14 - Again

1K 116 2
                                    

Dengan susah payah Draco mengikuti langkah kaki Kayra yang sudah berlari di depannya. Lengannya seperti akan copot karena Kayra menariknya begitu kencang. Draco nyaris jatuh berkali-kali karena mengejar langkah Kayra itu. Sebenarnya dia ingin protes, hanya saja Draco sadar bahwa sekarang bukanlah saatnya untuk beradu mulut. Di belakang mereka terlihat jelas tiga orang lelaki yang pernah Draco lihat dalam jejeran Pelahap Maut.

Mereka sedang terancam.

Jadi dengan tekad untuk selamat, Draco memaksa kakinya untuk lari lebih cepat. Menyamakan langkah dengan Kayra kemudian beralih menarik tangan gadis itu. Mungkin laki-laki itu sudah sadar, bahwa bersikap egois bukanlah sebuah ide yang bagus. Mengingat terakhir kali dia hampir mati karena melakukannya.

Draco tidak pernah membayangkan bahwa dia harus kembali berhadapan dengan Pelahap Maut secepat ini. Padahal baru saja beberapa menit yang lalu dia menikmati kebebasannya menjadi buronan, tapi kejadian mengejutkan ini malah menimpanya.

Sejak awal, Draco tidak pernah tahu resiko apa yang akan dia hadapi jika saja gagal melaksanakan perintah Voldemort. Ternyata akibatnya adalah dia hampir menjadi salah satu korban Avada Kedavra dari tongkat milik Pangeran Kegelapan itu. Mungkin lebih baik dia di kirim saja ke Azkaban dari pada harus menjadi buronan Pelahap Maut seperti sekarang.

Beruntungnya, ini kawasan muggle. Banyak orang yang berlalu lalang membuat tiga Pelahap Maut itu tidak akan menggunakan tongkat mereka. Ya, mereka tidak mungkin ingin membuang tenaga untuk menggunakan Mantra Obliviate pada muggle itu, kan?

"Kita harus ke mana? Aku sudah lelah," Draco berseru sambil menoleh sedikit pada Kayra, setidaknya mereka harus melarikan diri sekarang sebelum Pelahap Maut itu melemparkan mantra.

Kayra mengedarkan pandangannya, mencari tempat yang sepi agar bisa di pakai untuk ber-apparate, "cari tempat yang sepi, kita akan ber-apparate," katanya dengan napas putus-putus.

"Bukankah kau bilang aku belum bisa ber-apparate? Kau lupa dengan tanganku?"

Kayra lantas memejamkan matanya, lupa dengan cedera tangan yang terjadi pada laki-laki itu. Lalu sekarang apa yang harus mereka lakukan? Jika nekat ber-apparate, tangan Draco bisa makin parah. Itu hanya akan menghambat pergerakan mereka kedepannya.

Lagi-lagi Kayra harus memutar otaknya, apa yang harus dia lakukan dalam situasi menyebalkan seperti ini. Tidak mungkin dia mengeluarkan tongkatnya, itu hanya akan memperparah keadaan. Daerah di sana juga sangat ramai, bahkan beberapa orang menatap mereka dengan bingung karena berlarian di tepi jalan.

Kayra menoleh ke belakang, melihat seberapa jauh Pelahap Maut itu dan seberapa mungkin mereka bisa kabur dari sana. Untungnya jarak di antara mereka masih lumayan jauh, jadi masih ada kesempatan untuk kabur sebelum tertangkap.

"Masuk ke sana," kata Kayra menunjuk sebuah gang sempit tak jauh dari mereka dengan dagunya.

Draco hanya bergeming tapi tetap mempercepat larinya menuju gang itu. Tidak tahu akan sekumuh apa di sana, namun dia tidak punya pilihan lain lagi. Jadi dengan harapan ingin hidup, dia masuk ke dalam gang itu bersama Kayra.

Sesuai dugaannya, gang itu kumuh sekali. Penuh sampah yang berserakan juga genangan air. Padahal seingat Draco, hari ini tidak hujan sama sekali. Dan walau sayang dengan pakaiannya yang harus kotor, Draco tetap memasuki gang itu makin dalam.

"Ke mana kita sekarang?" tanya Draco ketika mereka berbelok mengikuti arah gang itu.

"Ikuti saja gang ini, mungkin ada semacam tempat untuk bersembunyi," kata Kayra masih dengan napas yang memburu.

"Bagaimana kalau kita tertangkap seperti sebelumnya? Aku tidak ingin tertimbun reruntuhan."

"Kalau itu terjadi, mungkin kita terpaksa ber-apparate. Nyawa lebih penting dari pada satu tanganmu saja," kata Kayra seakan acuh dengan keadaan tangan Draco bila mereka nekat ber-apparate. Ya, mungkin hanya patah. Setidaknya itu lebih baik dari pada mati.

𝐚𝐢𝐦𝐥𝐞𝐬𝐬 || Draco MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang