Arka duduk di depan piano baru milik keluarganya yang baru saja Fajar belikan. Tangannya bergerak lihai menekan tuts piano. Ada kesedihan yang ketara dalam setiap tekanan dari jemari indahnya.
Lagu dengan irama yang membawa perasaan dalam keheningan yang sepi dan sesak.
Permainan berhenti sejenak setelah ponselnya berbunyi, ayahnya menghubungi.
"Iya, ayah?"
"Besok makan malam dengan ayah, jangan menolak. Ayah akan minta izin pada ibumu."
"Iya."
Arka meketakkan kembali ponselnya, memainkan pianonya dengan asal. Tidak akan ada yang mendengar. Rumah barunya belum memiliki pegawai tetap hingga saat ini. Papa dan ibunya masih bekerja sampai malam nanti.
Jika di rumah lama, Arka pasti sudah berusaha mencari seribu satu cara untuk keluar dan menerobos bodyguard ayah. Dia sedikit merindukan momen itu.
Bahkan setelah kebebasan yang dia dapatkan sekarang, rasanya percuma karna tidak lagi ada yang bisa dia tuju. Semua orang sudah kecewa padanya.
"Sepi, gue kesepian."
Arka kembali memainkan pianonya dengan asal, menumpahkan segala kesakitannya dan rasa kesepiannya yang selama sebulan belakangan ini ia tahan. Hingga tidak menyadari seseorang berjalan marah ke arahnya, menarik jemari Arka dari atas tuts piano.
"Ibu?"
"Ngapain kamu kaya orang kesetanan?"
Arka terdiam, bukan hanya kaget dengan kehadiran ibunya, tapi juga dengan ekspresi marah yang ibunya tujukan untuknya. "Arka cuma asal kok bu, nyoba piano baru."
"Dengar ya Arka, jangan berulah begini atau papamu akan berpikir lain. Untung ibu pulang duluan. Masuk kamar dan siap-siap, kita makan di luar setelah ibu mandi."
Daniar pergi dari hadapannya, Arka mencoba mengatur nafasnya yang memburu. Ibunya semakin kasar akhir-akhir ini. Karakter yang mirip dengan adiknya, Freya yang juga ibu Afkar.
Dulu, ibunya memang tidak sepeduli itu dengannya. Wanita itu banyak mendapat tekanan dari ayah dan keluarga ayah. Tapi Daniar yang sekarang, tidak lebih baik dari yang dulu.
"Kebebasan kaya gini yang bikin ibu bahagia ya? Ya udah, Arka juga harus bahagia kan."
Tidak banyak waktu yang Arka butuhkan untuk bersiap-siap. Arka membawa mobil kali ini dengaj arahan ibu, hingga mereka sampai di salah satu resto. Arka tersenyum saat Fajar menyambutnya dari luar.
"Maaf ya, kamu jadi harus ikut makan di luar."
"Ngga papa kok pa."
Arka tersenyum senang mendapat perlakuan sebegini hangatnya dari Fajar, bahkan Fajar lebih banyak menghabiskan waktu dengannya jika di rumah dibanding dengan ibu.
"Besok Art baru bakal dateng, aku ngga kerja dulu ya mas. Mau nunjukin banyak hal."
Fajar mengangguk mengerti, dia menarik kursi untuk Daniar dan duduk di kursinya sendiri.
Satu hal yang tidak Arka mengerti, mengapa Fajar selalu menuruti apapun yang ibunya inginkan.
'Apa papa secinta itu sama ibu? Apa karna ibu pacar pertama papa pas muda dulu?'
■ S E N J A ■
Senja memasuki apartemen Pras dengan sangat pelan, mengingat ini sudah hampir jam satu malam. Menaruh tas di sofa, Senja berjalan ke kamar mandi belakang dan membersihkan diri sejenak.
Saat kembali ke ruang tengah, pemandangan Geo dengan cangkir di tangan cukup mengagetkannya.
"Oh hai kak Geo, kok belum tidur." Sapanya canggung.
Geo menyipitkan mata, meneliti Senja dari atas ke bawah. "Kebangun. Lo ngapain pulang malem begini?"
"Hehe keasikan ngobrol sambil nobar tadi."
Geo mengangguk mengerti. "Sana lo tidur bareng Pras. Gue tidur di sini."
T
idak ingin semakin terlihat bodoh di depan Geo, Senja mengambil ponselnya di tas dan bergegas memasuki kamar Pras.
Sementara itu, dari balik sofa dimana Geo duduk, Davin dan Rama keluar dari persembunyian.
"Kok lo bebasin sih kak." Keluh Davin.
"Mending lo balik kamar, suruh Afkar tidur juga. Buku mu lu heran."
Davin mendengus mendengar jawaban tidak memuaskan dari Geo. Dia menarik tangan Rama untuk bergegas keluar kamar apartemen Pras. Apapun itu, Davin akan bersungguh-sungguh mencari tahu esok hari.
Di dalam kamar sana, Senja belum tertidur. Ia masih asik memandangi foto mamanya di galeri ponsel. Senja bersyukur banyak momen yang ia abadikan.
"Kangen mama." Bisiknya pelan, sangat pelan.
"Senja bakal bahagia ma, Senja pasti bahagia."
Suara Senja setenang hembusan angin, tidak ada tangisan dan kesedihan. Tapi Pras yang sejak tadi pura-pura tertidur justru merasakan hampa dalam setiap tutur kata Senja.
"Mama, untuk saat ini biarin Senja membenci beberapa orang dulu ya."
Hening, Senja mengusap gambar ibunya dengan jemarinya. "Suatu saat, Senja pasti ilangin semua kebencian itu."
"Sampai dimana Senja nemuin terangnya Senja diantara gelap."
"Love you as always. Rest in heaven, mama."
■ S E N J A ■
KAMU SEDANG MEMBACA
Crepuscule [JJK] ✔
FanfictionCrepuscule (n.) the time from when the sun begins to set to the onset of total darkness. Mama bilang, Senja dilahirkan sesaat setelah matahari terbenam, menyisakan cahaya merah yang kemudian hilang diantara kegelapan. Mama bilang, Senja adalah milik...