Perubahan Sirkel B

517 114 6
                                    

"Senja, beneran mau bolos?"

Leon menatap teman satu ekskulnya khawatir, dia menemani Senja melukis sejak jam istirahat tadi. Yang ditatap hanya mengangguk, ekspresinya terlalu datar untuk Senja yang biasanya manis dan ambekan.

Pintu ruang ekskul dibuka, Davin masuk dan tersenyum kecil pada Leon. "Le, balik kelas lu aja."

Mengangguk tanda ia mengerti, Leon meninggalkan dua sahabat itu dan segera bergegas keluar. Senja sedang tidak baik-baik saja, Leon menyadari dia tidak sedekat itu untuk dapat menenangkan Senja. Maka, Davin lah orang yang lebih tepat.

"Jangan temenin gue."

Baru saja Davin duduk di tempat Leon tadi, Senja sudah lebih dulu bersuara. Davin tidak memperdulikan, dia tetap duduk di sana dan mengamati satu persatu cat milik Leon yang sengaja ditinggal.

"Davin, balik kelas sana."

Lagi, Davin mengabaikan Senja, membuat anak itu menggeram jengkel. Hal yang malah membuat senyum Davin mengembang. Setidaknya ini lebih baik dari pada Senja yang diam tanpa ekspresi.

Pintu ruangan terbuka, Senja menoleh kaget sedangkan Davin tertawa melihat Pras dengan baju berantakan dan tangan menenteng kresek. Anak itu mengunci pintu dan memberi kode pada Davin untuk bersembunyi. Dengan cepat, Davin menyeret Senja ke arah depan pintu dan duduk bersama Pras.

Senja tahu apa yang terjadi, jadi dia hanya pasrah saja. Matanya melirik ke arah jendela dan benar saja, seorang guru mengintip ke dalam ruangan setelah berusaha membuka pintu. Hanya sebentar, setelahnya guru tersebut pergi.

"Kenapa bisa ketauan geblek."

Pras menggeplak kepala Davin yang hanya mengenai poninya. "Gue ambil ni pesenan kita di gerbang belakang, eh tu si bapak liat ya lari lah gue anjrit."

Senja menggeleng-gelengkan kepalanya melihat apa yang Pras bawa, burger dan kentang goreng. Dua orang di depannya sudah sibuk memakannya dan dengan paksaan mereka, Senja mengikuti. Dia belum makan sejak kemarin, setidaknya ini membantunya sedikit.

"Kalian.. dapet undangan juga?"

Davin berhenti meminum minumannya dan Pras berhenti mengunyah, keduanya terlalu kaget dengan pertanyaan yang Senja ajukan tiba-tiba.

"Kemaren papa ngasih tau, gua cuma mikir pasti kalian juga diundang sebagai teman Arka."

Senja menatap kedua sahabatnya yang masih terdiam, dia tersenyum kecil. Jawabannya pasti 'iya' dan Senja mengerti. "Dateng aja, gue mungkin juga dateng."

Davin menatap tajam Senja, dia tidak menyukai bagaimana Senja tersenyum sekarang. Terlalu menyakitkan untuk ia lihat.

"Ga usah dateng kalo bikin lo sakit doang. Ga usah sok tegar depan mereka, ga usah diliat, ga usah didenger." Ketus Davin, ia memakan lagi kentangnya dengan emosi.

Siang itu, mereka habiskan dengan makan siang dan melihat Senja melukis kemudian. Tidak ada lagi pembicaraan berarti, hanya lelucon Pras dan Davin yang menemani heningnya ruangan. Bersama senyum Senja yang sedikit demi sedikit kembali.

Mungkin saja Davin akan menghadiri undangan pernikahan papa Senja dan ibu Arka, tapi Davin tidak pernah bisa memberikan dukungan yang sebenarnya untuk mereka.

'Sorry Ar, gue lebih sayang tante Rain dan Senja dari pada sumber bahagia lo.'

Davin tau ia salah, karena perasaannya membuat dirinya menciptakan tembok perlahan yang membatasi hubungannya dengan Arka. Davin menyadari, Sirkel B sudah tidak lagi sama. Karena ia lebih memihak pada Senja.

■ S E N J A ■

Afkar fokus pada permainan caturnya dengan Geo, mereka ada di apartemen Pras sekarang. Padahal si pemilik belum kembali ke rumah, entah masih di sekolah atau main ke tempat lain.

Rama tengah memasak di dapur, dia akan membawakan makanannya untuk Senja di rumah sakit malam nanti. Pemuda itu tersenyum senang melihat percobaan pertamanya berhasil.

Rama baru akan memecahkan telur saat ponselnya berbunyi, ia mencuci tangannya dan mengambil ponselnya di saku, nama Arka tertera di layar. Rama mengangkatnya dan menyalakan loudspeaker, danb ia kembali mengocok telur kedua. 

"Ya, ka?"

"Lo dimana? Ke kafe jea dong temenin gua."

"Di apart Pras, gue lagi bikin makanan buat Senja. Lo aja yang kesini."

"Ngga deh."

Rama mengernyit, dia menyadari nada suara Arka berubah. "Kenapa?"

"Lo lanjutin aja gih, Senja pasti nungguin makanan kakak tersayangnya."

Arka menjawab dengan sindiran yang ketara, dan Rama sangat tidak menyukai bukan hanya bagaimana Arka mengucapkannya tapi juga ucapan anak itu.

"Gue ngga ngerti lo kenapa ka, tapi lo aneh. Kita ngga masalah lo ngga ikut nemenin Senja, tapi lo yang begini bikin gue ga abis pikir."

Tut.

Panggilan diputus sepihak, Rama mendesah frustasi. Dia sadar ucapannya juga sudah keterlaluan.

"Dia kehilangan arah." Geo bersandar di pintu dapur, memegang gelas putih milik Pras. "Dia lagi ada di fase bahagianya, tapi dia pura-pura lupa ada yang sakit disini. Dia ga bisa milih dan berakhir denial. Dia bukan ngga suka Senja, dia cuma berusaha yakinin kalo dia ada di sisi yang bener."

Geo tertawa kecil, "kita udah beda Ram. Sirkel B udah beda."

■ S E N J A ■

Halo buat yang baru baca dan ikutin aku! Aku cuma mau bilang, kamu ga bakal nemuin bahasa yang indah dan rapi disini. Aku nulis dengan bahasaku yang sederhana dan juga cerita yang sederhana.

Makasih banyak buat feedbacknya ya! Semoga masih mau nungguin.

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang