udah mau move on nih."
"Bah, udah ada pengganti?"
"Udah dong."
Remmi yang baru bergabung menoel pipi Cherry iseng. "Boong dia, jadi secret admirer jug- sjaksjaksj." Cherry membekap bibirnya dengan tangan.
Senja mengamati tulisan yang ada di notes, lalu mengambil buku Cherry yang tergeletak di atas meja. Mencocokan kemiripan dari dua tulisan itu.
"Ngga sama, tapi agak mirip."
"Senja!"
Senja menoleh ke depan kelas, pada Leon yang memanggil.
"Lo dipanggil ke ruang BK."Wajah Leon, terlihat panik.
■ S E N J A ■
KAMU SEDANG MEMBACA
Crepuscule [JJK] ✔
FanficCrepuscule (n.) the time from when the sun begins to set to the onset of total darkness. Mama bilang, Senja dilahirkan sesaat setelah matahari terbenam, menyisakan cahaya merah yang kemudian hilang diantara kegelapan. Mama bilang, Senja adalah milik...