Seharusnya Diola sadar satu hal. Kini dirinya tidak lagi memiliki privasi. Well, terbukti ketika dengan leluasa dan sesuka hati Rami dapat keluar masuk kamarnya. Which is kecurigaannya selama ini mungkin benar. Bahwa Rami membayar orang-orang tersebut, orang-orang yang seharusnya justru menjaga privasinya.
Diola mundur selangkah saat melihat sepasang kaki menggantung di ujung ranjangnya. Kedua kaki tersebut terbungkus dengan celana denim putih dan sepatu dengan warna senada.
Perempuan itu memegangi dadanya erat, sembari menahan napas. Sebelum dirinya tahu bahwa Rami-lah pemilik kaki tersebut, ia sempat menduga jika kamarnya dimasuki oleh orang tidak dikenal. Karena seingatnya, tadi siang Rami menggunakan setelan baju berbeda dengan yang ia kenakan saat ini.
"Baru pulang? Ke mana saja, huh?" tanya Rami memberondong.
Pria itu dengan posisi rebah di atas ranjangnya, terlihat santai—tanpa merasa berdosa telah seenaknya masuk ke dalam kamar orang lain—dengan kedua tangan terlipat di bawah kepala. Menatap Diola dengan alis terangkat sebelah.
Perempuan itu meletakkan tasnya di atas meja foyer tepat di bawah layar televisinya. Ia melangkah dan mendekat pada pria itu hingga ia berdiri di sebelahnya.
Diola melipat kedua tangannya di depan dada, balas menatap Rami dengan sebelah alis terangkat.
"Sampai kapan kamu akan terus begini? Muncul secara tiba-tiba dan mengagetkanku? Asal tahu saja, apa yang kamu lakukan itu tidak sopan!"
"Tidak sopan?" pria itu bangkit terduduk. Raut wajahnya memberengut, jelas tidak suka dengan tuduhan perempuan itu.
"Lupakan saja! Apa mau kamu?"
"Apa mauku?" Rami balik bertanya. Ia berdiri dan mendekat pada Diola, meraih kedua siku perempuan itu lalu menariknya.
Dalam sekali sentakkan Diola mendarat tepat dalam dekapan pria itu. Dengan tatapan tajamnya menyelami pandangan ragu-ragu milik Diola. Sedetik kemudian Diola menyerah, ia menundukkan kepala dan enggan menatap Rami lagi.
"Ada apa, Dio? Kenapa berpaling? Kamu tanya apa mauku, kan?"
Diola bergumam serupa bisikan, "mm, tidak jadi."
Kemudian Rami menggunakan telunjuknya mengangkat sedikit dagu Diola, seolah-olah memaksanya untuk beradu pandang dengannya. "Kemasi apa yang kamu perlukan. Dan ikut aku."
"Ke mana?" tanya Diola polos.
Pria itu diam sejenak. Namun, tak menjawab pertanyaannya.
"Aku beri kamu waktu lima belas menit, cukup?"
Diola mengerjapkan mata. Kemudian mengangguk singkat. Perlahan ia mulai menjauh dari dekapan Rami, dan mulai mengemasi beberapa barang. Ia tidak membawa banyak, sehingga dalam waktu kurang dari lima belas menit ia sudah selesai berkemas.
Well, ini seperti deja vu.
***
Rami mengulurkan tangan saat menyambut Diola di depan pintu kamarnya. Pria itu menawarkan bantuan untuk membawa salah satu tas yang memenuhi kedua tangan Diola.
Pria itu tidak berkata apa-apa, ia memilih untuk memimpin langkah di depan Diola. Sementara itu Diola mengekor di belakangnya. Dan sebelum keduanya meninggalkan rumah kos tersebut, mereka sempat bertemu dengan security yang kebetulan dikenal Diola.
Pria berseragam itu tersenyum padanya dan mengangguk singkat pada Rami. Seolah-olah kecurigaannya selama ini telah terbukti. Antara Rami dan security rumah kosnya memang ada sesuatu. Mungkin benar pikirannya selama ini, Rami memang membayarnya agar dapat keluar masuk kamarnya sesuka hati.
![](https://img.wattpad.com/cover/303492190-288-k571698.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERTASTE ☑️
Literatura Feminina‼️🚩🚩🚩‼️ Muda dan bertalenta. Secara fisik tidak mungkin ada yang bisa menolak pesona seorang Ramien Stanley. Pria berdarah campuran Melayu-Ausie yang memilih untuk mengejar karirnya sebagai seorang sineas di Indonesia. Seperti halnya yang dirasak...