______Janus______
Sesuai janji Yang Mulia Ratu Teresa, sepulang sekolah, anak itu langsung mentraktirku cilok dan pempek yang biasa memangkalkan gerobaknya di depan Sekolah Dasar 45 yang letaknya tak jauh dari SMA kami.
Setelah memarkirkan motor di dekat gerobak berwarna merah muda itu kami pun duduk di bangku yang memang disediakan pedagang pempek untuk para pembelinya.
"Masih lama, pak?" nampak jelas sekali bahwa Teresa sudah tidak sabar menunggu pempek siap dihidangkan. Bahkan cilok milik kami pun telah tandas.
"Iya, Mbak. Tadi ada yang pesan 40 bungkus."
"Kamu nggak akan mati kelaperan kan, Sel?"
Sebab rasa lapar telah menggerogoti lambungku, maka aku hanya membalas hinaan itu dengan wajah masam seperti biasa. Aku terlalu lemah untuk membalas omong kosong Teresa.
Kusandarkan kepalaku pada pohon keres di sampingku. Sambil menikmati lalu lalang kendaraan di hadapan kami.
Mataku cukup terpaku sejenak tatkala sebuah motor Kawasaki Ninja black colour 250 cc Sport Class yang berhenti tepat di samping motor Teresa.
Jangan tanya bagaimana aku bisa tahu jenis sepeda motor itu. Sebab kebucinan Ayah Teresa kepada Ibu Teresa-lah penyebabnya.
Beliau membeli motor itu beberapa waktu yang lalu untuk mengajak istrinya berkeliling kota ini sebagai hadiah ulang tahunnya. Dan selama satu minggu penuh, Tante Abhigaeil akan terus-terusan menceritakan bagaimana romantisnya sang suami. Sungguh membuat iri kaum yang tak memiliki pasangan.
Pemuda bertubuh tegap yang mengendarai kuda hitam itu kemudian melepas helm full face-nya dan turun menghampiri sang pedagang pempek.
Rupanya dia pemuda yang kutemui di kebun tadi. Dan sekarang tatapan laser Teresa sudah keluar dari kedua bola matanya.
"Pesanan saya sudah belum, pak?"
"Belum, Mas. Kurang 16 bungkus lagi."
"Oke."
"Jadi lo yang pesen sebanyak itu? Sial. Gue kelaperan tau!" ocehan Teresa tak pelak membuat pemuda tadi yang hendak ingin duduk pun akhirnya mengurungkan niat. Dia memilih untuk berdiri saja daripada harus duduk bersama kami.
"Heh! Diajak ngomong itu jawab anjir! Bisu lo?"
"Emangnya lo ngajak ngomong? Perasaan dari awal lo cuma ngegas doang." pemuda itu menjawab tanpa melihat paras ayu Teresa yang sedang merah terbakar amarah. Dia lebih memilih menatap ponselnya sambil bersedekap.
"Wah ... ngeselin nih anak! Laper tau!"
Aku harus bagaimana?
Mau menghentikan mereka tapi itu bukanlah ranahku sebagai orang luar.
Pemuda tersebut menatap datar ke arah kami sebelum akhirnya melayangkan sebuat tanya."Udah nungguin berapa lama sih?! Nggak sabaran banget!" dia mulai menaikkan oktafnya. Berusaha mengimbangi suara Teresa yang melengking bagai sengat kalajengking.
"Nggak sabar-nggak sabar! Ada kali kalau 20 menitan."
"Ya kan itu resiko lo yang mau makan disini. Kalo nggak sabar ya cari penjual lain lah goblog!"
KAMU SEDANG MEMBACA
JANUS
Ficțiune adolescenți"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran!" "Iya, Kak." __________ "Punya otak tidak? Soal mudah seperti ini saja tidak bisa." "..." __________ "Mau jadi apa kamu, hah? Sudah punya pacar tapi keluyuran dengan laki-laki lain." "Apa kabar kamu y...