Janus [13] Leukosit

2.5K 106 4
                                    

______Janus______

"Nggak mau!" lagi-lagi Teresa membentakku.

Pasca Tante juwita memberikan undangan secara langsung kepada Teresa tadi, gadis itu dengan spontan menolaknya.

Namun bukan Tante Juwita namanya jikalau tidak kekeuh memaksa Teresa untuk datang. Pemilik surganya Kak Januar itu mengatakan pasti akan mengirimkan undangan tersebut melalui Kak Januar.

Dan aku ... meminta dengan sangat agar Teresa mau datang ke acara itu. Rasanya nyaman, hatiku mendadak damai ketika membayangkan akan ada Teresa di sana.

"Aku nanti sendirian Ter." pintaku sekali lagi. Kali ini dengan wajah memelas. Agar gadis keras kepala ini mau membantuku.

Kami dalam perjalanan menuju area parkiran Mall.

Jangan tanya mengapa aku justru berjalan pulang bersama Tere. Sudah jelas, bukan?

Kak Januar ikut pergi bersama mama dan adiknya. Entah aku harus berduka atau bahagia karena berpisah dengan pasanganku itu di tengah-tengah waktu kencan kami.

Namun yang pasti, aku dan Kak Januar bersykur karena dapat menghirup O² dan mengeluarkan  CO² dengan lega. Sebab kami berhasil lolos dengan bantuan Tere.

Kak Januar berdalih tengah memilah kado yang pas untuk sang ibunda. Sedangkan aku merangkai alasan bersama sahabatku ini.

"Ckk ... si deterjen mana sih." bukannya menjawab ajakanku, Teresa justru sibuk menjenjangkan lehernya guna mencari sesesorang atau--- sesuatu?

Dia menyebutkan perihal deterjen tadi.

"Ter ..."

"Apasih Sel! Aku nggak mau. Males tau. Acara nggak penting gitu."

Aneh sekali. Teresa itu bukan seseorang yang memiliki jiwa penyendiri. Dia juga tak benci dengan yang namanya keramaian.

Justru sebaliknya, gadis bermata tajam itu amat cinta dengan yang namanya pesta. Karena sama sepertiku, gadis pecicilan ini juga menyukai makanan gratis.

Sebenarnya ada apa?

"Kamu ada masalah ya sama mamanya Kak Jan-"

"HEH! BUMI!" teriakan Teresa seketika membuatku terkejut.

Dia menatap ke arah belakang dari tempat aku berdiri. Maka guna memutus rasa penasaran ini, aku pun mengikuti arah pandangnya. Dan kutemukan Bumi sedang berjalan ke arah kami. Dengan wajah malasnya.

"Bacot lo ya. Bisa nggak sih, gak usah teriak-teriak kayak bekantan."

Mataku masih menatap bingung terhadap tuan muda di hadapanku ini. Dan sama sepertiku yang bingung akan kehadirannya. Nampak jelas sekali bahwa Bumi juga bingung akan kehadiranku.

"Lah ... ini si leukosit ngapain di sini juga?"

Apa? Baru saja Bumi menyebutkan perihal Leukosit kepadaku, kan? Dia ... memanggilku leukosit?

Atas dasar apa?

"Mohon maaf. Maksud kamu apa ya?"

"Brengsek lo! Disuruh tunggu di mobil malah keluyuran." dengan sekali pukulan di bahu, Teresa mampu membangkitkan mata predator Bumi.

Kini ... pemuda itu sedang menjewer telinga Teresa hingga membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Sakit! Sakit Bum! Lepasin gak!"

"Jangan bandel makanya. Siapa suruh lo main tabok-tabok aja. Bahu gue masih sakit goblok!"

"Iya iya ... maaf. Astaga sakit Bum!"

JANUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang