Arlan saat ini sedang mengendarai motornya di jalanan yang cukup ramai. Setelah pulang kerja tadi Arlan berniat ke toko bunga, untuk membeli satu tangkai bunga mawar merah kesukaan Rini.
Setelah sampai, Arlan memasuki toko tersebut dan memilih-milih bunga yang paling segar yang mana. Setelah mendapat apa yang Arlan mau, Arlan kembali mengendarai motornya menuju cafe keberadaan Rini di sana.
Arlan menghembuskan nafasnya lantaran gugup, ini bukan dirinya sama sekali. Arlan memarkirkan motornya di sana dan melangkah masuk kedalam cafe tersebut, dengan tangan yang memegang setangkai bunga mawar merah yang dirinya beli tadi.
Arlan masuk kedalam cafe dan mengedarkan penglihatannya ke seluruh penjuru cafe dan ya akhirnya Arlan menemukan Rini berada, tapi tunggu. Kenapa Rini dengan seorang pria tua dan berbadan gempal?
Karena sudah kepalang penasaran, Arlan mendekatinya dan menepuk bahu Rini. Saat itu pula perhatian Rini dan Pria tua tersebut kearahnya. "Siapa?" Tanya Arlan sambil melirik kearah pria tersebut.
Rini menatap pria tersebut dan akhirnya pria tersebut mengangguk, seolah memperbolehkan Rini mengenalkannya. "Arlan kenalin, ini om Muest dan om Muest ini Arlan temen Rini."
Arlan menaikkan satu alisnya, ya yang benar saja? Oke-oke memang mereka belum baikkan dan Arlan saat ini ingin mengakhiri pertengkaran mereka tapi apa? Rini menganggap dia teman? Woahh bravo.
"Rin!" Peringat Arlan, tak dihiraukan oleh Rini.
"Temen ya?" Muest menatap penuh selidik kearah Arlan, apalagi di tangan Arlan terdapat setangkai bunga.
Rini menatap Arlan dan Muest was-was, apalagi tangan Arlan sudah terkepal dengan urat-urat yang menonjol serta rahang yang mengeras.
Arlan berdecih, dan menatap Rini dengan dingin. "Buat lo," Arlan menyodorkan bunga yang tadi dirinya beli. Tangan Rini hendak mengambil bunga tadi tapi dengan sengaja Arlan menjatuhkan bunganya dan jangan lupakan sebuah seringai yang ia tampilkan.
"Tangan gue meleset," Ucap Arlan dan menginjak bunga tersebut. Mungkin ini terkesan kekanakan, tapi dari pada Arlan melampiaskan emosinya kepada Rini yang notabennya seorang cewek kan gak mungkin.
"Gue pulang," ucap Arlan memecah keheningan diantara mereka. "Om saya pulang dulu," pamit Arlan kepada Muest yang sedari tadi hanya menonton saja sambil menyesap kopi yang ia pesan.
Arlan melangkah dengan cepat menuju pintu cafe, ada apa dengan hubungan mereka berdua? Hari makin hari terasa semakin tidak cocok? Arlan menghembuskan nafasnya, sekali lagi Arlan menengok kebelakang dan ya Rini masih menatapnya. Mata mereka saling pandang, cepat-cepat Arlan mengalihkan penglihatannya. Melihat Rini yang memandangnya seperti itu, membuat Arlan tak tega dan ingin memeluk Rini.
Tapi itu rasanya tidak mungkin.
Masih dengan rahang yang mengeras, Arlan melajukan motornya dengan ugal-ugalan di jalan yang ramai. karena hari sudah sore banyak pengendara lain yang baru saja keluar dari kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLAN
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Anda ingin plagiat? il tuo cervello è solo per la visualizzazione? Translate: ( Otak anda hanya untuk pajangan? ) -- Singkat saja cerita ini. Menceritakan tentang Sulthan Arlan Damarez ketua geng motor RAVLOSKA, yang d...