Bab 39

143 17 0
                                    

Dia tidak pernah benar-benar menjatuhkan pilihan malam itu? Apa maksud dari kalimat itu? Mungkinkah?

Rami menelan air liurnya. Isi kepalanya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Sulit dipercaya. Pasalnya, ia melihat dan mendengarnya langsung. Kalimat penerimaan itu keluar dari mulut Diola. Perempuan itu setuju untuk menyerahkan dirinya pada Irvin malam itu. Tapi, mengapa?

Apakah perempuan itu coba untuk menipunya? Menguji perasaannya? Meski belum sepenuhnya percaya. Jauh di dalam lubuk hatinya, tak bisa dipungkiri bahwa pria itu merasa senang ketika mendengar fakta tersebut.

"A-aku—" Diola tergagap saat akan menjelaskan kejadian malam itu. Namun, sebelum ia berhasil menyelesaikan kalimatnya. Rami buru-buru menyergah ucapannya.

"Liar!" geram pria itu dari balik sela-sela giginya. Rami maju selangkah, menyisakan jarak beberapa senti saja di antara keduanya. "Aku melihat dan mendengar, malam itu—"

"Aku melakukannya karena satu hal, Ram. Kamu hanya salah paham," perempuan itu balas memotong ucapan Rami.

Pria itu tersenyum sinis. Tatap matanya menimbang-nimbang. Tidak sepenuhnya terpengaruh dengan ucapan perempuan itu.

"Alright, sebaiknya kita keluar dari tempat ini. Aku akan mengantarmu pulang. Ayo!" ajak Rami kemudian berlalu dari hadapan perempuan itu.

Baru saja beranjak beberapa langkah meninggalkan Diola. Pria itu kembali menghentikan langkah kakinya. Ketika perempuan itu menahan kepergiannya, mencengkeram pergelangan tangannya.

Rami menoleh dan mendapati perempuan itu menatapnya dengan kedua mata memerah.

"Tidak pernah terjadi apa pun malam itu," suaranya mulai bergetar.

Pria itu seketika mematung. Menyaksikan perempuan itu terisak dan butir air mata meluruh dari pelupuk matanya. Membuatnya tak mampu berkata apa-apa. Ia diam dan hanya menonton apa yang tersaji di depannya.

"Tidak seperti yang kamu pikirkan selama ini, Ram."

"Dio—" Rami mencoba untuk memotong ucapan Diola. Namun, ia sendiri gagal menyelesaikannya. Karena perlahan tubuh perempuan itu mulai bergetar hebat.

Diola melepaskan cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan Rami. Dan menangkup wajah dengan kedua telapak tangannya. Perempuan itu menangis sejadinya.

Jeda beberapa jenak. Tak ada yang Rami lakukan kecuali bergeming dan menonton.

Bingung. Karena tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan perempuan itu.

Rami memejamkan kedua matanya untuk sesaat. Mengeraskan rahang dan membentuk bogem dengan kedua tangannya. Menarik dan menghela napas. Mendengar dan merasakan isak tangis Diola. Dan ketika ia membuka kelopak matanya. Dalam sekejap kedua tangannya mengulur untuk menyentuh pundak Diola, lalu dalam sekali sentakan menariknya dalam dekapan.

Akhirnya...

Pelukan pertama keduanya setelah malam patah hati itu.

Meski harus dengan cara seperti saat ini. Pria itu sukses membawa Diola dalam dekapannya. Sesuatu yang ia inginkan sejak renggangnya hubungan mereka malam itu.

"Jelaskan padaku, Dio. Buat aku paham dengan semua yang terjadi setelah malam itu."

Cukup lama setelah berpuas menumpahkan air matanya. Dengan amat hati-hati Diola membuka wajahnya, dan menurunkan kedua tangannya. Meletakkannya pada kedua sisi pinggang dan balas memeluk pria itu.

Dalam sekejap Rami menghembuskan napasnya. Terasa lega. Rasa sakit hatinya luruh begitu saja hanya dengan pelukan seperti saat ini.

"Aku dan Irvin memutuskan untuk tetap menjadi teman baik setelah malam itu," jelas Diola kemudian memberanikan diri untuk mendongak menatap pria yang kini tengah tertunduk menatapnya dengan tatapan dalam setelah sebelumnya menyeka sisa air matanya lebih dulu. "Aku melakukan itu—menerimanya—hanya karena tidak ingin mempermalukan Irvin di depan umum. That's all."

AFTERTASTE ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang