Ia menatap gedung pencakar langit tersebut dengan mata menyipit. Kepalanya mendongak ke atas, menghiraukan silaunya sinar matahari siang itu. Sejenak dalam benaknya ia meragu, apakah akan melanjutkan atau justru berhenti sampai di situ? Noura ciut seketika.
Tapi, ia terlanjur sampai di depan gedung bertingkat puluhan lantai tersebut. Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan ia sampai di hadapan pria itu.
Jonas bilang, ia harus menghadapi part yang satu ini. Jonas bilang, Noura harus bertanggung jawab dengan keputusannya. Jonas bilang, dirinya tidak pantas lari dan bersembunyi. Tapi, bagaimana?
Bagaimana ia harus menghadapi pria itu, sementara ketika namanya disebut saja hatinya terasa pilu? Dan kalau boleh jujur, Noura takut. Dirinya trauma. Takut jika kejadian malam kelabu itu akan terulang kembali untuk kesekian kalinya.
Meski orang tuanya bilang, jika pria itu mendatangi mereka dan telah meminta maaf secara langsung atas perbuatan buruk yang dilakukannya. Tapi, tetap saja. Noura belum bisa percaya seutuhnya pada pria itu.
Perlahan ia memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam untuk mengisi ruang paru-parunya. Ia harap dengan begitu rasa takut, ragu, dan gugupnya yang bercampur menjadi satu dapat hilang dalam sekejap.
"Noura?" suara bariton yang sangat familier itu terdengar menusuk gendang telinganya.
Sontak saja ia membelalak. Dalam sekejap debar jantungnya berpacu lebih cepat dari pada biasanya. Tidak, tidak, jangan sekarang! Batinnya berteriak.
"Is that you?" pria itu memastikan.
Entah mengapa suara tersebut mampu menggetarkan bulu kuduknya hingga meremang. Membuatnya gentar begitu saja. Bahkan ia merasa jika tempurung lututnya bergetar seperti jelly.
Noura coba untuk mengontrol dirinya dan menoleh ke arah datangnya suara. Meyakinkan dirinya jika ia akan baik-baik saja selama berada di hadapan umum. Setidaknya Thomas tidak akan berbuat macam-macam selagi mereka ada di ranah publik.
Perempuan itu menelan liurnya, "ya, ini aku."
Untuk pertama kalinya—sejak kejadian di malam kelabu itu, Noura dan Thomas kembali berhadap-hadapan.
Tidak ada yang berubah. Thomas tetap sama seperti dulu, parlente. Sepertinya sejak kejadian itu, Thomas tampak baik-baik saja. Jelas, kondisinya saat ini berkebalikan dengan yang Noura alami. Bahkan, tidak tergambar sama sekali rasa bersalah di wajahnya kala mereka saling bertatapan satu sama lain.
"Kamu—" ucapan pria itu terpotong karena Noura menyergahnya secara tiba-tiba.
"We need to talk."
Kedua mata Thomas menyipit, bibirnya terbuka sedikit kala pria itu memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Kita memang sedang bicara, Nou."
"Aku mau putus," ujar Noura lancar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERTASTE ☑️
ChickLit‼️🚩🚩🚩‼️ Muda dan bertalenta. Secara fisik tidak mungkin ada yang bisa menolak pesona seorang Ramien Stanley. Pria berdarah campuran Melayu-Ausie yang memilih untuk mengejar karirnya sebagai seorang sineas di Indonesia. Seperti halnya yang dirasak...