16.Satu Hari Bersamamu

17 2 0
                                    

Agam melenguh pelan ketika merasakan kakinya sedikit kram.Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar."Astagfirullah,sudah pagi." Gumamnya sambil mengucek matanya.

Ia melihat ke bawah,Aira masih tertidur dengan posisi yang sama."Aira... Aira bangun sudah pagi." Agam menepuk nepuk pipi Aira agar sang empu bangun.

Aira mengucek matanya.Ia terperanjat kaget."Hah lo ngapain?" Tanyanya mendorong bahu Agam pelan.Sepertinya nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.

"Dasar pelupa." Agam menepuk jidat Aira pelan.

"Tadi malam kamu tidur di pundak saya,makanya saya pindah ke sini takut kamu kedinginan." Jelas Agam sambil melipat sarung yang tadi malam di pakai oleh Aira.

Aira tetaplah Aira yang suka pelupa dan perlu loading lama untuk mengingat ingat apa yang terjadi tadi malam."Oh astaga gue lupa sumpah,gue capek nangis makanya gue tidur gitu aja.Maafin gue ya,udah repotin lo." Ucap Aira.

"Maaf kamu saya terima.Dan kamu memang merepotkan saya." Ucap Agam tanpa ekspresi.

"Saya dan kamu telah meninggalkan sholat subuh.Itu membuat saya tidak tenang dalam menjalani hari ini."

"Ya gimana lagi,namanya juga ketiduran,gue malah gak denger adzan."

Agam geleng geleng kepala."Biar saya antar kamu pulang."

"Eh eh eh,gak mau.Gue gak mau pulang,gue mau ikut lo.Pliss ya pliss." Ucap Aira memohon. Ia benar benar ingin pergi dari rumah itu dan ia ingin menghindari pendidikannya.Biarlah ia istirahat terlebih dahulu.

"Bagaimana dengan sekolah kamu?" Tanya Agam.

"Ahhh udah lah gak usah di pikirin,gue mau ikut lo pokoknya,titik gak pake koma." Ucap Aira tak dapat di ganggu gugat lagi.

"Keluarga kamu?Pasti mereka mencari kamu."

"Keluarga?Cariin gue?Mana ada yang ada mereka malah seneng,beban keluarganya ilang.Mau gue mati sekalipun mereka gak bakal peduli sama gue.Udah deh pokoknya gue mau ikut sama lo.Ikut mulung juga gak papa kok." Oceh Aira sambil membasuh kakinya dengan air sungai.

"Hm,saya harap kamu tidak menyesal karena telah membolos sekolah.Dan mungkin saja papa kamu sedang pusing nyariin kamu,tidak ada yang tidak mungkin,Aira."

"Saya pengen sekolah malah kamu bolos sekolah." Gumam Agam yang masih bisa di dengar oleh Aira.

"Yaudah sono lo sekolah sono gantiin gue." Ucap Aira ngegas sambil mengangkat dagunya tinggi tinggi.

"Pikiran aneh.Mari ikut saya,kalau tidak mau ya udah kamu disini biar di makan buaya,saya ikhlas." Ucap Agam sambil berjalan entah kemana.Aira hanya mengikuti saja.

Sepanjang perjalanan hanya di isi dengan keheningan."Emang gue pantes yak buat ilang dari dunia?" Tanya Aira tiba-tiba dengan sorot wajah sendu.

"Papa gak nyariin gue,dan elo malah bilang ikhlas kalo gue di makan buaya.Gue emang sepantes itu ya buat mati?" Tanya Aira.

Agam sempat terdiam.Padahal ucapannya tadi adalah candaan agar ia bisa semakin akrab dengan Aira."Eum yang saya ucapkan hanyalah candaan,Aira.Jangan di ambil hati." Ucap Agam berharap Aira akan mengerti.

"Udah terlanjur masuk hati.Emang lo benci yak sama gue?Biasanya kalo benci sama seseorang,kita bakal menginginkan orang itu pergi.Berarti lo benci sama gue dong?" Tanya Aira.

"Kalo saya benci kamu,saya sudah dorong kamu di jembatan,atau bahkan saya sudah membunuh kamu,Aira."

"Tapi semua orang benci gue,pasti lo juga benci kan sama gue?Gue ngerepotin lo kan?Dan lo gak suka itu kan?" Omel Aira sambil beralih posisi menjadi di depan Agam dan berjalan mundur.

Kebencian & KepergianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang