Janus [26] Cadangan

2.2K 104 7
                                    

Entah bagaimana caranya, namun yang pasti, aku bisa melewati waktu satu bulan ini dengan selamat.

Tidak ada pertikaian antara Bumi dan Kak Januar. Bahkan sepertinya, Kak Januar nampak lebih tenang akhir-akhir ini.

"Selen, maaf. Kamu lama ya nunggunya?"

Itulah dia. Kak Januarku nampak terburu-buru menghampiri gadisnya. Aku.

Percaya diri sekali, bukan? Tapi mau bagaimana lagi. Sebab jika bukan aku yang percaya pada hubungan ini, lantas siapa lagi?

"Kamu ketiduran ya, Kak?"

Mata merah. Lingkar mata hitam. Wajah kusut nan pucat. Rambut berantakan. Bukankah ini ciri-ciri orang baru bangun tidur?

"Oh ... Maaf. Aku tidak bermaksud ketiduran. Aku hanya ingin memejamkan mata sebentar, tapi tiba-tiba hilang kesadaran begitu saja."

Kenapa lagi kekasihku ini? Akhir-akhir ini wajahnya sering terlihat lelah. Bahkan pipinya juga mulai terlihat sedikit tirus.

Apa Kak Januar bahkan makan dengan baik? Aku tahu, ujian kelulusan sudah semakin dekat. Begitu juga dengan seleksi masuk perguruan tinggi. Tapi mengapa harus sampai seburuk ini.

Tanpa sadar, tanganku bergerak otomatis untuk menyisir rambutnya yang kusut. Dan karena tinggi badan kami yang tak imbang, aku terpaksa harus berjinjit.

"Memangnya Kak Januar tidur jam berapa?"

Ia tak menjawab. Ahmad Januar Fenrir Abraham ini justru sibuk menatap wajahku. Dengan tatapan sendu pula. Sebenarnya dia kenapa?

"Aku ngantuk." begitu ucapnya. Dan tanpa aling-aling, manusia bertubuh tinggi ini langsung saja menyandarkan kepalanya pada bahuku. Ia menyembunyikan wajah tampannya di balik pelukanku.

Aku yang terkejut hampir saja kehilangan keseimbangan jika saja Kak Januar tidak memeluk pinggangku. Dia menahanku agar tidak jatuh.

Saat ini kami sedang ada di halaman rumahku. Karena Kak Januar mengajak jalan-jalan di akhir pekan ini. Sungguh fenomena yang sangat langka. Sebab dalam satu bulan ini, baru sekarang kami bisa menghabiskan waktu bersama.

Perihal Ayah, beliau bilang ada urusan dengan temannya. Jadilah aku hanya sendirian saja saat ini.

Bersyukurnya, kebanyakan tetangga juga sedang liburan. Sehingga aku merasa sedikit tidak sungkan karena nampak bermesraan dengan kekasihku di depan umum.

"Kak, lepas dulu. Nanti kalau ada tetangga yang lihat bagaimana?"

"Sebentar, ya. Aku mau kayak gini sebentar saja."

"Kalau mengantuk tidur dulu, Kak. Ayo, duduk dulu di kursi."

"Enggak. Aku nggak butuh tidur. Cuma butuh peluk kamu sebentar aja."

Dari suaranya, Kak Januar terdengar begitu lelah. Bahkan kurasakan hawa tubuhnya juga sedikit hangat.

Ingin kutanyakan mengapa ia memaksakan diri ke sini jika sedang sakit, tapi karena Kak Januar sendiri yang bilang untuk hening sejenak. Maka kuputuskan untuk menepuk-nepuk lembut punggungnya.

Kubiarkan ia memelukku sampai lelahnya hilang. Dan sesekali, akan kuusap rambutnya secara perlahan. Berharap dengan begini ia akan bisa rehat sebentar.

"Selen ..." ia memanggilku lirih.

"Kenapa, Kak?"

Ada jeda sebelum Kak Januar kembali bicara. Mungkin ia masih menimbang haruskah mengeluarkan kata berikutnya ataukah tidak.

"Kamu ..."

"Hmm? Aku apa, Kak?"

"Kamu masih berencana untuk berangkat dan pulang bareng Bumi?"

JANUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang