Janus [35] Kompak

3.9K 192 13
                                    

______Janus______

"BUMI JANGANNN!"

Teriakan ini pasti akan teredam oleh api kemurkaan. Yang kutahu sekarang, Bumi tak akan mampu untuk menjentik sedikit saja akal sehatnya. Tangan kokoh itu masih menggenggam kuat bongkahan besi.

Aku berpacu dengan kemungkinan terburuk, tapi tak ada pilihan lain yang mencuat dalam kondisi ini.

Kulepaskan sabuk pengaman dan segera kubawa Kak Januar dalam dekapanku. Nafasku memburu. Menjejaki setiap inchi kaca pembatas antara aku dan Bumi.

Pemuda itu menurunkan sedikit kontras matanya. Raut bak iblis tadi berubah secara perlahan. Dia menatapku tak percaya. Seolah apa yang baru saja aku lakukan adalah dosa besar yang akan menyeretku ke dalam neraka.

"Selen? Ada Apa?" suara Kak Januar masih terdengar melayang. Belum mampu kuolah dengan baik karena jantungku masih berdegup hebat.

Birama yang sudah kembali bangun pasca jatuh akhirnya mendekat jua. Dengan wajah lelahnya, anak manis itu menarik lengan Bumi. Dia membawa sang Dewa Kehancuran untuk menjauhi mobil.

Kurasakan tangan Kak Januar bergerak mengurai pelukanku. Dengan wajah cemasnya, tuan muda ini menoleh ke belakang. Ya, pada akhirnya dia tahu apa yang menyebabkanku menggila sesaat tadi.

"Dasar brengsek!"

Aku tahu jika makian ini akan berakhir di atas panggung saling serang.

Menahan pria tangguh seperti Kak Januar itu sulit. Hampir tak mungkin. Karenanya, aku lebih memilih untuk ikut ke luar dan mencegahnya berbuat onar sebisa mungkin.

"MAKSUDMU APA, HAH?! MAU JADI JAGOAN?!"

"Sudah, Kak. Sudah."

Lelah sekali. Aku hanya ingin bekerja, mendapatkan uang lantas membuat Ayah bisa sedikit rehat.

Namun mengapa jalannya selicin ini?

"LO SENDIRI GIMANA, SETAN?! NGACA SANA! BERASA HEBAT BANGET LO UDAH BAWA PAKSA SELEN KAYAK TADI?!"

Seperti aku yang mencekal tangan Kak Januar dan memeluknya dari samping. Birama juga mencoba menahan Bumi dengan mendorong tubuhnya untuk memblokade anak itu.

"AKU KEKASIHNYA! AKU BERHAK MEMBAWA DIA! JUSTRU HARUSNYA KAU YANG BERKACA! SIAPA KAU SAMPAI BERANI MEMBAWA PACAR ORANG?!"

Aku bergerak maju. Melepaskan tangan pengaman agar bisa mencapai titik tengah antara Kak Januar dan Bumi.

"Siapa berhak atas siapa, Kak?!" jelas sekali ada kebencian di dalam suaraku. Tapi tak masalah. Aku memang ingin dia mendengarnya.

"Tidak ada siapa pun yang berhak membawaku. Aku pergi dengan Bumi karena memang aku yang menginginkannya."

"Mau jadi apa kamu, hah? Sudah punya pacar tapi keluyuran dengan laki-laki lain."

Wah ... Lihatlah pemuda ini. Betapa tak tahu malunya dia. Aku tak pernah mau membawa masalah liburannya dengan Valerie, karena semuanya pasti akan percuma. Tapi biarlah.

Biar kutahu sampai batas mana dia akan bertindak seenaknya.

"Apa kabar kamu yang pergi liburan dengan Valerie, Kak? Ber-du-a-an."

Kak Januar terdiam. Namun bukan berarti dia akan bungkam.

"Tidak usah bawa-bawa Valerie! Dia itu beda sama kamu!"

"Hah! Iya, tentu saja berbeda. Sangat berbeda. Aku ini hanya orang asing yang kebetulan bisa ber-pa-ca-ran dengan idolanya. Sedangkan Valerie adalah perempuan yang paling diutamakan oleh pa-car-ku itu."

JANUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang