Part_11 Sahabat Palsu?

2.9K 149 0
                                    

“Lo mau bolos kemana lagi?” Fian dan Miko mengikuti langkah kaki Alfin dengan cepat, Alfin sekarang sudah masuk sekolah setelah sebulan sering konsultasi ke psikiater.

“Rooftop,”

Fian dan Miko langsung menarik tangan Alfin kembali ke kelas.

“Ngapain lo berdua narik tangan gue?”

“Jangan nekat Fin!” mereka menahan Alfin, mereka berdua sudah tau apa yang terjadi pada Alfin sebulan yang lalu.

“Gue nggak akan lompat dari atas gedung kok,” Alfin melanjutkan jalannya.

Fian tetap menarik Alfin dan Miko mendorong punggung Alfin pelan agar jalan ke kelas.

“Lo berdua ngapain sih?” Fian tidak menjawab dan tetap menarik Alfin ke kelas X ips.

Fian menekan bahu Alfin agar duduk di bangku nya, “Bentar lagi bel bunyi, lo jangan bolos lagi!”

“Terserah,” Alfin menelungkupkan wajahnya di atas meja dan tidur.

Setengah jam kemudian bel masuk berbunyi.

Seorang guru masuk dan mulai menjelaskan materi, guru itu bernama Gita.

Bu Gita yang melihat Alfin tidur di kelas langsung melemparkan penghapus ke kepala Alfin, membuat Alfin bangun karena kaget.

“Kamu itu suka sekali tidur di kelas,” Alfin menatap malas guru itu.

“Sekarang kamu keluar!” guru itu menunjuk pintu kelas.

Alfin langsung pergi keluar kelas sambil menutup pintu dengan keras, semua yang ada di kelas tersentak kaget dan mengelus dada.

“Kami juga mau keluar bu,” Fian dan Miko kompak berdiri dari kursinya.

“Kemana?”

“Jagain Alfin,” Miko menjawab jujur, Fian menepuk jidatnya karena kesal dengan Miko.

“Keluar!” bu Gita membentak mereka berdua.

“Ayok keluar Ko,” Fian menarik tangan Miko yang masih menggaruk kepalanya.

“Gue salah ngomong ya tadi?”

“Salah banget, harusnya lo bilang kalo sakit perut mau ke UKS.” Fian gemas ingin menabok pipi Miko.

“Maaf,” Miko meringis malu.

“Lo telpon Alfin dulu,” Miko mengangguk lalu menelpon Alfin.

Telponnya sudah diangkat Alfin, “Lo dimana Fin?” Miko langsung bertanya tanpa salam.

“Salam dulu woy!” Fian menoyor kepala Miko.

“Eh, assalamualaikum.”

“Wa'alaikumsalam,” Alfin mulai bersuara.

“Lo dimana?” Fian merebut hp Miko.

“Rooftop,” Alfin langsung mematikan telponnya.

“Di matiin telponnya,” mereka berdua langsung berlari menuju rooftop.

“Gue takut Alfin nekat loncat,” Miko menoleh ke arah Fian yang lari duluan mendekat ke Alfin yang berdiri dekat pembatas rooftop.

Miko mengepalkan tangannya, dia menatap sinis Alfin dan bergumam, “Kenapa Fian selalu mentingin Alfin daripada gue?”

Dia langsung merubah tatapan nya menjadi sendu saat Alfin menoleh ke belakang, dan berjalan ke sofa.

“Lo jangan nekat Fin,” Fian mendekat, menarik Alfin dan mengobati tangan Alfin yang penuh dengan sayatan. Fian selalu menaruh kotak obat di ruangan dekat rooftop. 

‘Harusnya lo mati aja Fin, gue gak suka berbagi sahabat.’ Miko menatap Alfin dan Fian bergantian lalu mendekat ke mereka.

“Ngapain lo bawa pisau lipat ke sekolahan anjir?” Miko berpura-pura khawatir

“Udah biasa, gak usah di obatin juga gak papa.” Alfin menarik tangannya dari Fian yang langsung ditahan, “Jangan gerak terus!” Fian menatap tajam Alfin.

Miko mengepalkan tangannya, ‘Kenapa lo nggak pergi yang jauh dari hidup gue Fin? Padahal setahun yang lalu gue sengaja nyuruh supir gue buat nabrak lo. Tapi kenapa lo masih hidup?’

“Kenapa lo liatin gue kayak gitu?”

“Gue khawatir sama lo Fin,” Miko menjawab Alfin dengan nada khawatir. ‘Padahal gue seneng lihat lo menderita.’ lanjutnya dalam hati.

“Maafin gue nyusahin kalian berdua,” Fian menggeleng dan mengelus kepala Alfin dengan lembut.

‘Harusnya Fian cuman merhatiin gue. Gue sahabat Fian dari kecil, dan lo cuma benalu yang hadir diantara gue dan Fian.’ Miko masih menatap benci ke arah Alfin.

Bagi Miko, apa yang menjadi miliknya akan selalu menjadi miliknya. Tidak perduli bagaimanapun caranya, dia akan merebut sahabatnya yang diambil Alfin.

Orangtua Miko yang selalu menuruti semua kemauan Miko, membuat Miko menjadi manja dan egois.

Dia tidak suka jika perhatian dari sahabatnya dibagi menjadi dua.

‘Gue akan buat Fian benci banget sama lo.’ Miko tersenyum, memikirkan rencana jahatnya.

“Ngapain lo senyum-senyum?” Fian bertanya saat menoleh ke Miko.

“Enggak, gue inget aja dulu pertama kali Alfin jadi sahabat baru kita waktu SMP.” Miko menjawab dan tersenyum lagi

Alfin ikut tersenyum, dia sangat senang mengingat Miko dan Fian pernah melindunginya saat di bully dulu.

Bersambung.

ALFIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang