25. Rasa Yang Salah

12 1 0
                                    

Agam masih belum menyadari bahwa Aira sudah tak berada di belakangnya.Bahkan sedari tadi ia mengajak ngobrol dengan Aira namun tak ada sahutan,ya iyalah ga ada sahutan orang ngobrol sendiri.

Agam kira Aira kesambet patung makanya diam saja.Ia belum tau kalau Aira sudah pergi sedari tadi.

"Dari tadi saya ngomong kamu diem aja,lagi cosplay jadi limbad?" Tanya Agam sambil menautkan tali pada karung yang sudah penuh botol kosong.

"Apa mas?"

Agam menegakkan badannya,menajamkan pendengarannya,ia tak salah dengar kan?Mas?Apakah Aira memanggilnya 'mas'? Tapi kenapa suaranya seperti laki-laki?Apa Aira berubah menjadi cowok?

"Kok suara kamu beda?Lagi cosplay jadi cowo?" Tepat saat mengatakan itu,Agam berbalik badan dan tak menemukan Aira sama sekali.Yang ada di hadapannya saat ini adalah bapak bapak pakai peci yang akan sholat di masjid.

"Saya emang cowo mas." Ucap bapak tadi meringis.

Agam tersenyum kikuk, "mas tadi bilang saya cosplay jadi limbad kan?" Tanya bapak tadi membuat Agam mati kutu.Ia hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali.

"Kebetulan mas,nama bapak saya limbad,kok mas tau sih?Mas bukan cenayang kan?" Reflek, Agam menggeleng.

"Kalau gitu saya permisi mas,udah adzan.Mari." Ucapnya lalu pergi dari hadapan Agam.

"Hufttt saya kira tadi Aira." Ucapnya merasa bodoh sekaligus malu.Kalau bisa ia ingin mengubur diri atau nggak menghilang atau nggak berubah jadi bekicot saja biar bisa bersembunyi di cangkangnya.

"Kemana Aira?Sejak kapan dia pergi?Jangan-jangan sejak saya berbicara terus gak ada jawaban?" Agam menepuk jidatnya sendiri,pantesan tadi ada ibuk ibuk yang menatapnya aneh ternyata ia ngobrol sendiri.

"Sedang cosplay jadi orang gila." Ucapnya lalu melanjutkan langkahnya menuju masjid terdekat untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur.Setelah sholat nanti mungkin Agam akan mencari keberadaan Aira.

~•••~

Sedangkan Aira berjalan tanpa tujuan dengan pandangan yang kosong,semuanya terlalu mendadak.Dan ia tak bisa membayangkan jika surat tersebut tak pernah ia temukan,pasti papanya akan merasa kecewa dengannya.

Untuk masalah tempat tinggal,kenapa rasanya Aira tak ingin pindah dari rumah Agam?Ia masih ingin berlama-lama di sana, tapi kalau ia tak pindah berarti ia tak melaksanakan amanah dari papanya dong?

Untuk masalah penampilan memang,rumah neneknya yang terasa bagus tapi untuk kenyamanan,rumah Agam lah pemenangnya.

Karena lelah berjalan,Aira memutuskan untuk duduk di samping warung yang jualan berbagai minuman.Karena haus juga,maka Aira memesan es teh yang kebetulan ada uang lima ribuan yang sudah kelipat-lipat tidak karuan di sakunya.

"Buk es teh satu." Ucapnya lalu duduk di kursi yang kosong.Air matanya dari tadi masih menetes dan Aira membiarkan itu biar rasanya plong,lebih enteng dan ada manis manisnya.

Tak selang lama ibu penjual tersebut datang dengan segelas es teh sesuai pesanan Aira."Ini neng." Yang hanya mendapat anggukan singkat dari Aira.

"Papa...papa kemana sih?Aira pengen ketemu papa." Gumamnya yang sangat sangat lirih.

"Apa bener Aira gak bakal lagi ketemu sama papa?" Mengingat itu rasanya sangat sesak sekali.

"Apa Aira bener-bener harus hidup sendiri?" Tanyanya yang berharap ada jawaban dari papanya,konyol memang.

Satu tegukan berhasil membasahi tenggorokan Aira yang kering.Kenapa rasanya sangat sulit?Keluarganya berpencar seperti tim SAR saja.Dan ia harus hidup sendiri?Padahal itu sangatlah sakit.

Kebencian & KepergianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang