26 - Kill Him

906 110 5
                                    

Entah bagaimana, detik-detik menegangkan itu tampak bergerak lambat dalam tatapan Kayra. Melihat bagaimana kilatan hijau itu merambat perlahan menuju tubuh Draco, dan mantranya yang entah sudah sampai di mana. Bahkan suara napasnya sendiri juga terdengar melambat, sama seperti teriakan penuh pilu milik Narcissa.

Kayra tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi di depannya. Apalagi ketika mendapati wajah Draco yang begitu pasrah menatap ke arah sang ibu. Rasanya Kayra mendadak jadi orang yang paling bersalah atas apa yang akan terjadi.

Tatapannya pada Draco makin lekat, walau semakin lama menatap wajah tirus itu, semakin besar pula rasa bersalah dalam dirinya. Dia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga mantranya sampai lebih dulu pada Draco. Kemudian Kayra memejamkan matanya, tidak ingin melihat kejadian mengerikan dengan kedua matanya. Bersamaan dengan itu, air matanya jatuh tanpa di minta.

Telinganya seakan menuli, memblokir setiap suara yang ingin menerobos masuk. Suara tangisan bahkan tawa yang sangat memuakkan. Kayra tidak ingin mengakuinya, tapi dia mendadak membenci tawa milik ibunya itu.

Lalu dengan satu bunyi gedebuk kencang tak jauh dari tempat Kayra berada, ruangan itu mendadak hening. Napas milik Kayra tercekat ketika mendengar bunyi itu. Rasanya jantungnya berhenti berdetak karena hal itu. Gadis itu tidak berani membuka matanya, dia terus berusaha menahan sesak yang datang tiba-tiba.

Apa dia gagal? Apa dia benar-benar tidak bisa menepati janjinya? Dan apa dia--sudah membuat seorang ibu kehilangan anaknya?

Semua pemikiran negatif itu menghampiri Kayra dengan begitu cepat. Seakan tidak membiarkannya lepas dari rasa sakit barang sebentar saja. Kalau pada akhirnya akan begini, harusnya sejak awal Kayra tidak menerima tugas dari Snape. Tidak, harusnya Snape tidak pernah menyuruhnya melakukan semua ini.

Dengan begitu, Kayra tidak akan merasakan sakit sedalam ini. Tidak akan merasakan kecewa pada dirinya, serta rasa bersalah pada bibi dan pamannya. Dengan begitu--

"Aku tau itu kau, terima kasih."

Kayra membuka matanya secepat kilat ketika suara serak itu memasuki indra pendengarannya. Dia begitu terkejut melihat Draco terbaring tak jauh darinya dalam keadaan masih bernapas. Walau begitu terkejut, rasa syukurnya lebih besar dari semua itu. Untuk sesaat, akhirnya dia bisa menghela napas lega.

Dan melihat bagaimana anaknya selamat dari maut, Narcissa lantas terduduk lemas di lantai. Tenaganya benar-benar habis kali ini. Dia mungkin tidak akan bisa bergerak dalam beberapa waktu ke depan. Kejadian ini terlalu berat untuk dia saksikan.

Sementara dua orang paling sinting dalam ruangan itu hanya memasang wajah tidak senang ketika serangan Lucius gagal mengenai Draco, malah membuat dinding batu ruangan itu hancur. Wajah tanpa hidung milik Voldemort makin jelek ketika dia memasang wajah kesalnya. Ingin sekali Kayra menertawakan wajah itu kalau saja dia tidak ingat bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

"Bunuh dia!" teriak Voldemort terdengar begitu marah pada Lucius.

Draco yang baru saja melepaskan tali yang mengikat dirinya tadi dan berdiri lantas menghela napasnya, lelah dengan semua ini. Dia bahkan belum sempat menetralkan napas yang memburu tadi. Belum selesai jantungnya berdegup dengan kencang, Lucius sudah berjalan dengan cepat ke arahnya.

Beberapa mantra kembali terlempar, dan semuanya bisa Draco halang dengan baik. Setiap ada kesempatan, dia berusaha menyerang balik dengan mantra yang tidak akan memberikan luka parah pada Lucius. Ya, dia tetap tidak sanggup mencelakai ayahnya. Walau dia hampir mati di tangan ayahnya beberapa saat yang lalu.

Kayra hanya menonton pertarungan mantra itu dalam diam. Berusaha sekuat tenaga memulihkan tubuhnya yang nyeri agar bisa membantu Draco mengalahkan ayahnya. Perlahan, Kayra mulai bisa menggerakkan jari-jari tangannya. Dia juga akhirnya bisa bernapas tanpa rasa nyeri di dadanya.

𝐚𝐢𝐦𝐥𝐞𝐬𝐬 || Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang