______Janus______
Sudah sepekan ini aku memulai program belajar 'Serius Fokus Menuju Kedoteran Tanpa Gagal' yang diterapkan oleh Kak Januar kepadaku.
Kami benar-benar memulai dari awal sebab jurusanku sama sekali tidak linear dengan jurusan itu. Sehingga kami memang tidak mengharapkan aku bisa lolos melalui jalur SNMPTN. Hanya jalur SBMPTN-lah yang menjadi fokus utama.
Jalur mandiri pun rasanya juga mustahil sebab aku bukan dari golongan orang-orang penguasa dollar.
"Kak."
"Hmm?" Kak Januar tidak menoleh. Dia sibuk menuliskan materi-materi penting untukku. Posisi duduknya tepat di sampingku.
"Ini bagaimana caranya si X berubah nilai menjadi -4, ya?"
Mendengar ketidakpahamanku, lantas pria itu pun menoleh. Menatapku dengan pandangan yang rumit dan sulit aku cari artinya dalam kamus pembaca ekspresi yang aku miliki di dalam otak.
"Dari sini, di substitusikan-"
"Diganti?" aku lebih paham kata-kata sederhana.
"Iya. Diganti dengan ini ..."
Kak Januar menjelaskan dengan begitu perlahan sambil tangannya bergerak ke sana ke mari membuat rangkaian motif batik matematika di atas buku tulisku.
"Bagaimana? Bisa paham?" dia khawatir. Aku paham betul sebab sekarang dapat kulihat dahinya berkerut dengan mata mendayu-dayu. Ciri khasnya ketika sedang cemas.
"Paham." aku sangat gemas melihat ekspresi itu sehingga tanpa sadar kujentikkan telunjukku pada kerutan itu. Membuat sang empu bengong sesaat.
"Jangan memulai, Sel."
"Memulai apa?" aku tak paham.
"Kamu sengaja menggodaku, hmm? Mentang-mentang hanya ada kita berdua di ruangan ini?"
Hah? Apa? Siapa yang menggoda siapa? Aku tidak melakukan apapun selain menjetik dahinya yang indah itu. Apakah bisa hal sepele itu disebut sebagai menggoda?
Sedangkan jelas-jelas dialah yang kini sedang tebar pesona menggunakan lengan indahnya yang menopang dagu dan tatapan matanya yang sengaja dipicingkan, juga senyum miring yang ia tampilkan tepat di hadapanku.
Apa itu namanya jika bukan menggoda?
"Kenapa diam?"
"Memangnya aku harus membalas apa?"
"Dasar tidak peka." tangannya yang panjang itu beralih merebut jari jemariku dari buku. Membawanya sebentar untuk ditempelkan pada pipinya yang terasa dingin karena AC di ruang belajar ini, "lain kali jangan sembarangan menyentuh orang lain menggunakan tanganmu ini. Bisa melting mereka."
"Gombal." aku serius mengatakan hal ini. Karena aku sadar bahwa tangan kasarku ini tak akan pernah bisa membuat orang lain menjadi melting seperti yang dikatakan oleh kekasihku ini.
"Aku tidak sedang menggombal, Selen."
Cup.
Dia mengecup punggung tanganku cukup lama. Membuat otak minimalisku berhenti bekerja untuk sesaat.
"KAK!" aku memekik. Berteriak keras dan spontan merebut kembali tanganku sambil berdiri bangkit dari tempat duduk.
Jantung ini terkejut bukan main. Dan aku yakin Kak Januar juga terkejut dengan responku barusan. Wajahnya sangat syok. Tapi aku jauh lebih syok lagi. Juga malu.
Pipiku sekarang pasti sudah sangat merona.
"Kamu kenapa?"
Kamu kenapa? Bagaimana bisa dia menanyakan hal itu setelah melakukan tindakan yang terlampau manis dan salah? Seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANUS
Teen Fiction"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran!" "Iya, Kak." __________ "Punya otak tidak? Soal mudah seperti ini saja tidak bisa." "..." __________ "Mau jadi apa kamu, hah? Sudah punya pacar tapi keluyuran dengan laki-laki lain." "Apa kabar kamu y...