Part_15 Kemarahan Putra

2.3K 124 2
                                    

Fian, Alya, Alfin dan Andi sekarang sudah diperjalanan menuju rumah Putra. Alfin sekarang menyiapkan mental nya untuk bertemu dengan Putra.

Dia tidak membuat masalah saja sering dipukul oleh Putra, apalagi tidak pulang semalaman dan membawa berita jika dia melecehkan anak orang. Padahal Alfin tau bukan dia yang melakukan itu.

“Kamu gugup?” Andi melihat  tangan Alfin yang gemetaran.

Alfin menggeleng, “Tidak.”

“Lalu kenapa tanganmu gemetaran?” Alfin diam masih memikirkan hal ini.

Apakah nanti dia bisa membiayai kehidupannya berdua dengan Alya jika diusir dari rumah Putra.

Dia memang bisa bekerja di cafe lagi, tapi itu hanya cukup untuk dirinya sendiri.

‘Jahat banget kak Dion ngefitnah gue.’ Alfin tidak percaya jika Dion sangat membenci dirinya sampai memfitnah dirinya.

Alfin memegang kepalanya pusing memikirkan masalah ini. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di rumah Putra.

Alfin semakin takut saat melihat Putra menatap tajam dirinya di depan rumah, ‘Apa dia sudah tau?’

Alfin berjalan pelan ke arah Putra, Alfin belum mengatakan apapun saat di depan Putra.

Plak

Putra menampar Alfin sampai sudut bibirnya sobek, Alfin memegang pipi nya yang panas.

“Mau jadi apa kamu tidak pulang semalaman?” Putra bertanya dengan ketus

“Mau jadi apa saya itu bukan urusan anda,” Alfin menatap datar Putra, sekarang Alfin sudah emosi.

“Apa kamu tidak diajarkan sopan santun?” Putra membentak Alfin.

“Tentu saja tidak,” Alfin tidak perduli jika dia sudah tidak sopan di depan orang banyak.

“KAMU MEMBUAT SAYA MALU!” Alfin menutup mata nya saat Putra akan melayangkan tangannya sekali lagi.

Alfin membuka matanya lagi saat tidak merasakan apapun.

“Bunda?” Alfin melihat Diana dan Kevin yang menahan tangan Putra.

“Katakan kamu semalam kemana?”

“Club,” Alfin langsung menjawab Putra dengan cepat

Putra yang emosi langsung mengambil vas bunga lalu mendorong Diana dan Kevin, sekarang dia tidak perduli lagi jika ada yang melihat kekasaran nya pada Alfin.

Andi, Fian dan Alya yang melihat itu mencoba melindungi Alfin. Tapi terlambat, Putra sudah memukul kepala Alfin dengan vas.

Vas itu pecah, mereka yang melihat kepala Alfin berdarah langsung berteriak kaget.

“ALFIN!”

Belum selesai dengan vas bunga, sekarang Putra menampar Alfin berkali-kali dan menonjok wajah Alfin sampai jatuh.

Alya menangis ketakutan melihat kebrutalan Putra saat menyiksa Alfin, Fian menenangkan adiknya yang menangis.

Andi dan Kevin berusaha menarik Putra agar tidak melakukan hal yang lebih parah ke Alfin.

Diana mencoba mendekati Alfin yang terluka, tapi sebelum dia menghampiri Alfin, teriakan Putra sukses membuat Diana dan yang lainnya mematung di tempat.

“KAMU BUKAN LAGI ANAK SAYA!” Alfin mematung mendengar teriakan Putra.

“Saya juga tidak sudi menjadi anak anda.” Alfin memasang ekspresi datarnya, berpura-pura tidak sakit hati atas ucapan Putra.

“DASAR ANAK HARAM!” Putra berteriak sekali lagi.

“SAYA TIDAK MINTA UNTUK DILAHIRKAN!” Alfin ikut berteriak.

“KENAPA TIDAK MEMBUNUH SAYA SAAT SAYA LAHIR? Jika kelahiran saya hanya membuat keluarga kalian berantakan.” Alfin mulai menangis, dia mengusap airmata nya kasar.

“Saya kesini hanya untuk meminta restu kalian untuk menikah, dan saya hanya ingin mengambil barang saya yang ada di rumah ini.” Alfin langsung masuk dan mengambil semua barangnya di kamar, lalu keluar di ruang tamu mereka sedang duduk. Terlihat tangan Putra mengepal erat.

Sepertinya Andi sudah menceritakan semuanya, buktinya saat Alfin keluar, Putra langsung mencekik Alfin. Membuat mereka semakin kaget

Diana dan Kevin berusaha untuk menyelamatkan Alfin dari amukan Putra, “Jangan sakitin Alfin lagi yah!” Kevin menarik tangan Putra agar melepaskan leher Alfin, Andi juga membantu melepaskan tangan putra dari leher Alfin.

“Uhuk... Uhuk,” muka Alfin memerah, dia kesulitan bernafas.

Setelah Putra melepaskan cekikan nya dari leher Alfin, Alfin mulai mengambil oksigen yang banyak.

“Saya menyesal tidak membunuh kamu saat di dalam perut ibumu itu,” Putra masih ingin menyakiti Alfin lagi.

Andi langsung menarik Alfin ke belakang tubuhnya dan menatap tajam ke arah Putra, “Alfin akan menjadi menantu saya, karena itu Alfin akan menjadi tanggung jawab saya. Kamu tidak boleh menganiaya Alfin lagi.”

Setelah melihat itu semua, Andi mulai paham jika Alfin hanyalah seorang anak yang membutuhkan kasih sayang dari ayahnya.

“Pantas saja anakmu sampai mabuk di club, ternyata kamu tidak becus mendidiknya. Jangankan mendidiknya, menyayanginya saja kamu tidak pernah.” Andi menatap sinis Putra.

Fian dan Alya merasa iba kepada Alfin, ternyata Alfin tidak pernah bahagia tinggal bersama dengan Putra.

Fian yang awalnya menduga jika Alfin setiap hari hanya bertengkar biasa dengan Putra, ternyata dugaannya salah besar.

“Keluar kalian!” Putra mengusir Alfin, Andi, Fian dan Alya.

“Fian, tolong bawa Alfin ke rumah sakit sekarang!” Diana mencekal tangan Fian, Fian mengangguk sebelum masuk ke dalam mobil papa nya.

“Abang juga ikut,” Kevin ikut masuk ke dalam mobil Andi.

“Jagain Alfin!” Kevin mengangguk dan mencium tangan bunda nya.

Di dalam mobil Andi, mereka panik. Mereka melihat wajah Alfin pucat, mereka hampir lupa jika kepala Alfin terluka.

Andi mengendarai mobilnya dengan cepat menuju ke rumah sakit, mereka semakin panik karena Alfin sudah pingsan di dalam mobil.

“Alfin jangan tinggalin abang,” Kevin bergumam sambil memeluk tubuh Alfin.

Bersambung.

ALFIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang