Hujan mengguyur malam hari yang pekat di pertengahan bulan Oktober. Suasana mencekam terasa sangat nyata dalam sebuah manor di tengah kota Wiltshire, Inggris. Rumah megah yang lebih mirip seperti bangunan berhantu dengan awan hitam mengepul di atasnya. Dinding batunya menjulang tinggi di tengah-tengah hamparan rumput hijau yang rapi. Sebuah jalanan panjang terbentang dari depan jalan sampai di depan pintu masuk manor. Kalau diibaratkan, rumah ini mirip seperti istana. Istana berhantu.
Suasana mencekam di luar seakan menembus sampai ke dalam manor. Ruangan penuh benda-benda mahal dan antik itu sangat gelap dan menyeramkan. Kilat dikarenakan hujan di luar menambah kesan horor pada manor yang saat ini hanya dihuni oleh empat orang. Mungkin tiga, empat ditambah seorang tamu yang baru tiba beberapa menit lalu. Duduk di atas kursi berlengan yang empuk dengan secangkir teh yang sudah dingin di genggamannya, menatap dua lawan bicaranya dengan mata hitam legam miliknya.
Tidak ada percakapan di antara ketiganya. Hanya erangan frustrasi dari seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun, duduk di samping suaminya yang tidak henti meneguk minuman keras dalam cangkir perak di tangannya. Rambutnya yang pirang tersisir rapi ke belakang, tapi matanya jelas tidak bisa berbohong. Lingkaran hitam memenuhi sekeliling matanya. Namun, tidak lebih parah dari suaminya sendiri.
Sosok pria berambut hitam panjang yang kini bertamu di manor itu menatap keduanya bergantian. Wajahnya datar saja, tetapi matanya mengawasi dengan tenang. Sebenarnya, dia tidak datang dengan sendirinya ke dalam rumah ini. Kedatangannya adalah permintaan langsung dari dua orang pemilik rumah yang duduk di depannya sekarang.
"Jadi, kalian ingin aku melakukan apa?" tanya si pria berambut hitam membuka percakapan mereka.
Ada keheningan sesaat sebelum satu-satunya wanita yang ada di sana mengangkat kepalanya. Menatap si pria dengan tatapan memohon. "Lindungi anakku, Severus. Kumohon, aku tidak ingin kehilangan dia."
Severus Snape, orang yang diundang malam itu, menatap sosok wanita di depannya. "Kau sendiri tahu, Narcissa, bahwa Pangeran Kegelapan tidak suka rencananya digagalkan," kata Snape dengan nada tenang.
"Kau berjanji untuk melindunginya, Severus! Kau membuat Sumpah Tak Terlanggar denganku!" Narcissa Malfoy berseru marah, menatap Snape dengan tatapan tajam. Matanya berkaca-kaca, memikirkan bagaimana nasib anak tunggalnya kedepan.
"Memang, tapi aku tidak begitu bodoh untuk menyembunyikan anakmu kemudian menjadi korban untuknya." Snape mengesap tehnya yang sudah dingin.
"Severus, aku mohon," kata Nacissa jatuh terduduk di lantai, memohon pada Severus Snape.
"Apa yang kau lakukan?!" Suaminya, Lucius Malfoy, tampak terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan istrinya itu. Dengan galak dia memandang Narcissa yang terduduk di lantai.
"Lindungi Draco, Severus, aku mohon. Dia anak tunggalku, aku tidak bisa kehilangan dia karena Pangeran Kegelapan. Aku tahu dia gagal, but he is just a boy." Satu tetes air mata mengalir turun sampai ke dagu, dia putus asa atas keselamatan anaknya.
"Kembali ke tempatmu, Narcissa! Kita tidak berhak memohon pada orang seperti dia!" Lucius berseru dibalik telapak tangannya, menatap istrinya dengan tatapan tajam.
Namun, Narcissa menolak untuk mendengarkan, dia tidak beranjak. Tetap terduduk dengan lututnya sebagai tumpuan, menatap Snape dengan penuh harapan. Hanya Snape harapannya yang terakhir untuk menyelamatkan Draco, anaknya. Mereka bisa saja menyembunyikannya, tetapi resikonya terlalu besar.
"Severus...." Narcissa berkata pelan, berusaha membuat Snape mau mengabulkan permintaannya kali ini. Seperti yang dia lakukan tahun lalu, ketika Draco diberi tugas oleh Voldemort.
Snape meletakkan cangkir tehnya pada meja bundar di sampingnya, menatap Narcissa dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Tangannya bertengger manis di atas lengan kursi yang dia duduki. Dia sedang berpikir, apa yang akan dia lakukan pada wanita di depannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐚𝐢𝐦𝐥𝐞𝐬𝐬 || Draco Malfoy
FanfictionHanya cerita singkat tentang Kayra Avereen dengan semua kesulitan yang dia hadapi di tengah tugas yang di berikan oleh salah satu profesornya di sekolah, Severus Snape. "𝘿𝙤𝙣'𝙩 𝙡𝙤𝙫𝙚 𝙢𝙚, 𝘿𝙧𝙖𝙘𝙤. 𝙔𝙤𝙪'𝙡𝙡 𝙤𝙣𝙡𝙮 𝙜𝙚𝙩 𝙝𝙪𝙧𝙩." . ...