Ketika malam kian larut. Suasana bistro yang memang sengaja disewa oleh atasan Diola pun semakin ramai dengan kedatangan rekan kerja Diola dari tiap divisi yang berbeda.
Berbagai macam hidangan disajikan dan mereka semua bebas mengambil menu yang sudah disediakan. Hingga tiba pada acara puncaknya, dimana beberapa orang menaiki stage dengan salah dua di antara mereka membawa alat musik akustik.
Diola masih tetap bergeming di tempatnya. Tak juga beranjak, meski Irvin kerap kali membujuknya untuk pindah tempat—dengan tujuan untuk menghindar dari tatapan Rami tentu saja. Namun, perempuan itu seolah tak lagi peduli mengenai hal itu. Baginya, di mana pun ia duduk. Selama masih berada di tempat yang sama dengan pria itu, takkan mengubah apapun.
Mungkin bisa dikatakan jika perempuan itu tak lagi memiliki selera untuk menikmati malam ini. Coba bayangkan! Seharusnya ia bersenang-senang atas pencapaiannya hari ini. Katakan saja, ia patut mendapat sebuah apresiasi atas perjuangannya melewati sidang tesis hari ini. Tapi, kenyataannya? Diola justru dipermalukan oleh tingkah kedua pria yang sama-sama memiliki obsesi padanya.
Beberapa orang pria di atas stage nampak tengah bersiap-siap. Sementara Irvin yang juga berada di dekat stage tampak sibuk mengatur ini dan itu. Dan ternyata alasan menghilangnya Irvin tadi bukan lain ialah karena pria itu adalah orang yang dipercaya atasannya untuk mengelola acara entertain malam itu.
"La?" Nalani muncul dari balik tubuhnya membawa sesuatu di tangannya. "Greek salad. Wanna?"
Diola menoleh kemudian tersenyum dan mengangguk perlahan. Bukan tanpa alasan perempuan itu menerima tawaran Nalani kali ini. Pertama, karena rasa tidak enak hatinya sempat menolak tawaran Nalani sebelumnya. Dan kedua, dirinya lapar. Meski hanya sekedar salad, paling tidak ia memberi tubuhnya asupan lain. Karena satu bungkus mie instan saja ternyata tak cukup baginya.
Nalani duduk di sebelah Diola. Dan menyorongkan mangkuk salad yang ia bawa pada Diola.
"Sudah lebih baik?"
Diola menghela napas, kemudian terkekeh. "Well, I'm alright. Hanya sedikit, you know... terguncang."
Lawan bicaranya terbahak, kemudian mengatur posisi duduknya senyaman mungkin menghadap ke depan stage performance.
"Mereka semua sudah tahu, La. Sebenarnya nggak ada yang perlu kamu sembunyikan. Berita cuti 'khusus' kamu sudah tersebar, dan siapa orang di balik itu semua... well, yeah, yang tadi itu hanya sebagai penegasan saja kukira."
"Benarkah?" perempuan itu memasang wajah polosnya, namun demikian tangannya memutar garpu di atas mangkuk Greek Salad yang dibawakan oleh Nalani.
"Mm-hmm. Hanya saja nggak ada satupun di antara mereka yang berani bertanya kecuali padaku."
Diola lagi-lagi menghela napas. Jika yang Nalani ucapkan adalah benar. Lalu, buat apa ia kesal pada Rami karena telah berhasil membongkar status hubungan keduanya? Ah, ya, benar. Diola kesal karena Rami mengikuti ke mana dirinya pergi. Tindakan tersebut tak bisa dibenarkan, kan? Dan ini adalah kali keduanya Rami melakukan hal itu.
"Well, kalau begitu mereka sudah dapat jawabannya. Langsung di depan mata."
"Mm-hmm," Nalani mengangguk setuju sembari merebut garpu dari tangan Diola. Ia mengambil salad tersebut untuk dirinya sendiri. Kemudian mengembalikannya kembali.
"Speaking about Irvin—"
Diola menaikkan sebelah alisnya, dan tanpa menunggu Nalani untuk melanjutkan pertanyaannya. Ia pun segera menjelaskan topik yang jadi sorotan Nalani sejak tadi. Karena dirinya tahu, Nalani takkan membiarkan yang satu itu lepas dari radar gosipnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERTASTE ☑️
Literatura Feminina‼️🚩🚩🚩‼️ Muda dan bertalenta. Secara fisik tidak mungkin ada yang bisa menolak pesona seorang Ramien Stanley. Pria berdarah campuran Melayu-Ausie yang memilih untuk mengejar karirnya sebagai seorang sineas di Indonesia. Seperti halnya yang dirasak...