Bab 10

218 18 0
                                    

Diola segera merogoh isi tas dan mengamit ponselnya. Mencari kontak Irvin dan mengabari pria itu. Lalu, dengan gerakan cekatan ia lalu bersiap-siap. Membasuh tubuh, mengganti pakaian dengan yang lebih pantas dan menata rambutnya.

Beberapa saat kemudian pria itu datang menjemputnya. Tanpa basa-basi lagi keduanya berangkat menuju kediaman keluarga Irvin.

Senja kala itu mereka habiskan di jalan. Ketika sampai, jam menunjukkan pukul setengah tujuh. Dan sambutan hangat diberikan oleh tuan rumah.

Diola berlari begitu turun dari mobil, dan memeluk hangat sosok tante Dara yang baru lagi ia temui. Well, tentu saja tante Dara sama antusiasnya dengan Diola.

Berbagai pertanyaan klise menggempurnya, mulai dari menanyakan kabar hingga bagaimana Diola bisa tinggal di Semarang namun tidak memberi kabar.

Diola tersenyum kikuk, bagaimana ia harus mengabari mereka jika saat itu hubungannya dengan Irvin sedang tidak baik-baik saja.

"Ayo, kita bicara di dalam saja," Irvin memotong pembicaraan keduanya. Seperti tahu apa yang tengah Diola hadapi.

Pria itu menggiring Diola di sisinya, dan mempersilahkannya duduk di ruang keluarga. Dengan sedikit kaku Diola mencoba menyesuaikan diri dengan sikap berlebihan yang ditunjukkan oleh tante Dara.

Cukup lama mereka berbincang, membahas ini dan itu. Kemudian, tibalah acara inti dari pertemuan mereka. Makan malam, dengan suguhan yang dibuat langsung oleh tante Dara.

Entah bagaimana Diola dapat mengungkapkan rasa bahagianya malam ini. Karena jujur saja, ia rindu dibuatkan masakan oleh perempuan itu.

"Kalau sudah takdir, bagaimana pun kalian lost contact tetap akan bertemu juga kan pada akhirnya," ucapan tante Dara meluncur deras ditengah-tengah Diola mengunyah makan malamnya. Membuatnya tersedak seketika.

Irvin dengan sigap menyodorkan gelas yang berisi air putih padanya. Sementara kedua orang tua Irvin sempat melongo melihat kejadian tersebut.

"Itu kebetulan saja, Tante. Aku juga nggak tahu kalau Irvin bekerja di perusahaan yang sama dengan tempatku melamar kerja," Diola mencoba mencairkan suasana.

Takdir? Apa iya? Bukankah hal tersebut wajar terjadi ketika kita tinggal di kota yang sama? Kemungkinan bertemu sekecil apapun bisa saja terjadi.

"Well, yeah, Ola benar. Lagian, Kota Semarang nggak luas-luas banget," Irvin menimpali.

"Anyway, apa pun itu. Tante senang sekali kamu datang malam ini, Ola. Kalau saja Ninda juga ada di sini. Nggak cukup semalaman ini untuk kita nostalgia," ucap tante Dara dengan diiringi helaan napas sedih.

Diola tersenyum mendengar ucapan bernada sedih tersebut. Memang benar, sedekat itu kedekatan yang terjalin diantara keluarga mereka. Sehingga, waktu berbincang saat makan malam saja tak akan cukup untuk bernostalgia.

"Aku akan sampaikan salam untuk Ninda dari kalian semua," ujar Diola seolah mengerti dengan apa yang tengah dirasakan oleh perempuan sebaya mamanya itu.

Selesai acara makan malam, Irvin tak langsung mengajak Diola untuk pulang. Pria itu sengaja membawa Diola masuk ke dalam ruang pribadinya. Membiarkan keduanya larut dengan memori lama mereka.

Beberapa foto masa kecil dan remaja keduanya. Ternyata Irvin masih menyimpannya. Bahkan benda pemberian Diola pun nampak disimpan dengan baik di salah satu sudut kamarnya.

"Kamu masih ingat lagu favorit kita?" Irvin mengambil gitar pemberiannya dan segera ambil posisi di sisi ranjang.

"Tentu saja!" Diola yang tak kalah antusiasnya duduk di sebelah Irvin tanpa rasa canggung.

AFTERTASTE ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang