Hari yang Aneh

462 99 8
                                    

"Prass anjing lo elah."

"Senja!"

"Senja, language."

Afkar dan Raina mengucapkan secara bersamaan. Kalau Afkar, karena dia tau Raina sedang menuju ke arah mereka. Mana bisa dia membiarkan si bayi besar berkata kasar di depan mamanya.

Mereka sedang ada di rumah Senja, menikmati sore hari setelah lelah menantang tim basket bermain.

Raina menaruh satu persatu minuman di meja, setelahnya wanita anggun itu mendekati Senja dan memukul ringan lengannya dengan nampan yang ia bawa.

"Awas ya kalo mama denger lagi, mama jewer telinga kamu."

Senja tersenyum tanpa dosa, "ampun ma."

"Haha harusnya mama jewer Senja tadi, Senja ngatain ibu Arka sampah."

Ia termenung, menatap langit siang yang berawan. Ia sudah sampai di rumah dan tidur di rerumputan belakang rumah. Meski rumputnya masih setengah basah karena hujan kemarin, Senja tidak memperdulikan. toh bajunya akan dicuci.

"Permisi den Senja."

Senja terkesiap, dia tidak tau mbak yang merawat rumahnya sedang ada disini. Ia berdiri dengan cepat.

"Iya, mbak?"

"Maaf ya saya menganggu. Saya mau menyampaikan langsung sama den Senja, kalau perhari ini saya sudah tidak lagi bekerja disini. Saya udah bilang sama eyang. Kalau begitu saya permisi."

Bahkan untuk mengucapkan satu patah kata rasanya Senja kesulitan. Dia mengambil ponsel di sakunya yang berdering, nama eyang tertera disana.

"Senja, sudah bertemu mbak?"

"Sudah eyang."

"Nanti eyang carikan pengganti lagi ya lewat temen eyang di sana. Senja sementara bersihin rumah sendiri dulu bisa?"

"Iya eyang, Senja bisa kok."

Hening cukup lama, Senja bahkan tidak yakin eyangnya masih disana. Dia baru akan mengakhiri panggilan sebelum suara eyang mengintrupsi.

"Nang.. Senja apa ngga mau pindah ke sini sama eyang? Biar ngga sendirian di rumah."

"Buat saat ini, Senja belum bisa eyang."

"Ya sudah ndak papa, eyang tutup ya. Mau melanjutkan rajutan. Senja sehat-sehat disana."

"Iya, eyang juga."

Senja tidak mengerti, kenapa dia memilih tetap disini dengan keadaan yang semakin tidak jelas. Semua hal terjadi dalam kurun waktu satu hari.

"Ini lagi ada apa sih? Gue mimpi ya?"

Ponselnya kembali berdering, Senja menghela nafas lelah meski tetap mengangkat panggilannya. Dia bahkan luma melihat nama si penelepon.

"Senja, lagi kosong ngga? Gue mau nyampain sesuatu yang penting."

Suara Daisy, Senja mengenalnya. "Iya kak, kosong kok."

"Senja tadi gue ditemuin orang, gue ngga tau siapa. Dia nawarin kerja sama yang lumayan, tapi ini aneh gue takut."

"Aneh? Kenapa kak?"

"Mereka ajuin syarat buat gue berhentiin lo. Senja gue ngga nerima kerja samanya, tapi gue khawatir sama lo. Lo ga lagi ada masalah sama orang kan?"

Benar-benar hari yang aneh. Senja terkekeh, menertawakan dirinya yang bahkan seperti orang bodoh.

"Senja, lo gapapa?" Daisy bertanya khawatir.

"Kak, gue masih boleh kerja disana?"

"Tentu Senja, tentu."

"Thanks kak, gue matiin ya."

Lucu, siapa yang tengah bermain-main dengannya saat ini? Senja tidak perduli, dia hanya akan terus menantang dan berdiri teguh di jalannya.

'Motif lo apa? Mau bikin gue ga betah disini?'

■ S E N J A ■

"Kamu kenapa minta uang sebanyak itu ke ayah dan dibalikin lagi, Arka?"

Arka menatap bangunan di depannya, kekecewaan terlihat jelas dari wajahnya. "Ngga papa ayah, Arka ada project tadinya tapi batal. Arka mau balik ke kampus lagi, udah ya."

"Ya sudah, nanti malam jangan lupa datang makan malam. Ada tamu penting."

"Iya yah."

Arka menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kampus. Dia ada kelas siang hari ini, dan dia merutuki karna kelasnya sama dengan Afkar dan Rean.

Jika ini dulu, dia pasti akan senang.

Dia sampai di parkiran kampus, bertepatan dengan motor Afkar dan Rean di ujung yang berbeda, tempat parkir motor.

Mereka sempat beradu pandang sebelum Rean merangkul Afkar memasuki gedung Fakultas Ekonomi dan mengabaikannya.

"Oh bagus, emang lebih baik begini sih."

Arka marah, tapi dia bahkan tidak tahu cara menyalurkan kemarahannya. Kesepian adalah hal yang paling Arka benci. Ia berjalan cepat menuju ruang kelas siang ini, di lantai dua. Dia hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan kelasnya dan pulang untuk tidur sebelum bertemu kembali dengan dunia palsunya di meja makan keluarga Januar.

Ponselnya berdering, nama Fajar tertera disana, membuat senyum Arka kembali. Ia berhenti di ujung tangga.

"Kenapa pa?"

"Abis kelas mau makan sama papa? Nanti malem mau nginep di rumah ayah kamu kan?"

Arka tertawa kecil, Fajar selalu bisa menghiburnya. "Siap! Sekalian bicarain kerjaan kita kan pa?"

"Hahaha tau aja kamu. Ya sudah, sana kembali ke kelas. Sampai ketemu. "

"Sampai ketemu, pa."

Moodnya kembali, Arka merasa sangat beruntung memiliki support system seperti Fajar disisinya. Sekarang dia mengerti, kenapa dulu hidup Senja terlihat sempurna.

■ S E N J A ■

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang