Kayra tidak tahu harus pergi kemana hari ini. Apalagi hari semakin malam dan mereka harus beristirahat. Belum lagi kondisi Draco yang belum memungkinkan untuk ber-apparate. Membuat mereka harus berakhir di sebuah penginapan pinggir kota.
Hanya penginapan kecil tapi cukup untuk menampung mereka berdua semalaman ini. Walau kecil, tapi cukup membuat uang Kayra makin menipis. Tapi setidaknya mereka masih bisa membeli makanan selama kurun waktu yang tidak pasti--tergantung seberapa mahal makanan itu.
Draco cukup bersyukur karena malam ini dia tidak berakhir dalam tenda usang milik Aberforth. Tapi dia tetap melayangkan protesnya ketila tahu bahwa dia harus berbagi ranjang dengan Kayra. Berada dalam satu kamar, sih, tidak masalah untuknya--ini satu ranjang? Tidak mungkin.
Apalagi saat melihat petugas penginapan yang melayani mereka tadi. Draco ingin sekali memukul wajahnya karena menyeringai pada mereka. Memangnya apa yang ada di pikirannya? Untung saja tangan kanannya terluka, kalau tidak, petugas itu bisa berakhir babak belur.
"Aku tidak ingin berbagi ranjang denganmu!" seru Draco saat Kayra sibuk mengeluarkan bajunya dari dalam tas, berniat untuk mandi.
Sementara Kayra hanya menghela napasnya, "ya sudah, kau bisa tidur di ranjang itu sendiri. Aku tidur di sofa," katanya mengalah karena tidak ingin perdebatan mereka makin panjang.
Draco tampak agak terkejut mendapati Kayra mengalah dengan mudah, tapi dia tentu bersyukur karena itu. "Baiklah," katanya acuh kemudian merebahkan diri di ranjang itu.
"Aku akan mandi, jadi jangan mengintip!"
"Siapa juga yang mau mengintip? Kau kira aku orang mesum?"
Kayra hanya mengangkat kedua bahunya kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar itu. Sementara Draco sibuk menikmati empuknya ranjang yang sempit itu. Walau sebenarnya masih lebih layak ranjang di kediaman Tonks, tapi setidaknya ranjang ini lebih baik dari pada yang di tenda.
Mungkin dia harus berterima kasih pada tangannya yang terluka karena bisa membuatnya tidur di penginapan ini. Draco benci sekali tidur di atas kasur yang berderit itu, tidak nyaman rasanya. Setiap kali dia bergerak, kasurnya seperti akan runtuh.
Draco mendadak merindukan rumahnya. Selama menatap langit-langit kamar, dia hanya memikirkan bagaimana keadaan kedua orang tuanya di manor. Apa mereka baik-baik saja, atau malah sebaliknya. Draco ingin menanyakan kabar mereka, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Tidak ada burung hantu yang bisa dia gunakan.
Lagi pula, melakukan itu akan beresiko. Bisa saja Pelahap Maut ada di rumahnya sekarang, menunggu berita darinya. Kalau Draco mengirim surat, mereka mungkin bisa menemukannya dengan cepat. Draco belum ingin mati sekarang.
"Apa yang kau pikirkan?" suara Kayra lantas memecah lamunan Draco. Gadia itu sudah keluar dari kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar.
Draco hanya menoleh sebentar, "tidak ada."
"Kau tidak membersihkan diri?" tanya Kayra begitu duduk di sofa yang akan menjadi ranjangnya malam ini. Sialnya, sofa itu tidak empuk sama sekali. Seakan busa di dalamnya hilang begitu saja.
"Tidak, tanganku masih sakit."
Perkataan Draco itu membuat Kayra bangkit dari duduknya. Dia menghampiri Draco, "coba ku lihat," katanya setelah duduk di pinggir ranjang.
Draco yang awalnya berbaring, jadi duduk di samping Kayra. Membiarkan gadis itu memeriksa tangannya walau dia tidak yakin apa Kayra bisa merawat dengan baik.
Kayra melepas perban yang melilit tangan Draco, memperlihatkan goresan-goresan kecil yang sudah hampir sembuh. Sebisa mungkin Kayra melakukannya dengan lembut, tidak ingin membuat tulangnya makin retak.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐚𝐢𝐦𝐥𝐞𝐬𝐬 || Draco Malfoy
FanfictionHanya cerita singkat tentang Kayra Avereen dengan semua kesulitan yang dia hadapi di tengah tugas yang di berikan oleh salah satu profesornya di sekolah, Severus Snape. "𝘿𝙤𝙣'𝙩 𝙡𝙤𝙫𝙚 𝙢𝙚, 𝘿𝙧𝙖𝙘𝙤. 𝙔𝙤𝙪'𝙡𝙡 𝙤𝙣𝙡𝙮 𝙜𝙚𝙩 𝙝𝙪𝙧𝙩." . ...