______Janus______
Berada di antara tebing dan kehancuran. Berdiam diri menuntut pengertian dari Yang Maha Kuasa. Merayap mencari cahaya yang meredup tiap kali dipinta.
Teresa merasakan itu semua tiap kali matanya menatap ke arah sang pemuda.
Di sana, berjalan menapak dengan tangan meraba, Bumi berusaha kuat untuk menerima keadaannya. Sedang Teresa sendiri masih bergelung dengan dosanya.
Gadis itu, yang selalu menaikkan suara di depan Bumi, kini hidup seperti tikus rendahan yang menyingkir tiap kali Bumi mendekat.
Selama dua minggu terakhir, Teresa tak pernah absen mendatangi Bumi di rumah sakit. Namun keberadaannya selalu disembunyikan di antara keramaian.
Menatapnya. Mengawasi setiap langkah pemuda itu. Bergerak jika melihat pria itu membutuhkan. Namun tetap membisu ketika panggilan dihaturkan.
Teresa ... Menjadi seperti bayangan Bumi.
"Apa tidak lelah?"
Mana mungkin Teresa tidak lelah. Tapi untuk menjawab pertanyaan Selen, Tere akhirnya menyuguhkan senyum paling hangatnya.
"Jika kamu terus bersembunyi, apa tidak lebih baik kamu pergi saja, Tere? Hilanglah dari kehidupan Bumi sepenuhnya. Karena kamu adalah penyebab dari bencana hidupnya."
"Apa?"
Mendengar seorang Selen, sahabat karibnya, mampu mengatakan hal itu padanya, patutlah Teresa terhenyak begitu dalam.
"Kenapa kamu terkejut? Kamu tidak mengharapkan aku untuk menyalahkanmu, Ter? Apa kamu merasa tidak bersalah atas itu semua? Benarkah kamu sangat tidak tahu malu seperti ini, Tere?"
Apa ini? Teresa membatu. Terkejut hingga nafasnya terhenti. Bagaimana bisa ... Selen mengatakan hal itu kepadanya?
Tere tak pernah merasa sefrustasi ini hingga mulutnya terjahit sempurna.
"Tere ... Aku harap kamu mendengarkan semua itu dari Bumi dan bukannya aku."
Melihat airmata menggenang di pelupuk mata Selen, Teresa menjadi hidup di antara kebingungan dan kebodohan. Mengapa Selen begitu menyebalkan seperti ini?
Setelah mengatakan semua hal buruk, sekarang gadis itu menangis? Sebenarnya apa maunya?
"Akan lebih baik jika kamu bertemu dengan Bumi langsung, Ter. Akan lebih baik jika Bumi mencaci makimu sampai akhir. Akan lebih baik jika kamu menjerit dan memohon ampunan darinya. Itu semua lebih baik, Ter ... Hiks ... Ketimbang aku harus melihatmu menjadi mayat hidup seperti ini."
"Selen."
"Kamu membunuh dirimu sendiri, Tere. Kamu terus saja bergelung dalam lembah dosa dan tidak mau ke luar. Kamu tidak membiarkan siapa pun untuk datang menolongmu. Ini ... Menyakitkan, Ter. Melihatmu seperti ini, itu sangat menyakitkan."
Teresa bukannya tidak mau. Dia bukannya tak memahami betapa sakitnya hati semua orang atas sikapnya.
Bersembunyi, dan hancur sendirian. Tere menjatuhkan hukuman mati pada dirinya sendiri, bahkan sebelum menerima vonis dari Bumi.
Dia mendosakan jiwanya bahkan tanpa melihat jika mungkin saja ... akan ada pengampunan baginya.
"Biarkan Bumi menghukummu. Biarkan dia yang menjadi hakimmu. Karena dengan begitu ... Kami masih bisa menyelamatkan jiwamu, Tere. Kamu dan Bumi, biarkan kami membantu kalian. Tolong, izinkan kami mendengar permohonan kalian, Hmm?"
"Hiks ..."
Suara isak tangis itu tak akan berhenti bahkan ketika gagak mematukinya sekali pun. Jiwa mereka yang terlalu lelah, akhirnya mungkin akan menyerah. Tapi, sayap-sayap yang membelenggunya, tak akan pernah merelakan jiwa itu mati dan hangus dalam abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANUS
Teen Fiction"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran!" "Iya, Kak." __________ "Punya otak tidak? Soal mudah seperti ini saja tidak bisa." "..." __________ "Mau jadi apa kamu, hah? Sudah punya pacar tapi keluyuran dengan laki-laki lain." "Apa kabar kamu y...