Senja menaikkan sebelah alis saat dua orang teman kelasnya duduk di bangku Cherry dan Remmi. Davin juga tidak kalah heran. Mereka saling pandang sebentar dan teralih saat mendengar teriakan Remmi dari arah pintu kelas.
Anak itu tersenyum melihat ke arah Davin dan Senja, lalu berjalan menghampiri.
"Waduh udah pada masuk nih." Remmi duduk di meja tepat di depan Davin, tangannya berusaha meraih bahu Senja dan menepuknya pelan. "Tenang aja sen, gue ada di pihak lo. Gue percaya lo ngga lakuin itu."
Senja mengangguk, "thanks" balasnya singkat. Dia sedang tidak mood sekarang.
"Lo pindah duduk kemana?" Tanya Davin menunjuk dua siswi di depannya.
"Oh, gue di pojok kanan belakang tuh, masih satu deret sama lo berdua. Kalo Cherry di depan meja guru sana. Emang pada tuker-tukeran kemaren. Si Cherry kaga ngarti gua, ngehindar mulu anaknya. Mending lo berdua coba ngomong sama dia dah. Gue dukung lo Sen, tapi gue juga ngga bisa suudzon sama Cherry."
Davin mengangguk-angguk, menepuk paha Remmi tanda ia mengerti dan sudah cukup Remmi membahas ini. "Iya udah-udah. Sana lo balik ke meja lo, udah bel."
Setelah kepergian Remmi, Davin memberikan atensinya pada Senja. Berusaha berbisik agar dua orang di depan tidak mendengar.
"Gimana? Mau ngomong sama Cherry?"
Senja menggeleng pelan, mengikuti Davin berbisik. "Gue ngga mood, ntar aja deh. Gue juga ragu Cherry begitu."
Davin tertawa, rasanya dia juga meragukan kejahatan Cherry.
"Lo diem begini, tapi kak Geo pasti udah gerak."
Senja mendengus malas, ia cemberut tanpa disadarinya. Hal yang sedikit membuat Davin tersentak, rasa rindunya akan Senja yang 'biasanya' sedikit terobati.
"Gue udah bilang kak Geo buat diem dulu, tapi lo bener. Mana mau dia."
Davin terkekeh, ia mengelus rambut Senja, berusaha menenangkan. "Gapapa, nanti kita juga cari tau oke? Buat sekarang, balikin mood lo dulu."
Anggukan Senja cukup untuk menjadi jawaban, ia dan Pras harus memprioritaskan kenyamanan Senja di sekolah terlebih dahulu. Mengingat sekarang Senja banyak dibicarakan.
■ S E N J A ■
Senja dan Davin baru keluar kelas saat istirahat sudah berlangsung dari sepuluh menit lalu. Mereka berniat menyusul Pras di kantin.
Langkah keduanya terhenti tepat di ambang pintu karena hampir bertabrakan dengan seseorang.
Cherry ada disana, terlihat sangat kaget. Ia hampir berbalik kalau saja Senja tidak menarik lengannya kuat-kuat.
"Vin, lo ke kantin duluan."
Davin mengangguk, ia beralih menatap Cherry dengan pandangan penuh intimidasinya. Membuat Cherry semakin kesulitan mengatur nafas.
'Gila galak banget. Mama ngga lagi-lagi begini.'
Senja menarik Cherry memasuki kelasnya yang sudah kosong, ia menutup pintu lumayan kencang. Tidak ingin Cherry kabur, Senja berdiri tepat di depan Cherry yang sudah terpojok antara meja dan jendela.
"Emm.. anu.. Senja, kita deket banget." Cherry meringis, memperlihatkan jarak diantara mereka.
Senja mundur satu langkah, matanya masih menatap lurus pada Cherry. "Kenapa ngehindar? Takut ditanya?"
To the point, dan Cherry tidak tahu harus membalas bagaimana. "Itu... Sen gue bingung."
Senja mengangguk kecil, tangannya ia masukkan ke dalam saku. "Gue masih naruh kepercayaan ke lo, Cher. Gue berharap ngga salah."
Kali ini ia benar-benar mundur dan membuka pintu. "Gue harap ada jawaban lebih baik nantinya, disaat gue udah berhasil nyari tau. Lo ngga usah lari terus-terusan. Buat sekarang, gue ngga mau usik lo dulu."
Cherry merapatkan punggung ke meja di belakangnya, menatap Senja yang juga tengah menatapnya, penuh luka.
"Tapi, ngga ada jaminan sampe kapan gue bakal diem, Cher."
Tubuh Cherry meluruh ke lantai setelah kepergian Senja. Ia menangis tersedu hanya karena melihat bagaimana sorot mata itu menatapnya. Senja terlihat lelah, tapi masih mampu mengampuninya.
Cherry merasa dirinya tidak salah, tapi hanya dengan merasakan kesakitan Senja juga, dia kalah. Senja yang paling terluka disini, tanpa tau apa-apa.
Ponselnya berdering, Cherry berusaha menenangkan diri dan mengambil ponselnya di saku. Yang terjadi justru ia semakin gemetar saat melihat siapa yang mengirimnya pesan. Dengan takut, ia membuka chatnya.
Tangisnya kembali pecah, Cherry melempar ponselnya ke bawah papan tulis. "Kenapa sih cepet banget. Sebel sama kakaaaaaak."
Anak itu terlalu kalut sampai tidak sadar Senja masih di depan pintu, mengusir beberapa teman sekelasnya yang ingin masuk.
Meski ia tahu sudah terlambat. Tangisan Cherry terlalu keras, dan pasti akan ada kabar jelek yang tersebar.
'Gimana bisa gue percaya lo jahat juga Cher. Lo aja cengeng begini. Adik kelas kesayangan kak Afkar mana mungkin giniin gue kan?'
Setelah tidak ada lagi suara tangisan Cherry, Senja pergi dari sana, menyusul Davin ke kantin.
Seperti tadi pagi, beberapa siswi menatapnya terang-terangan. Sangat menganggunya. Ia berjalan cepat ke kantin dan lebih memilih membeli dua susu pisang lebih dulu sebelum bergabung dengan Pras dan Davin.
"Lama amat lo, bikin skandal dulu ye."
Senja mengernyit, tidak mengerti apa yang Pras katakan. "Apa sih?" Tanyanya jutek.
Pras mendumal, memberikan ponselnya pada Senja. Memperlihatkat beberapa cuitan di twitter yang mengatakan bahwa Senja membuat Cherry menangis.
Senja tidak terlalu mengenal akun-akun itu, tapi dia tau itu akun sosial media siswi-siswi disini.
"Cepet amat nyebarnya."
Davin yang sejak tadi menatap Senja, menyipitkan mata, "hoo ngga ngehindar sekarang ya, udah bisa santai."
Senja tersenyum miring, "dari dulu gue bilang gue manly."
Pras melempar sendok di depannya pada Senja. Mencibir perkataan teman bayinya. "Menla menli, apa hubungannya sama beginian."
Senja cemberut, membuat Davin tertawa senang. Ia senang melihat Senja-nya perlahan kembali.
Davin teringat sesuatu, ia merogoh saku jaketnya dan menaruh dua permen lolipop di meja.
"Titipan dari Joss semalem, lo ngga jago ngerokok katanya."
Telinga Senja memerah karena malu.
Pras tertawa puas, memegang susu pisang milik Senja di meja. "Udah gue bilang, minum ini lebih cocok."
"Diem lo anying."
■ S E N J A ■
Chatnya aku ganti pake ss ya, biar lebih jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crepuscule [JJK] ✔
FanfictionCrepuscule (n.) the time from when the sun begins to set to the onset of total darkness. Mama bilang, Senja dilahirkan sesaat setelah matahari terbenam, menyisakan cahaya merah yang kemudian hilang diantara kegelapan. Mama bilang, Senja adalah milik...