Revisi Part 5

586 10 0
                                    

Diana sekarang sudah dibawa kerumah sakit oleh Putra dan Kelvin. Alfin ditinggal sendirian sampai pagi di rumah. Di rumah sakit, Putra marah-marah pada Kelvin karena membawa Alfin kerumahnya. Kelvin mendengus kesal karena papanya tidak berhenti memarahinya. Kelvin mengangkat tangan kanannya ke depan untuk menghentikan ucapan papanya.

“Cukup pa! Kelvin capek, papa gak bisa nyalahin Kelvin karena hal ini pa!”

“Tapi ini semua salah kamu yang bawa anak pembawa sial itu pulang ke rumah papa.” Putra masih menyalahkan Kelvin.

“Tapi ini salah papa yang dorong mama! Ini bukan salah aku!” Kelvin duduk di atas kursi di depan ruangan tempat Diana dirawat.

“Berani kamu nyalahin papa? Kalau aja kamu gak nyari masalah duluan, papa gak akan emosi dan mama kamu gak akan berakhir di rumah sakit ini!” Putra menunjuk-nunjuk wajah Kelvin.

Kelvin merasa kesal langsung berdiri dan mendengus kasar, “Kelvin pulang duluan. Udah semalaman Kelvin gak pulang, kasihan Alfin sendirian di rumah.”

Putra menatap anaknya dengan tatapan tidak suka, “Kamu masih peduli sama anak itu?”

Kelvin mengangguk, “Mau bagaimanapun juga dia adik aku pa. Aku udah nganggap dia kayak adik aku sendiri,” Kelvin beranjak pergi menjauh dari papanya yang berdiri dengan diam di sana.

Kelvin berhenti berjalan lalu berbalik dan memandang Putra dengan tatapan datar, “Satu lagi pa. Adik aku punya nama, namanya Alfin. Jadi bisa kan papa manggil nama dia sekali aja?”

Melihat Putra menggeleng cepat langsung membuat Kelvin menghela nafas lelah. Terserah Putra sajalah, Kelvin sudah lelah hari ini. Semalaman dia dan Putra tidak tidur karena khawatir pada Diana. Dengan mood yang buruk, Kelvin pulang kerumahnya. Mungkin dia akan sedikit menjauhi Alfin untuk beberapa hari sampai Diana pulang dari rumah sakit.

Hari ini Alfin bangun pagi-pagi sekali, dia harus cepat-cepat pergi dari rumah Putra sebelum terlambat ke sekolah, lagipula Kelvin mungkin akan memarahinya nanti saat bertemu dengannya.

Ceklek!

Alfin yang sudah bersiap-siap untuk sekolah, sekarang dia memakai sepatunya. Alfin langsung mengalihkan pandangannya dari sepatunya ke arah pintu yang dibuka oleh seseorang, Kelvin yang baru saja pulang dari rumah sakit langsung masuk setelah membuka pintu rumahnya.

“Bagaimana keadaan Mama kak?” Alfin bertanya dengan cemas setelah berdiri. Alfin bahkan lupa jika sebelah sepatunya belum dia pakai. Kelvin tak menjawab pertanyaan Alfin selama beberapa detik. Kelvin mendudukan dirinya di sofa lalu menatap Alfin sebentar.

“Mama udah baik-baik aja sekarang, tapi belum boleh pulang.” Kelvin menjawab cepat sambil melepaskan sepatunya.

Alfin menghembuskan nafasnya dengan lega, “Nanti Alfin boleh ikut jenguk Mama kan? Alfin mau li—“

“Gak usah, kamu sekolah saja dulu. Yang ada nanti kalau kamu kesana papa akan marah ke kamu,” ujar Kelvin dengan nada kesal, Alfin tersenyum paksa sebelum memutuskan untuk sekolah dulu.

“Baiklah, kalau begitu aku pamit sekolah dulu ya kak? Assalamualaikum,”

Alfin langsung beranjak pergi dari rumah meninggalkan Kelvin yang berdiam diri di dalam rumah itu, sementara Kelvin hanya melirik punggung Alfin yang semakin berjalan menjauh. Alfin menggelengkan kepalanya pelan sambil menghela nafas gusar, melihat sikap kakaknya pada dirinya membuat dia merasa takut jika Kelvin akan membencinya. Entah apa yang terjadi di rumah sakit Alfin tidak tahu, hanya Kelvin dan Putra sendiri yang tahu apa yang terjadi di sana.

“Waalaikumsalam,” Kelvin menjawab dengan suara yang sangat pelan hampir seperti berbisik setelah mendengar pintu ditutup oleh Alfin.

Di sekolah Alfin tak bisa fokus hari ini, selama pembelajaran tidak ada yang masuk ke otak sampai guru menegur dirinya beberapa kali. Untungnya sekarang bel istirahat sudah berbunyi, dengan cepat Alfin menuju kantin agar bisa menenangkan dirinya sejenak.

ALFIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang