Janus [39] Tail

3.4K 181 9
                                    

______Janus______


"Memangnya pantas kamu bicara begitu pada pacarmu sendiri, Selen?!"

Bisik-bisik miring mulai terdengar mendesak telinga. Satu di antara mereka memulai percikan api dengan mempertanyakan kebenaran ucapan Kak Januar.

"Harus banget, Kak? Apa kamu memang harus membuat keributan di sini?"

"Makanya, ikut aku. Kita ngobrol di tempat lain."

Aku menolak. Hal itu kutasbihkan dengan bergerak menghempaskan cekalan Kak Januar. Kulangkahkan kakiku ke belakang. Menciptakan jurang yang membentangkan jarak di antara kita berdua.

"Tidak perlu. Aku kan sudah bilang, kemarin itu kesempatan terakhirmu, Kak."

"Tapi kemarin-"

"Iya, kemarin ada Valerie yang lebih penting untuk kamu jumpai, kan? Aku paham, Kak. Aku paham. Jadi harusnya kamu juga paham, kalau ucapanku itu juga serius."

"Selen. Aku sayang kamu."

"Ha? Seriusan mereka pacaran?"

"Ini mimpi nggak, sih?"

"Ini si Januar lagi mabuk apa gimana?"

Telingaku semakin panas karena mulut rakyat sekolah ini tak mau mengatup sejenak. Mereka sudah seperti tumbuhan venus yang siap menganga tiap kali ada mangsa hinggap.

"Kemarin aku mencari kamu ke rumah. Aku juga-"

"Kak Januar!"

Lihatlah ... Lihatlah ini.

Apa anak ini tidak bisa diam sekali saja? Apa Valerie memang harus menggulat kaki Kak Januar setiap saat?

"Kamu pergi dulu, Rie. Aku ingin ngobrol penting dengan pacarku."

"Kak." Valerie mendesis setengah berbisik, "ada banyak orang, loh. Kamu jangan ngawur."

"A-dik-mu itu benar, Kak. Ada banyak manusia di sini. Bahkan tembok pun bisa berubah jadi mata dan telinga kalau kamu tidak hati-hati."

Sepertinya aku sudah melewati batas kesabarannya. Raut wajah Kak Januar sekarang melengking bagai tungku air panas yang telah mendidih.

"Oke. Kamu mau semua orang tahu, kan?"

Hah? Apa dia sedang berbicara kepadaku?

Kak Januar menatap para siswa yang berkerumun di dekat kami. Meskipun mereka terlihat pura-pura tak peduli, tapi aku yakin para tukang gosip itu sedang sibuk mendengarkan.

"Selen dan aku memang pacaran." Kak Januar berujar santai.

Kulihat Valerie mendelik tak percaya. Sedangkan telingaku mendengar seruan kaget dari para gadis.

Mereka berbisik-bisik dan tak menyangka semua ini. Beberapa bahkan mengatakan kalau kami sedang bermain drama.

"Apa?"

Itu bukan suaraku. Bukan pula suara para penyebar berita.

Suara bariton itu adalah milik Kak Bagas. Aku tidak tahu sejak kapan dia ada di sini. Namun yang jelas, kini wajah bersahaja itu nampak begitu murka.

"Kau bilang apa, Jan?"

"Ini bukan urusanmu."

"Bukan urusanku?" Kak Bagas melirikku sesaat. Setelah itu dia kembali menatap Kak Januar. Kali ini dengan tombak yang mengarah langsung ke jantung Kak Januar.

"Sejak kapan kau pacaran dengan Selen?"

"Sudah kubilang ini bukan urusan-"

"Iki urusanku, c*k!"¹

JANUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang