______Janus______
Bahkan ketika ...
Ketika mereka sibuk berlalu lalang, aku akan senantiasa berdiri di belakang garis batas kesadaranku.
Kepada hadirnya mereka, sungguh aku tidak tahu menahu. Segalanya kuserahkan kepada Teresa dan keluarga.
Ah tidak, tapi memang mereka yang mengulurkan tangan untuk memapahku.
Bumi dan ayahnya, Birama dan Ibunya, Teresa dan keluarganya, lalu ... Kak Bagas. Bersama Pak Yansa, mereka mengatur pemakaman Ayah sedemikian rupa hingga rambutku tak perlu bergerak sedikit pun.
"Gas, Januar masih belum bisa dihubungi?"
"Nggak bisa."
"Udah coba dateng ke rumahnya?"
"Udah. Tapi sepi. Kayaknya lagi pergi sekeluarga."
"Terus gimana?"
"Coba hubungi keluarga Valerie. Kau kan cukup dekat dengan mereka, Kas."
"Oke."
Bisakah ...
Bisakah Kak Lukas dan Kak Bagas diam? Aku tidak peduli, sungguh. Mau dia datang atau tidak, itu bukan urusanku.
Sekarang ... Hanya untuk sekarang, tidak sudikah mereka mengizinkan aku untuk tenang bersama ayahku?
"Selen."
Bahkan untuk Tante Abhigaeil, aku juga tak ingin menjawab.
"Nak, sudah waktunya ya."
Om Sheka ... Aku tidak mau.
"Ayo ... Om bantu kamu berdiri."
Selayaknya ilalang yang tak punya kuasa di bawah langit.
Demikian pun denganku.
Bahkan ketika akhirnya aku berada dekat dengan ayah, yang tubuh dan jiwanya dibalut dalam putihnya helaian kain.
Aku ... Tetap diam terpaku.
"Ayah ..."
Ayah ... Ini sudah waktunya, ya?
Ini saatnya aku menjadi anak burung yang harus terbang dengan kepakannya sendiri. Apa aku benar?
Tapi kenapa Ayah?
Kenapa Ayah tidak bisa terbang di sisiku?
Mengapa Ayah harus menjauh bersama dengan mimpiku?
"Nak ... Ikhlas ya. Biarkan Ayah kamu istirahat dengan tenang. Di sana ... Om yakin, jika ibumu sedang gelisah menunggunya. Ayahmu ... Dia ... Pasti belum bisa pergi sepenuhnya jika kamu menggenggamnya seperti ini."
Om Sheka benar.
Akan sangat egois jika aku tetap ingin bahagia bersama Ayah, sedangkan Ibu kesepian bertahun-tahun tanpa kami di atas sana.
Om Sheka benar.
Ya.
Aku ... Harus melepaskan Ayah.
Ini terakhir kalinya.
Aku mengecup keningnya yang dingin.
Ini akan jadi yang terakhir, saat aku memberikan kecupan hangat untuk kedua matanya yang tertutup.
Ini ...
"Hiks ... Ayah ... Maaf."
Maaf ... Karena Ayah bahkan belum sempat melihatku berdiri di atas panggung kelulusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANUS
Teen Fiction"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran!" "Iya, Kak." __________ "Punya otak tidak? Soal mudah seperti ini saja tidak bisa." "..." __________ "Mau jadi apa kamu, hah? Sudah punya pacar tapi keluyuran dengan laki-laki lain." "Apa kabar kamu y...